Larangan Impor Pakaian Bekas
Pedagang di Bukittinggi Kecewa Impor Pakaian Bekas Dilarang, Sebut Pemerintah Tak Kasih Solusi
Menurut Bos Martin, bisnis pakaian bekas ini dapat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat terkait merek tertentu.
Penulis: Alif Ilham Fajriadi | Editor: Rahmadi
"Coba kita lihat saja, pakaian merek A itu misalnya baru seharga Rp1,5 juta. Di bisnis pakaian bekas ini kami jual seharga Rp 400 hingga Rp 500," terang Bos Martin.
"Bukankah menguntungkan bagi masyarakat, apalagi mahasiswa, mereka butuh pakaian yang tahan dan bagus serta ada mereknya, tapi uang jajan tak cukup dari rumah. Solusinya ya beli pakaian bekas," tambah Bos Martin.
Bos Martin menyampaikan, dirinya melirik pernyataan pemerintah pusat terkait salah satu dasar pelarangan pakaian bekas itu karena adanya impor besar-besar dari Amerika.
Padahal, kata Bos Martin, size atau ukuran badan dari penduduk di Amerika itu sangat berbeda jauh dari masyarakat Asia terutama Indonesia.
Lalu, dirinya yang telah lama berbisnis di dunia pakaian bekas itu, menilai harga impor pakaian bekas dari Amerika itu sangat mahal dan berbeda jauh dengan standar pasar di Indonesia.
Baca juga: Jokowi Larang Impor Pakaian Bekas, Pedagang Pasar Raya Padang Merasa Dirugikan
"Kadang lucu juga, pemerintah itu kan hanya melihat dari jauh saja. Tidak meninjau dan menampung aspirasi atau cerita dari pedagang di pasar ini, jadinya ada banyak pihak yang dirugikan juga akibat kebijakan itu," jelas Bos Martin.
Bos Martin mengatakan, jika ada kebijakan yang mungkin dianggap baik dan patut untuk dilakukan, seharusnya pemerintah juga memberikan solusi untuk pedagang pakaian bekas itu.
Sebab, kata Bos Martin, pedagang pakaian bekas di Pasar Putih itu hanya bergantung dari bisnis itu saja. Jika dilarang ketat, artinya akan membawa dampak pula ke jumlah masyarakat yang pengangguran.
"Coba bayangkan dulu sebelum melarang, kami punya anak-anak, ada yang sekolah juga. Kebutuhan makan dan sebagainya. Kalau misalnya dilarang seperti ini mencari pemasukan di mana lagi," pungkas Bos Martin.
Selain Bos Martin, TribunPadang.com juga menemui pedagang pakaian bekas yang lainnya. Dia dikenal dengan nama Tomy Bollin, seorang pemusik R&B di Bukittinggi.
Baca juga: Mendag Pimpin Pemusnahan Pakaian Bekas Impor Asal China Senilai Rp 10 Miliar di Pekanbaru
"Kebijakan ini membuat saya dan pedagang yang lain cemas dan kecewa. Apalagi bisnis pakaian bekas di Pasar Putih Bukittinggi ini telah ada sejak lama," kata pria yang akrab disapa Tomy itu.
Tomy mengaku, dirinya telah berkecimpung di bisnis pakaian bekas itu selama 30 tahun terakhir. Kalau ditutup habis dan dilarang oleh pemerintah, lalu dirinya bakal kewalahan mencari pekerjaan baru.
"Kita di bisnis seken (sebutan akrab untuk berjualan pakaian bekas), juga saling terhubung dengan UMKM lainnya, saling bantu dan membangun," terang Tomy.
"Dengan adanya bisnis seken ini, semua rantai ekonomi hidup. Ada yang dapat tawaran tukang pikul barang, jasa jahit ulang, kuliner juga, dan bahkan berdampak juga ke bisnis pakaian bekas online," ungkap Tomy.
Tomy berharap ada kebijakan yang lebih pro-rakyat dari pemerintah pusat, sebab pakaian bekas itu merupakan bagian dari UMKM yang berguna juga untuk masyarakat menengah ke bawah.(TribunPadang.com/Alif Ilham Fajriadi)
| Tak Boleh Ditambah, Pemerintah Minta Pedagang Pakaian Bekas Hanya Berjualan Sampai Stok habis |
|
|---|
| Soal Larangan Jual Thrifting, Disdag akan Telusuri Importir Pakaian Bekas di Sumbar |
|
|---|
| Kepala Disdag Sumbar Sebut Impor Pakaian Bekas Susah Dideteksi, Arus Barang Lewat Jalur Tikus |
|
|---|
| Gubernur Sumbar Dukung Kebijakan Larang Impor Pakaian Bekas: Cintailah Produk Dalam Negeri |
|
|---|
| Jokowi Larang Impor Pakaian Bekas, Pedagang Pasar Raya Padang Merasa Dirugikan |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.