Mahasiswa Tolak Gubernur

Jaringan Nasional Pembela HAM Sumbar Minta UIN Bukittinggi Hentikan Proses Sidang Etik ke Mahasiswa

Jaringan Nasional Pembela HAM Sumatera Barat meminta UIN Sjech M Djamil Djambek (SMDD) Bukittinggi menghentikan proses sidang etik.

Penulis: Rima Kurniati | Editor: Rizka Desri Yusfita
Istimewa
Presiden Mahasiswa (Presma) Dema UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi, Ahmad Zaki. Jaringan Nasional Pembela HAM Sumatera Barat meminta UIN Sjech M Djamil Djambek (SMDD) Bukittinggi menghentikan proses sidang etik terhadap Presiden Mahasiswa (Presma) Dewan Mahasiswa (DEMA) UIN SMDD Bukittinggi dan sejumlah mahasiswa lainnya. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG- 13 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengatasnamakan Jaringan Nasional Pembela HAM Sumatera Barat meminta Universitas Islam Negeri (UIN) Sjech M Djamil Djambek (SMDD) Bukittinggi menghentikan proses sidang etik terhadap Presiden Mahasiswa (Presma) Dewan Mahasiswa (DEMA) UIN SMDD Bukittinggi dan sejumlah mahasiswa lainnya.

Diketahui, sebanyak 15 mahasiswa UIN SMDD Bukittinggi harus menjalani sidang kode etik dan terancam disanksi drop out (DO) buntut aksi penolakan terhadap Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Mahyeldi saat proses Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) di kampus tersebut pada Selasa 22 Agustus 2023.

Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Aulia Rizal mengatakan sikap kampus ini tak lebih dari bentuk sikap alergi demokrasi, anti kritik, dan hanya menunjukan wajah otoriter sebuah entitas akademik.

"Sehingga kami berpandangan kondisi demikian telah menunjukan sebuah kemunduran besar dalam iklim demokrasi di era reformasi, yang justru sejatinya sebagai sebuah entitas akademik, kampus memberikan ruang penghargaan bagi kebebasan berpikir, berpendapat, dan berekspresi," ujar Aulia Rizal, Minggu (12/11/2023).

Baca juga: Jaringan Nasional Pembela HAM di Sumbar Kecam Proses Sidang Etik Kampus UIN Bukittinggi ke Mahasiswa

Aulia Rizal menambahkan, kampus merupakan mimbar akademik yang semestinya terbebas dari segala bentuk pengekangan dan intervensi terhadap sikap kritis dan kreativitas mahasiswanya.

Kebebasan berpikir, berpendapat dan berekspresi dalam ruang akademik seharusnya difasilitasi dan dilindungi bukan malah dihadapkan menggunakan instrumen sidang etik, hal mana digariskan Pasal 8 ayat (3) UU no 12 tahun 12 tentang perguruan tinggi “Pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan di Perguruan Tinggi merupakan tanggung jawab pribadi Sivitas Akademika, yang wajib dilindungi dan difasilitasi oleh pimpinan Perguruan Tinggi”.

Selain itu, konstitusi telah menjamin kebebasan berpendapat melalui Pasal 28 UUD 1945 berbunyi, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”

Kemudian Pasal 28E Ayat 3 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Tak hanya itu kebebasan berpendapat juga tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 23 Ayat 2 dan Pasal 25.

Baca juga: Jaringan Pembela HAM Sumbar Kutuk Teror Terhadap Presma UIN Bukittinggi: Tangkap Pelaku!

Menurut Pasal 23 Ayat 2, setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan/atau tulisan, melalui media cetak maupun elektronik, dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.

Sementara itu, Pasal 25 menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tak hanya itu, kebebasan berpendapat, khususnya di muka umum, diatur secara khusus dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Berpendapat di Muka Umum.

Merujuk pada undang-undang ini, kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Oleh Karena itu kami dari Jaringan Nasional Pembela HAM Sumatera Barat, sangat menyayangkan dan mengecam sikap kampus yang memproses sejumlah mahasiswa melalui sidang etik, hal mana mahasiswa dimaksud pada dasarnya merupakan representasi civitas yang menjaga nalar-nalar kritis di lingkungan kampus," ujarnya.

Baca juga: WALHI dan Jaringan Pembela HAM Sumbar Beberkan Sengkarut Konflik Agraria di Air Bangis ke DPRD

Ia menambahkan banyak pihak mengkhawatirkan, sikap kampus ini justru menjadi preseden buruk dan menggoreskan sejarah kelam bagi kampus, dengan memberikan sanksi kepada mahasiswa yang berani menyuarakan pendapatnya untuk kepentingan masyarakat banyak dan memprotes kebijakan Pemerintah, terutama terhadap usulan Proyek Strategis Nasional (PSN) Air Bangis.

Halaman
123
Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved