Sejarah Berdirinya BIM, Bandara Internasional Sumbar yang Dikhawatirkan Turun Kelas jadi Nasional
Dikutip dari laman resmi Angkasa Pura II, sejarah BIM atau Minangkabau International Airport mulai dibangun pada 2002.
TRIBUNPADANG.COM- Pemerintah berencana memangkas bandara internasional menjadi setengah dari yang ada yaitu 15 saja.
Saat ini diketahui Indonesia memiliki 32 bandara internasional yang tersebar di berbagai daerah.
Diantaranya, Sumatera Barat (Sumbar) memiliki Bandara Internasional Minangkabau (BIM) yang berlokasi di Kabupaten Padang Pariaman.
BIM dikhawatirkan bisa terdampak pemangkasan oleh pemerintah menjadi bandara nasional.
Dikutip dari laman resmi Angkasa Pura II, sejarah BIM atau Minangkabau International Airport mulai dibangun pada 2002.
Baca juga: Gubernur Sumbar Mahyeldi Dukung Rencana Pemerintah Pangkas Bandara Internasional

BIM adalah bandar udara bertaraf internasional utama di provinsi Sumatra Barat yang melayani penerbangan untuk Kota Padang.
BIM berjarak sekitar 23 km dari pusat Kota Padang dan terletak di wilayah Ketaping, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman.
Bandara Internasional Minangkabau mulai dibangun pada tahun 2002 dan dioperasikan secara penuh pada 22 Juli 2005.
BIM beroperasi untuk menggantikan Bandar Udara Tabing di Kota Padang yang kini menjadi Lanud Sutan Sjahrir.
BIM merupakan bandara satu-satunya di dunia yang memakai nama etnis, yaitu Minangkabau.
Baca juga: Soal Pemangkasan Bandara Internasional, Pengamat: Kalau BIM Tak Setuju, Sumbar di Posisi Strategis
Selanjutnya pada tahun 2006, BIM juga ditetapkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) sebagai tempat embarkasi dan debarkasi haji untuk wilayah provinsi Sumatra Barat, Bengkulu dan sebagian Jambi.
Sejak 1 Januari 2012, jam operasional bandara ini diperpanjang oleh PT Angkasa Pura II hingga pukul 00.00 WIB, yang sebelumnya hanya dibuka hingga pukul 21.00 WIB.
BIM dibangun sebagai pengganti Bandar Udara Tabing yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan dari segi keselamatan penerbangan setelah 34 tahun digunakan.
Pembangunan bandara ini mulai dilakukan pada tahun 2001 dengan menghabiskan biaya sekitar 9,4 miliar Yen, dengan 10 persen di antaranya (sekitar 97,6 miliar Rupiah) merupakan pinjaman lunak dari Japan Bank International Coorporation (JICB).
Konstruksinya melibatkan kontraktor Shimizu dan Marubeni J.O. dari Jepang, dan Adhi Karya dari Indonesia.
Baca juga: Pemangkasan Bandara Internasional, Kadispar Sumbar: Baru Wacana, Lebih Baik Tunggu Keputusan Pusat

Bandara Internasional Minangkabau berdiri di atas tanah seluas 4,27 km⊃2; dengan landasan pacu sepanjang 3.000 meter dengan lebar 45 meter.
Penerbangan domestik dan internasional dilayani oleh terminal seluas 20.568 m⊃2;, yang berkapasitas sekitar 2,3 juta penumpang setiap tahunnya.
Pada tahun 2017, bandara ini diperluas dua tahap hingga mencapai 49.000 m⊃2;. Dengan pengembangan itu BIM bisa menampung sekitar 5,9 juta penumpang per tahun.
Bandar udara ini adalah bandara kedua di Indonesia setelah Soekarno-Hatta yang pembangunannya dilakukan dari awal.
Rencana induk pembangunan bandara ini dilakukan dalam tiga tahap, tahap keduanya dimulai pada tahun 2010.
Baca juga: Bandara Internasional Bakal Dipangkas, Wagub Sumbar: BIM Saya Rasa Tak Akan Dicabut
Setelah semua tahap selesai pengerjaannya, panjang landasan bandara ini diperpanjang menjadi 3.600 meter, yang juga dilengkapi dengan landasan penghubung (taxiway) paralel di sepanjang landasan.
Sejumlah penerbangan yang dilayani bandara ini sama seperti bandara sebelumnya, yaitu Bandar Udara Tabing.
Untuk penerbangan domestik, antara lain dengan Jakarta, Surabaya, Batam, Medan, Bengkulu, Sungaipenuh, Sipora dan Bandung.
Sementara untuk penerbangan internasional yaitu dengan Kuala Lumpur, Malaysia.
Bandar Udara Internasional Minangkabau dapat menampung Pesawat Airbus A300, Airbus A319, Airbus A320,Airbus A330, Airbus A340, Airbus A350, ATR 72, Boeing 747, Boeing 777, dan McDonnell Douglas MD-11.
Baca juga: Persiapan Nataru 2023, PT Angkasa Pura II Buka Posko di Bandara Internasional Minangkabau
Sebelumnya, Gubernur Sumbar Mahyeldi menyatakan mendukung pemerintah pusat memangkas status bandara internasional di Indonesia.
Informasi mengenai pemangkasan bandara internasional itu sudah didengar Mahyeldi sekira lima bulan yang lalu dari seorang menteri, meski wacana itu baru akhir-akhir ini ramai diperbincangkan.
Kata Mahyeldi, rencana pemangkasan status bandara internasional punya nilai positif, untuk mengontrol orang yang masuk ke Indonesia.
"Saya pribadi sangat senang sekali orang yang masuk ke Indonesia ini diawasi secara ketat," kata Mahyeldi pada Rabu (8/2/2023).
Kalau memang dalam rangka pengetatan, mengontrol orang masuk ke Indonesia, ia rasa itu ya sangat baik.
Baca juga: Gubernur Mahyeldi Apresiasi Program Djarum Foundation di Sepanjang Jalur Bypass - BIM

Langkah-langkah tersebut, menurutnya betul-betul untuk kepentingan negara, demi menjamin negara menjadi solid dan kuat.
"Sekali lagi, kajian, analisanya betul-betul harus komprehensif, mendalam dan demi kepentingan bangsa," ujar Mahyeldi.
Diberitakan Kompas.com, Pemerintah berencana memangkas bandara (airport) internasional di Indonesia menjadi 15 saja.
Menurut Menteri BUMN Erick Thohir, pembukaan 15 bandara internasional itu sudah disepakati dalam rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menparekraf Sandiaga Uno pada Senin (30/1/2023).
"Di situ ada kesepakatan, silakan Pak Menhub kita akan membuka international airport 14-15 saja," ujar Erick di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Baca juga: Soal Pemangkasan Bandara Internasional, Pengamat: Kalau BIM Tak Setuju, Sumbar di Posisi Strategis
Erick menyebutkan, kesepakatan itu dilakukan untuk mendukung peningkatan wisata dalam negeri. Utamanya, agar masyarakat lokal mau berlibur di tempat-tempat wisata dalam negeri. Sehingga, konektivitas penerbangan lokal akan diperbaiki.
Selain itu, Erick mengatakan, pemangkasan jumlah bandara internasional di Indonesia juga bertujuan mengurangi WNI yang berlibur ke luar negeri.
"Yang kita tidak mau kan membuka airport sebesar-besarnya lebih banyak orang Indonesia yang ke luar negeri daripada yang di dalam negeri," ungkap Erick.
"Padahal kalau kita lihat pariwisata itu 70 persen lokal, 30 persen asing. Kenapa Pak Sandi (Menparekraf Sandiaga Uno) juga sekarang mendorong percepatan pariwisata bisa mulai recover," lanjutnya.
Pemkab Solsel Tekan Angka Stunting, Sadarkan Masyarakat akan Gizi Seimbang dan Pola Asuh yang Baik |
![]() |
---|
UNP Kembangkan Teknologi IoT untuk Hidroponik di SMK Pertanian Pembangunan Negeri Padang |
![]() |
---|
Padang Wedding Expo 2025 Hadir di Hotel Santika Premiere Padang, Catat Tanggalnya! |
![]() |
---|
Wali Kota Fadly Amran Hadiri Rapat Paripurna DPRD Kota Padang Upaya Raih Kembali Penghargaan Adipura |
![]() |
---|
Wali Nagari Ranah Pasisie Pasaman Barat Layani Masyarakat Tanpa Staf dan Perangkat Lainnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.