Kasus Kematian Afif Maulana

GMNI Unand Desak Polda Sumbar Ungkap Dalang Kematian Afif Maulana

Dewan Pimpinan Komisariat (DPK) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Universitas Andalas mendesak Polda Sumatera Barat (Sumbar) segera ...

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Fuadi Zikri
GMNI Unand
Foto bersama pengurus DPK Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Universitas Andalas. 

Hal ini juga menunjukan bagaimana kegagalan polisi melaksanakan kewajiban Pasal 12 dan 13 UN CAT yang menjadi pijakan negara dalam menjamin proses hukum terhadap pelaku penyiksaan hingga tuntas.

Impunitas muncul karena kegagalan aparat penegak hukum untuk serius dalam memenuhi kewajibannya pada upaya penyelidikan terhadap pelanggaran HAM, pengambilan langkah hukum bagi para pelaku, pemulihan yang efektif untuk para korban, dan pencegahan agar kasus serupa tidak terulang.

Baca juga: Kapolda Sumbar Beberkan Kronologi Kematian Afif Maulana, Yakini Loncat ke Sungai

Hukuman Terhadap Pelaku Penyiksaan Masih Kurang Maksimal

Sebagaimana dalam UN CAT yang diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 5 Tahun 1988, dalam pasal 2 telah disebutkan bahwa Tindakan penyiksaan merupakan Tindakan yang dilarang dan harus dicegah, termasuk tidak adanya keadaan luar biasa yang dapat membenarkan penyiksaan, termasuk perintah dari atasan atau otoritas publik.

Seringkali dalam berkas penyidikan maupun peradilan, disebutkan nama-nama aparat yang turut serta berperan dalam penyiksaan. Sering terjadi dalam Mekanisme hukum apapun terhadap aktor-aktor tersebut menandakan proses pembuktian yang dilakukan tidak transparan.

Padahal, terdapat postulat hukum yakni In Criminalibus Probantiones Bedent Esse Luce Clariores, yang artinya bahwa dalam perkara pidana, bukti-bukti itu harus lebih terang daripada Cahaya.
Penegakan hukum yang adil dan tegas adalah salah satu pilar utama dalam sistem peradilan pidana. Namun, seringkali hukuman pidana yang dijatuhkan tidak maksimal terhadap pelaku tindak pidana, khususnya dalam kasus penyiksaan.

Ancaman pidana seringkali tidak menghukum berat pelaku. Vonis hakim yang rendah kemudian dapat berimplikasi terhadap hilangnya kepercayaan publik terhadap sistem peradilan pidana yang tidak memberikan keadilan yang layak bagi korban penyiksaan.

Aparat Negara telah sengaja menggunakan alat yang sudah disiapkan dengan motif untuk mendapatkan pengakuan. Hal-hal yang meringankan seharusnya tidak diperhitungkan ketika hakim menjatuhkan vonis.

Apabila hal yang meringankan diperhitungkan, seakan-akan tindak penyiksaan yang dilakukan tidaklah serius. Padahal penyiksaan merupakan pelanggaran berat terhadap HAM yang menyebabkan penderitaan fisik, psikologis, bahkan nyawa bagi korban.

Konsep penegakan hukum adalah indikator yang menjamin suatu aturan yang objektif, sehingga keadilan dapat diterima secara Pure Procedural Justice. Artinya, keadilan harus berproses sekaligus terefleksi melalui suatu prosedur yang adil untuk menjamin hasil yang adil pula guna memanusiakan manusia sebagaimana teori keadilan.

Kepentingan politik kerap menjadi hambatan dalam upaya pengungkapan pelanggaran hingga merintangi proses pengadilan terhadap pelaku yang bertanggung jawab seperti adanya semangat untuk menjaga nama baik, bersikap manipulatif, mengubah fakta peristiwa yang terjadi kemudian seolah-olah terlihat sulit untuk menjawab suatu tantangan dalam hal penyelesaian.

Sebagaimana ungkapan yang sering dipakai oleh Soekarno, dan yang paling terkenal, adalah Exploitation de I’Homme par I’Homme (Penghisapan manusia oleh manusia). Didasarkan sebuah ideologi perjuangan Marhaenisme yang mengangkat masalah penghisapan dan penindasan rakyat kecil yang terdiri dari kaum tani miskin, petani kecil, buruh miskin, pedagang kecil kaum melarat Indonesia yang dilakukan oleh para kapitalis, tuan-tanah, rentenir dan golongan-golongan penghisap lainnya.

Ir Soekarno berpikir, bahwa diperlukan sebuah landasan perjuangan (Flat Form Perjuangan) bagi bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari segala bentuk penindasan yang menyengsarakan tersebut. Sebuah ideologi perjuangan sekaligus sebagai ideologi pembebasan. Bahwa marhaenisme memiliki keperpihakan yang sangat besar terhadap kaum tertindas (marhaen) salah satunya korban atas penyiksaan.

_____
Baca berita terbaru di Saluran TribunPadang.com dan Google News

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved