Banjir Lahar Dingin Gunung Marapi

12 Kisah Korban Banjir Bandang Lahar Dingin Sumbar, Kehilangan Rumah hingga Anggota Keluarga

12 kisah korban banjir bandang lahar dingin Gunung Marapi Sumatera Barat (Sumbar). Kehilangan harta benda, hingga nyawa

Editor: Rizka Desri Yusfita
TribunPadang.com/Panji Rahmat
Kondisi permukiman penduduk di Kapolo Koto, Sungai Puar, Agam, Sumatera Barat (Sumbar), Selasa (14/5/2024), pasca banjir bandang yang terjadi pada Sabtu (11/5/2024). 

Semua itu hanyut terbawa oleh air yang hampir setinggi lima meter lebih, bersama batang beringin dan sampah.

"Kerugian entah berapa banyaknya tidak bisa saya perkirakan lagi," ujarnya dengan tatap mata nanar.

Jhoni tidak mengerti harus bagaimana dengan dampak banjir ini, sementara ia hanya bisa tinggal di rumah saudara.

"Pengungsian tidak ada, warga yang rumahnya habis cuma menyelamatkan diri masing-masing," terangnya.

Setelah berjam-jam memisahkan trali dan jendela, Jhoni kembali ke rumah saudaranya, ia tidak melihat lagi kondisi rumahnya.

Baca juga: Antan Saksikan Langsung Dahsyatnya Banjir Bandang Agam Sumbar: Diawali Bunyi Guruh, Air Besar Datang

4. Pasrahnya Antan saat Banjir Bandang, Peluk Anak sambil Berdzikir hingga Sholat Hajat

Warga Galuang, Kecamatan Sungai Pua, Agam, Sumatera Barat, menyaksikan langsung dahsyatnya banjir bandang yang menerjang daerah itu, Sabtu (11/5/2024) malam.

Air besar tiba-tiba datang ditandai dengan bunyi guruh yang sangat keras dan berkelanjutan, membawa pohon, batu dan sampah hingga menghanyutkan tujuh unit rumah.

"Rumah yang hanyut itu berada di belakang rumah saya, waktu bunyi guruh saya naik ke lantai dua dan melihatnya langsung," ujar seorang warga, Antan.

Antan menyaksikan rumah itu hancur digulung banjir yang airnya sangat besar seperti melihat tsunami Aceh.

Lalu ia bersama lima anaknya saling berangkulan dan berdzikir melihat semua kejadian itu berlangsung.

Bahkan Antan langsung melaksanakan sholat hajat malam itu, pasrah jika memang air itu turut menghantam rumahnya.

Beruntung, banjir besar itu tidak menghampiri rumah Antan.

Beberapa jam setelah itu volume air berkurang dan ia keluar rumah.

"Di jalan, puing-puing rumah bagian belakang itu sudah menggunung tidak bergerak bersama pohon dan batu," terangnya.

Ia lihat ke bagian belakang tempat rumah hanyut, hanya satu rumah yang tersisa dalam kondisi setengah, sedangkan yang lain sudah rata.

Pada malam itu, seorang penghuni rumah ditemukan hanyut ratusan meter, dalam kondisi luka parah dan dirawat di rumah sakit saat ini.

Keesokan harinya delapan orang lagi ditemukan dalam kondisi meninggal dunia dan hari ini (Selasa-red) satu orang.

Saat ditanyai dimana posisi korban yang rumahnya hanyut, Antan mengaku tidak tahu pasti.

Kebanyakan korban menurutnya menyelamatkan diri masing-masing ke rumah saudaranya.

"Kadang pagi mereka datang, melihat dan mencari barang yang bisa diselamatkan, siang sudah tidak di sini lagi," jelasnya.

Para korban juga mengalami trauma ketika kembali melihat rumah mereka yang sisa pondasi tersebut.

Baca juga: Momen-Momen Menggetarkan dari Dahsyatnya Banjir Bandang yang Landa Nagari Parambahan Tanah Datar

5. Ibu Digendong Sanak Saudara, Tubuhnya Dipopoh, Desnimurti Bersyukur Diberi Kesempatan Hidup

Waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Suara air yang keras tiba-tiba membangunkan Desnimurti yang tengah terlelap.

Mengejutkannya lagi, air sudah memasuki rumahnya dengan kedalaman setinggi pinggang orang dewasa.

Tubuh Desnimurti bergetar, rasa khawatir menyelimuti.

“Saya di rumah berdua dengan ibu yang sudah tua, kami tidak tau apa yang harus dilakukan badan tiba-tiba bergetar karena panik,” jelas Desnimurti saat ditemui di Jorong Tigo Batua, Nagari Parambahan, Kecamatan Limo Kaum, Tanah Datar, Selasa (14/5/2024).

Beruntung, kata Desnimurti, ada sanak saudara yang datang menolong bernama Riko.

Riko langsung menggendong ibu Desnimurti sedangkan dirinya dipopoh menuju jalan keluar.

“Tak mempedulikan barang yang lain kami berhasil selamat dan masih diberi kesempatan hidup oleh Tuhan,” katanya.

Setiba di luar, Desnimurti melihat air dan lumpur dimana-mana.

Wajah warga lainnya yang selamat dipenuhi lumpur bahkan terdengar teriakan minta tolong.

Ia bersyukur tetap selamat karena sudah dua kali bencana menerpanya.

Sebelumnya dia juga pernah merasakan tsunami Aceh dan sekarang banjir bandang.

“Tak ada harta yang tertinggal, rumah sudah dipenuhi lumpur, perabotan tak terlihat lagi ntah dimana,” terangnya.

Sementara waktu, Desnimurti mengungsi ke rumah saudara lain yang tak terdampak.

Rumahnya masih dibersihkan oleh warga secara bersama-sama dan berharap ada perabot yang masih bisa terpakai.

Baca juga: Lama Merantau, Pulang-Pulang Liza Dapati Rumah Mertua Hancur: Ibu, Ponakan, dan Cucu Hilang

6. Ibu Mertua, Ponakan, dan Cucu Liza Hilang

Liza, lama berada di perantauan. Kini, ia pulang kampung bersama suaminya melihat ibu mertua dan ponakan.

Kepulangannya ke kampung halaman di Jorong Dusun Tuo, Nagari Limo Kaum, Kecamatan Limo Kaum, Tanah Datar, bersamaan dengan terjadinya banjir bandang di daerah itu.

Tangis Liza tak terbendung ketika ia mendapati rumah mertuanya yang terletak tepat di depan Masjid Al Ikhlas sudah bobrok.

Puing bangunan kotor dipenuhi lumpur, banyak orang yang bekerja membersihkan material banjir bandang itu.

Ia sempat berharap rumah mertuanya tak terdampak parah. Namun, semua hanya tinggal harapan.

“Seketika tiba semua tampak seperti danau kecil,” ujar Liza.

Kemudian Liza bersama suaminya berusaha mencari keberadaan ibu mertuanya setelah air surut.

“Air mulai surut tapi kami tak bisa masuk ke dalam rumah karna sudah penuh sekali dengan tanah,” ucapnya.

Dikatakan Liza, saat terjadi banjir bandang di dalam rumah mertuanya itu juga terdapat ponakan dan cucunya.

Ibu mertuanya bernama Ummi Raisa (101) serta ada empat orang lain yakni Tia, Nazwa, Lativa dan Gavin.

“Sampai sekarang mereka belum ditemukan, entah masih tertimbun di rumah atau banjir membawa mereka ke tempat lain,” ungkapnya dengan air mata berlinang.

Ia mengatakan proses evakuasi masih terus dilakukan berbagai macam puing sudah dibersihkan satu persatu namun belum ada tanda dari mereka.

“Saya cuma berharap mereka cepat kembali dan bertemu kami lagi,” pungkasnya.

Baca juga: Warga Nagari Koto Tuo Agam tidak Sangka akan Datang Banjir Bandang, Riswan: Semua Berlangsung Cepat

7. Riswan Tidak Sangka Banjir Datang, Semua Tiba-Tiba dan Berlangsung Cepat

Banjir bandang yang datang secara tiba-tiba membuat warga Nagari Koto Tuo, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pasrah.

Mereka tidak menyangka banjir akan datang sehingga tidak ada persiapan sama sekali.

"Semua berlangsung sangat cepat, bunyi batu bergesekan dan suara air bergemuruh."

"Akhirnya rumah, kendaraan, warung dan sekolah hilang," ujar Riswan mengenang malam mengerikan saat banjir besar itu terjadi.

Menurut Riswan, banjir terjadi sekira pukul 22.15 WIB, Sabtu (11/5/2024).

Kedatangan banjir tidak pernah terbayangkan oleh warga setempat.

Sebab, sejak lahar dingin gunung Marapi mengganas, daerah tempat mereka tinggal memang tidak pernah terdampak.

Bahkan, beberapa warga tidak ingat betul kapan terakhir banjir serupa ini terjadi.

Beberapa dari warga menyebut tahun 2010, tapi tidak semuanya sepakat itu disebut banjir besar.

Melihat banjir yang terjadi kali ini, masyarakat menganggapnya galodo, karena kedatangannya yang tidak disangka dan sangat besar.

Riswan menyebut banjir ini membawa kayu setinggi 2 meter hingga 8 meter dan bebatuan yang sangat besar, sekira ukuran mobil dan motor.

"Airnya juga sangat amat besar, sehingga banyak bangunan hilang tak tersisa terdampak banjir ini," ujarnya ditemui, masih menggunakan sepatu boot dan bercucuran keringat.

Ia mengungkapkan satu sekolah nyaris tak tersisa di IV Koto Agam.

Rumah makan, warung dan rumah warga juga hilang entah kemana puingnya.

Semua itu terjadi dalam waktu singkat, kondisi warga juga pasrah, karena memang tidak ada yang memprediksi galodo bisa terjadi malam itu.

"Kendaraan yang terparkir di luar rumah, turut disapu oleh banjir besar ini," ujarnya.

Menurutnya, kalau menaksir kerugian, mungkin bisa mencapai miliaran rupiah untuk nagari Koto Tuo saja.

Sekarang masyarakat setempat bersama BPBD, SAR, TNI dan Polri hanya bisa bahu membahu membersikan material banjir dan menyemangati masing-masing.

Baca juga: Pengakuan Korban Banjir Bandang Agam, Martis: Pemerintah Sempat ke Sini, Lihat-Lihat Jauh Saja

8. Martis Belum Terima Bantuan, Pemerintah Lihat-Lihat Jauh Saja

Banjir bandang menerjang Nagari Koto Tuo, Kecamatan IV Koto, Agam, Sumatera Barat, Sabtu (11/5/2024) lalu.

Martis warga setempat, mengatakan banjir datang tiba-tiba sekira pukul 22.15 WIB.

Banjir diawali dengan bunyi bebatuan dan pohon yang keras menyisir sungai di Nagari Koto Tuo.

Kemudian air langsung mengalir deras dan amat keruh.

Warga setempat tanpa persiapan apapun hanya bisa pasrah menunggu galodo itu mendatangi rumah mereka masing-masing.

"Airnya sangat besar, sehingga meluas kemana-mana," ujar Martis.

Air dan batu hampir sebesar mobil dan motor menerobos dinding-dinding rumah warga.

Warung Hanyut, Mobil Terhantam Batu

Di rumah Martis, air menghanyutkan kedai harian semi permanennya dan mobil merek X-Pander.

Kedai itu hanyut beserta isinya yang tidak terlihat lagi puing-puingnya.

"Entahlah, puing bangunannya saja tidak ketemu lagi," ujarnya.

Beruntung fisik mobilnya masih terlihat meski sudah hampir setengah penyok, menahan batu besar yang terbawa banjir.

Nasib mujur rumahnya masih berdiri, meski kaca-kaca pecah dan bagian dalamnya dipenuhi lumpur.

Sekarang ia dan keluarga hanya menyisakan pakaian di badan dan basah terendam banjir. Stok makanan sudah hampir habis.

"Pemerintah sempat ke sini, lihat-lihat jauh saja. Bantuan belum ada," terangnya.

Namun BPBD, TNI dan Polri sudah banyak datang untuk membantu pembersihan material banjir.

Ia bersama warga lainnya berharap adanya tindakan tegas dari pemerintah terkait bencana ini, semisal bantuan makanan, pakaian dan serta keringanan pembangunan infrastruktur.

Baca juga: Pilu Pemilik Pemandian Mato Aia Lembah Anai Sumbar, Jerih Payah Puluhan Tahun Hancur Seketika

9. Usaha Pemandian Mato Aia Asrinal Kayo Hancur Seketika

Pemandian anak-anak Mato Aia Lembah Anai yang sudah dirintis Asrinal Kayo selama 24 tahun hancur seketika.

Hal itu terjadi setelah banjir bandang menerjang kawasan itu, Sabtu (11/5/2024) malam.

Asrinal Kayo hanya bisa pasrah. Ia tak menyangka air bah datang begitu cepat.

Saat kejadian, ia sedang tertidur. Sekitar pukul 22.30 WIB, ia dibangunkan oleh anaknya karena air sungai sudah naik.

Kayo pun segera melihat ke arah sungai dan mendapati air sudah mencapai kamar mandi.

Tanpa pikir panjang, Kayo menyuruh anaknya untuk menyelamatkan diri ke atas bukit.

Ia kemudian menyusul dengan membawa sepeda motor, satu-satunya harta yang bisa diselamatkan.

Tak lama kemudian, air bah berwarna hitam pekat bercampur kayu-kayu besar menerjang tempat usahanya.

"Kalau saya total ada sekitar Rp 2 miliar modal saya membuat pemandian itu dari 24 tahun lalu hingga sekarang," ujar Kayo.

"Tak ada yang tersisa, selain motor yang saya selamatkan."

"Televisi, lemari yang berisi uang sekitar Rp 25 juta hanyut dibawa air," ungkap Kayo dengan air mata berlinang.

Setelah air mulai surut, Kayo menuruni bukit dan kembali ke tempat usahanya.

Pemandangan yang ia saksikan semakin membuatnya pilu. Tak ada yang tersisa dari pemandian Mato Aia.

"Memang tidak ada yang tersisa. Semuanya hanyut. Tempat pemandian saya tidak ada lagi," kata Kayo lirih.

Banjir bandang ini tak hanya menghancurkan tempat usahanya, tapi juga melumpuhkan perekonomian Kayo.

Ia mengaku, dalam satu tahun terakhir, ia mendapatkan penghasilan sekitar Rp 25 juta per bulan dari pemandian tersebut.

"Hasil itu belum termasuk dengan retribusi ke pemerintahan nagari atau desa," imbuhnya.

Kini, Kayo tak memiliki apa-apa lagi. Tabungannya habis untuk mengembangkan usaha, dan semua pakaiannya hanyut terbawa banjir.

Ia pun berharap mendapatkan bantuan untuk bisa bangkit kembali.

Baca juga: Jadi Korban Banjir Bandang Lahar Dingin Tanah Datar Sumbar, Asep Harap Bantuan Tepat Sasaran

10. Ketika Asep Ulang Tahun Dapat Kejutan Bencana

Asep Herman salah satu warga Jorong Dusun Tuo, Nagari Limo Kaum, Kecamatan Limo Kaum, Tanah Datar terdampak Banjir Bandang yang menerjang.

Asep menceritakan sebelum kejadian banjir bandang ia pulang dari pengajian dari Sungai Jambu, Sabtu (11/5/2024) sekitar jam 21.00 WIB.

Sesampai di rumah Asep tak menemukan istri dan tantenya, ternyata mereka pergi ke Pasar membeli kue ulang tahun untuk merayakan ulang tahun Asep yang ke-50, Minggu (12/5/2024).

“Saya diberikan kue oleh istri kemudian saya minta untuk beli lagi sekalian merayakan ulang tahun anak pada 28 April lalu,” jelasnya saat ditemui, Selasa (14/5/2024).

Kemudian kami pergi ke pasar untuk membeli kue lagi, selang satu jam kembali ke rumah.

Dikatakan Asep, sampai di rumah duduk sebentar tiba-tiba istrinya berteriak memberitahu ada air besar.

Asep berlari ke teras rumah untuk melihat dan memberikan kabar pada mertuanya yang jarak rumah tak terlalu jauh.

Namun nahas air sudah menghantam kaki asep hingga ia terjatuh ke gang samping rumah, sekian detik air telah memasuki rumah dengan kedalaman kurang lebih dua meter.

