Musim Kemarau Sumbar

Perubahan Fungsi Hutan dan Pemanasan Global Jadi Faktor Meningkatnya Karhutla di Sumbar

“Masalah kebakaran hutan ini sangat berhubungan dengan pemanasan global. Suhu makin panas, dan itu memicu kebakaran,” kata Indang Dewata.

Penulis: Fajar Alfaridho Herman | Editor: Rezi Azwar
BPB Limapuluh Kota
KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN - Karhutla di Sarilamak, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Pengamat lingkungan Universitas Negeri Padang (UNP), Indang Dewata, yang menilai bahwa fenomena tersebut merupakan dampak nyata dari pemanasan global serta maraknya perubahan fungsi hutan menjadi lahan lain seperti perkebunan dan pemukiman. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terus terjadi di sejumlah wilayah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) belakangan ini menjadi perhatian serius sejumlah pihak.

Salah satunya datang dari pengamat lingkungan Universitas Negeri Padang (UNP), Indang Dewata, yang menilai bahwa fenomena tersebut merupakan dampak nyata dari pemanasan global serta maraknya perubahan fungsi hutan menjadi lahan lain seperti perkebunan dan pemukiman.

Indang menegaskan bahwa dua faktor utama itu telah mendorong peningkatan intensitas dan luas wilayah yang terdampak kebakaran, termasuk di Kabupaten Solok.

“Masalah kebakaran hutan ini sangat berhubungan dengan pemanasan global. Suhu makin panas, dan itu memicu kebakaran,” kata Indang, Selasa (22/7/2025).

Baca juga: Petani Tomat di Agam Merugi Akibat Kemarau, Hasil Panen Merosot dari 1 Ton Jadi 300 Kilo

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa selain pemanasan global, perubahan fungsi hutan juga turut berkontribusi terhadap kerentanan ekosistem terhadap bencana.

Ia mencontohkan, lahan yang dulunya merupakan kawasan hutan kini sudah banyak yang beralih fungsi menjadi area perkebunan, pemukiman, dan penggunaan lainnya. Hal tersebut menurutnya turut memperparah situasi.

“Kebakaran juga berkaitan erat dengan perubahan fungsi lahan. Dulu lahan itu hutan, sekarang sudah berubah jadi perkebunan, pemukiman, dan lainnya,” tambahnya.

Indang menjelaskan, hutan memiliki peran penting sebagai penyeimbang air tanah. Jika hutan hilang, maka daya serap dan penyimpanan air di dalam tanah juga akan terganggu.

Baca juga: Kemarau Akibatkan Kekeringan di Agam, Sawah Retak-Retak hingga Padi Menguning

Akibatnya, dua kondisi ekstrem bisa terjadi, yaitu tanah menjadi terlalu kering pada musim kemarau hingga rawan terbakar, atau terlalu basah saat musim hujan yang bisa memicu longsor.

“Kalau tidak ada hutan, maka stabilisator air itu hilang. Air di dalam pori-pori tanah pilihannya hanya dua, yaitu terlalu basah yang bisa sebabkan longsor, atau terlalu kering yang bisa picu kebakaran,” jelasnya.

Kondisi ini, lanjut Indang, sangat terlihat di wilayah seperti Kabupaten Solok, yang kini berada dalam ancaman ganda setiap tahunnya.

“Kabupaten Solok itu pilihannya sekarang cuma dua, yaitu musim panas adalah kebakaran, musim hujan adalah longsor. Maka anggaran APBD harus dipersiapkan lebih banyak untuk pemulihan lahan dan pengurangan risiko bencana. Ini warning,” tegasnya.

Menanggapi laporan dari BPBD Kabupaten Lima Puluh Kota yang menyebut kekurangan alat dan pasokan air dalam penanganan karhutla, Indang menilai kondisi itu merupakan akibat dari kerusakan ekosistem hutan.

“Kenapa air tidak ada, karena fungsi pohon sebagai penyeimbang CO2 dan penyimpan air sudah hilang. Saat hujan, pohon akan menahan air, dan saat kemarau, pohon akan melepaskannya. Kalau pohon sudah hilang, air juga tidak ada. Itu kerusakan lingkungan,” ungkapnya.

Baca juga: Cuaca Panas Tak Ganggu Lahan Pertanian di Padang, Yoice: Belum Ada Instruksi Menunda Masa Tanam

KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN - Penampakan kebakaran hutan dan lahan di Tarantang, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota, Jumat (18/7/2025). Kalaksa BPBD Limapuluh Kota, Rahmadinol sebut seluas 3 hektar karhutla di Tarantang dan api dekati 2 unit rumah warga, Sabtu (19/7/2025).
KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN - Penampakan kebakaran hutan dan lahan di Tarantang, Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Jumat (18/7/2025). Kalaksa BPBD Lima Puluh Kota, Rahmadinol sebut seluas 3 hektare karhutla di Tarantang dan api dekati 2 unit rumah warga, Sabtu (19/7/2025). (BPBD Lima Puluh Kota)

Ia juga membeberkan data satelit yang menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2020 hingga 2025, hampir 30 persen lahan di Sumbar mengalami konversi atau alih fungsi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved