Musim Kemarau Sumbar

Perubahan Fungsi Hutan dan Pemanasan Global Jadi Faktor Meningkatnya Karhutla di Sumbar

“Masalah kebakaran hutan ini sangat berhubungan dengan pemanasan global. Suhu makin panas, dan itu memicu kebakaran,” kata Indang Dewata.

Penulis: Fajar Alfaridho Herman | Editor: Rezi Azwar
BPB Limapuluh Kota
KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN - Karhutla di Sarilamak, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Pengamat lingkungan Universitas Negeri Padang (UNP), Indang Dewata, yang menilai bahwa fenomena tersebut merupakan dampak nyata dari pemanasan global serta maraknya perubahan fungsi hutan menjadi lahan lain seperti perkebunan dan pemukiman. 

Dampaknya, kata Indang, ancaman kebakaran dan bencana longsor semakin sering terjadi, terutama di kabupaten-kabupaten yang terdampak langsung.

Indang pun menanggapi prakiraan BMKG yang menyebut puncak musim kemarau akan terjadi pada Juli hingga September 2025. Ia mengingatkan masyarakat di wilayah rawan bencana untuk bersiap menghadapi berbagai kemungkinan, termasuk kebakaran dan banjir.

“Himbauannya, masyarakat di wilayah rentan dan berisiko harus mempersiapkan diri. Suatu saat bisa saja terjadi longsor dan banjir. Pemerintah daerah juga harus bersiap karena ancaman ke depan akan lebih besar dan lebih masif,” ujarnya.

Indang menegaskan bahwa kerusakan lingkungan berbeda dengan bencana alam. Jika bencana alam seperti letusan gunung tidak bisa dikendalikan, maka kerusakan lingkungan adalah tanggung jawab manusia dan dampaknya sangat kompleks.

“Kalau kerusakan alam itu seperti letusan gunung, itu tidak bisa dikendalikan. Tapi kerusakan lingkungan adalah tanggung jawab manusia, dan biayanya mahal. Tenaga yang dibutuhkan juga lebih besar. Pemerintah daerah harus memperhatikan ini dengan serius,” pungkasnya. (TribunPadang.com/Fajar Alfaridho Herman)

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved