Kasus Kekerasan Psikis Dominan Dialami Perempuan Selama Pandemi Corona, Berawal dari Krisis Ekonomi
Pandemi covid-19 menjadi sebuah persoalan baru dalam kehidupan perempuan dan perempuan mengalami banyak tantangan.
Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Mona Triana
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Pandemi Covid-19 menjadi sebuah persoalan baru dalam kehidupan perempuan dan perempuan mengalami banyak tantangan.
Lembaga swada masyarakat, Nurani Perempuan Women's Crisis Center (WCC) menemukan beragam kasus kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi covid-19.
Direktur Nurani Perempuan Women’s Crisis Center, Rahmi Merry Yenti mengungkap, sebagian besar kasus tersebut hanya diceritakan.
• Sempat Buang Narkoba Jenis Ganja ke Kolam, Pria Inisial BP Akui 2 Paket Ganja Adalah Miliknya
• Terupdate Tabel Harga HP Xiaomi Juli 2020: Redmi 7, Redmi Note 8, Mi A2 Lite, Mi 8 Lite
Hal itu sebagai cara bagi perempuan mengurangi penderitaan psikologis yang dialaminya.
Namun, pada beberapa kasus lainnya ada yang memutuskan untuk dilaporkan dan diproses di ranah hukum.
Berdasarkan pengalaman NPWCC, kekerasan psikologis menjadi bentuk kekerasan yang paling dominan dialami perempuan.
Hal itu berawal dari krisis ekonomi berdampak pada kekerasan psikologis.
• Korem 032/Wbr Berikan Tali Asih dan Sembako Kepada Panti Asuhan Anak Mentawai di Kota Padang
• Harga Emas Sabtu 18 Juli 2020 di Pegadaian Padang, Emas Antam Turun Satu Gram Rp 965.000
"Perempuan mengalami krisis ekonomi, yang biasanya dia bekerja berjualan di sekolah-sekolah, sekolah tutup akhirnya kehilangan pekerjaan," terang Rahmi Merry Yenti.
Sementara, suaminya yang seorang sopir travel juga tidak ada penumpang sehingga tidak ada penghasilan mencukupi.
Selain itu, ada kebijakan PSBB, ketika PSBB perempuan harus bekerja dari rumah, hal itu membuat beban bekerja semakin bertambah.
• Harga Kebutuhan Pokok di Padang Sabtu 18 Juli 2020, Telur Ayam Ras Rp 15.000 Per 10 Butir
• Info Deretan Terbaru Harga & Spesifikasi iPhone Juli 2020: iPhone 7 Plus, iPhone 8 Plus, iPhone X
Akibatnya, tingkat stres makin tinggi, banyak terjadi pertengkaran karena persoalan kecil, misalnya tidak mau berbagi peran di rumah antara pasangan suami istri.
"Seluruh korban KDRT akan menderita kekerasan psikologis, begitu juga korban kekerasan seksual, kekerasan fisik dan penelantaran," tambah Rahmi Merry Yenti.
Hal ini sangat menggambarkan bahwa kekerasan psikologis sangat banyak menimpa perempuan, namun sering tekanan psikologis tidak dianggap sebagai kekerasan yang berdampak besar dalam kehidupan perempuan.
Kondisi pandemi menjadi mimpi buruk bagi perempuan, dimana mereka semakin dekat dengan lingkaran kekerasan.
• Ingin Menjual Rumah Anang&Ashanty; Nyaris Ditipu, Calon Pembeli Pernah Menyumbang Rp 200 Miliar Hoax
• Promo Menarik Alfamart Periode 16-31 Juli 2020, Lihat Katalognya Ada Diskon 30 Persen Make Up Fair
• Promo Indomaret Juli 2020 dan Katalog Alfamart, Nikmati Promo JSM 17-19 Juli, Berlaku Hanya 3 Hari
Ketika perempuan tersebut seorang kepala keluarga, maka semua beban kehidupan harus dijalani, ditambah lagi ia harus bisa memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya dan ia juga berjuang agar terhindar dari segala penyakit.
Namun kondisi lebih buruk akan ditemui oleh banyak perempuan yang secara ekonomi bergantung pada suaminya.
Nilai- nilai patriarki sudah membangun cara pandang bahwa perempuan memiliki posisi dibawah laki-laki.
Sering relasi yang dibangun tidak setara, sehingga ketika terjadi pandemi maka perempuan akan memiliki beban kerja yang lebih banyak, sedangkan laki-laki tidak demikian.
• Nurani Perempuan: Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Rentan Terjadi pada Usia 1 hingga 18 Tahun
• Catatan Tahunan Nurani Perempuan:Ada 105 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Sepanjang 2019 di Sumbar
Nurani Perempuan mencatat dari Januari hingga Juli 2020, ada sebanyak 43 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke Nurani Perempuan.
Dari 43 kasus tersebut, 24 kasus merupakan kasus KDRT dan 19 kasus adalah kasus kekerasan seksual.
"Kalau data yang muncul di Nurani Perempuan itu data yang dilaporkan. Itu tidak hasil survei, kalau hasil survei pasti hasilnya lebih tinggi."
"Untuk beberapa kasus, ada beberapa terjadi di lingkungan saya sendiri, tetapi itu tidak dicatat, karena dia tidak melaporkan," ungkap Rahmi Merry Yenti.
Sedangkan paralegal komunitas dampingan Nurani Perempuan dari Maret hingga Mei menemukan sekitar 15 kasus kekerasan di ranah domestik selama masa pandemi Covid-19.
• Tingkatkan Pengetahuan dan Kesadaran Orangtua Mengenai Kekerasan Seksual Terhadap Anak
• 1 dari 3 Perempuan Pernah Alami Kekerasan, Staf Ahli Menteri PPPA: Pelaku Terbanyak Orang Terdekat
Kekerasan yang terjadi di ranah domestik berupa penelantaran dan kekerasan psikologis.
Hal ini terjadi karena pada masa pandemi covid-19 perempuan lebih banyak melakukan pekerjaan di rumah dan beban kerja semakin tinggi.
Selain itu, kondisi ekonomi semakin terpuruk karena banyak yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Tentu ada harapan baik kepada pemerintah, kata Rahmi Merry Yenti, ke depan bahwa jika pandemi terjadi pemerintah sudah memiliki SOP penanganan perempuan korban kekerasan di masa pandemi Covid-19, sehingga perempuan tidak mengalami kekerasan berlapis dan perlakuan diskriminatif.
• Demo di DPRD Sumbar, Jaringan Peduli Perempuan Desak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Disahkan
• Polisi Tak Temukan Tanda Kekerasan di Tubuh Mayat Pria di Kamar Mandi Musala Eks Balai Kota Padang
Pemerintah juga menyiapkan fasilitas untuk mengembangkan ekonomi kreatif bagi masyarakat, sehingga jika terjadi pandemi maka krisis ekonomi tidak terjadi.
Kemudian, pemerintah juga menyiapkan layanan konsultasi psikologis gratis bagi institusi keluarga di masa pandemi agar perempuan terhidar dari kekerasan. (*)