Asep sempat berenang menerobos air didalam rumah hingga mendapat pegangan untuk naik ke atas tembok menyelamatkan diri.

“Sesampai di atas tembok yang agak tinggi saya melihat rumah mertua dan rumah lainnya sudah hanyut dibawa air besar,” ucapnya.

Terucap takbir dengan lantang melihat kejadian di depan mata terdengar suara istri yang berteriak.

“Aa aa, Ena (istri Asep) sudah selamat sambil duduk dekat jendela,” terang Asep

Asep beranikan diri berenang ke arah istrinya dan berhasil selamat lewat belakang yang masih aman tak dilanda banjir.

Ia bersyukur dari keluarganya tidak ada korban jiwa sebab saat malam kejadian dia berdua yang di rumah, anak-anak tak di rumah.

Asep juga mengatakan untuk bantuan tentu sangat diperlukan baik makanan maupun pakaian.

Apalagi saat kejadian mana mungkin sempat menyelamatkan pakaian, syukur nyawa masih bisa tertolong.

“Bantuan dari berbagai kalangan juga sudah mulai datang termasuk baju yang saya pakai ini dari pemerintah,” terangnya.

Asep berharap bantuan yang diberikan dapat tertuju pada orang yang betul-betul membutuhkan.

“Pemerintah juga sebaiknya saat melakukan peninjauan tak hanya melihat saja tapi datang pada warga yang terdampak dan bercengkerama dengar apa yang mereka rasakan dan butuhkan,” pungkasnya.

Baca juga: Terjebak Banjir, Nenek 70 Tahun di Agam Selamat, Zubaidah: Enggak Ada yang Dilakuin selain Doa

11. Nenek Zubaidah Selamat Berkat Doa

Musibah banjir bandang lahar dingin Sumbar menyisakan segudang cerita.

Satu di antaranya kisah Zubaidah, nenek 70 tahun yang tinggal di Jalan Bukittinggi-Maninjau, Kecamatan Koto Tuo, Kabupaten Agam.

Saat galodo menerjang, Zubaidah hanya seorang diri di dalam rumahnya.

Anak, menantu, dan cucunya menetap di Kota Padang, Sumatera Barat.

Tidak ada firasat sama sekali banjir bandang akan turun sebab intensitas hujan nampak normal.

“Nenek mau tidur habis makan itu sekitar pukul 21.30 WIB kemudian dengar suara gemuruh kencang sekali dari depan dan belakang rumah,” ucapnya kepada Tribun Network, Selasa (14/5/2024).

Zubaidah mencoba menengok apa yang terjadi di luar rumahnya.

Tidak disangka arus galodo setinggi dua meter mengapit rumahnya.

Derasnya air banjir bandang membuat bagian depan rumah dan dapur Zubaidah rusak berat.

Dia mencoba menahan pintu ruang tamunya dengan kursi.

Namun upaya tersebut tidak berarti banyak, bagian dalam rumah dimasuki lumpur setinggi lutut.

Zubaidah menyaksikan setidaknya ada delapan motor yang ikut hanyut terbawa banjir bandang sampai ke sawah di bawah.

Beberapa mobil pun ikut tersapu.

Mengingat peristiwa yang berlangsung selama satu jam lebih itu membuat Zubaidah menggigil takut rumah roboh hingga kematian menjemputnya.

“Nggak ada lagi yang bisa dilakuin nenek kecuali berdoa sama Allah mau ke siapa lagi minta pertolongan akhir,” ungkapnya.

Menurutnya peristiwa banjir bandang bukan kali pertama tetapi sudah yang ketiga kalinya.

Zubaidah masih ingat tahun 1967 banjir bandang pernah menerjang rumahnya.

Kemudian lima tahun lalu juga terjadi galodo tetapi hanya dibagian jalan tak sampai menghancurkan rumah.

Beruntung tidak ada satupun korban jiwa di warga sekitar rumah Zubaidah.

Hanya material bangunan yang hancur dihantam galodo.

Tidak Ingin Mengungsi

Walaupun kejadian berulang kali rasa cemas itu tidak sampai membuat Zubaidah mau untuk diungsikan.

Baginya, rumah harus tetap dihuni selama belum bangunan belum roboh.

Zubaidah menolak untuk tinggal di rumah anaknya di Padang Kota.

Dia merasa lebih nyaman tinggal di rumahnya meski seorang diri.

Warga di Kecamatan Koto Tuo, Kabupaten Agam mulai membersihkan rumahnya secara mandiri.

Sejauh ini warga membutuhkan bantuan air bersih sebab kualitas air menjadi buruk imbas galodo.

Sementara itu, sejumlah alat berat juga sudah mulai didatangkan untuk mengangkat sisa-sisa puing yang terseret banjir bandang dari hulu.

Baca juga: DETIK-DETIK Menegangkan Liviya dan Kawan-Kawan Terbawa Arus Banjir Bandang Sumbar, Akhirnya Selamat!

12. Liviya Selamat setelah Sempat Terbawa Arus, Tersangkut di Kayu dan Naik Atap Rumah Warga

Sabtu (11/5/2024) malam, Liviya (17) dan kawan-kawan tengah melaksanakan rapat bersama pemuda-pemudi lainnya di Surau Kasiak An Nur, Simpang Bukik, Bukik Batabuah, Agam.

Kondisi cuaca saat itu sedang hujan lebat. Tak lama setelah itu, air tiba-tiba besar.

"Jadi saat mulai besar itu, disuruhlah salah seorang teman untuk sesekali memantau aliran air," kata Liviya.

Sekira pukul 22.00 WIB, teman yang memantau aliran air berteriak. Ia mengingatkan air telah besar.

"Kami pun lari keluar untuk menyelamatkan diri," sambung Liviya.

Saat banjir, kata Liviya, aliran air terpecah menjadi dua arah di bagian jembatan.

Satu sisi di bagian bawah jembatan ke jalanan dan satunya ke arah rumah warga yang ada di depan Surau Kasiak An Nur.

"Saat itu masih kayu-kayu besar saja yang menghantam bangunan, jika diingat bagaimana bunyinya sangat mengerikan, dentumannya seperti gemuruh-gemuruh petir," jelasnya.

Semua mencoba menyelamatkan diri, sebagian berhasil lewat ke arah Simpang Bukik dengan menerobos banjir.

Sementara itu, Liviya bersama empat orang temannya yang lain juga berusaha untuk menerobos banjir.

Namun nahas, ia bersama teman-temannya terbawa arus.

"Saya berlima yang lari bersama-sama, tiga orang cowok dan dua cewek."

"Teman saya yang cowok, ketiganya terbawa arus, tapi tersangkut di kayu-kayu besar yang sebelumnya menghantam, jadi mereka memanjat melalui kayu-kayu itu ke atap rumah orang," terangnya.

"Begitu juga saya dengan teman saya Kayla, kami terbawa arus dan tersangkut di kayu-kayu besar."

"Saat tersangkut itu, Kayla kakinya tersangkut kayu, saya bantu kemudian kami naik ke atap rumah warga dengan memanjat kayu-kayu besar yang tersangkut itu," sambungnya.

Saat berada di atas rumah, Liviya bersama Kayla merasa cemas karena melihat secara langsung derasnya banjir yang membawa kayu dan batu besar menghantam rumah warga.

"Kayu dan batu besar menghantam rumah-rumah. Air semakin besar, sejumlah tiang listrik rubuh, kabel putus dan percikan api, trafo meledak gemuruh suara banjir bandang, tanah bergetar, orang-orang berteriak," ucapnya.

"Kami juga melihat rumah di depan surau yang hancur dihantam batu yang sangat besar, tapi kami tidak nampak orang di dalam rumah yang hancur itu," sambungnya.

Setelah beberapa lama bertahan di atap rumah, air mulai surut sekira pukul 00.30 WIB.

Liviya dan Kayla akhirnya turun dari atap dan dievakuasi warga.

Saat ini Liviya dan Kayla masih berada di pos pengungsian SD 08 Kecamatan Canduang, ia mengalami sedikit luka ringan di bagian kaki dan pergelangan tangannya.

(Arif Ramanda Kurnia/Fajar Alfaridho Herman/Rahmat Panji/Alexander/Reynas Abdila) 

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved