Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan
WALHI Sumbar: Penembakan Kasat Reskrim Solok Selatan Terkait Tambang Ilegal, Kapolri Harus Bertindak
Penembakan yang terjadi di Mapolres Solok Selatan, Jumat (22/11/2024), diduga terkait dengan aktivitas tambang ilegal.
Penulis: Rima Kurniati | Editor: Rahmadi
TRIBUNPADANG.COM, PADANG – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat menilai penembakan terhadap Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, AKP Ulil Riyanto Anshari, oleh rekannya sesama polisi sebagai bagian dari kejahatan lingkungan.
Penembakan yang terjadi di Mapolres Solok Selatan ini diduga terkait dengan aktivitas tambang ilegal.
Kasat Reskrim Polres Solok Selatan AKP Ulil Riyanto Anshari tewas setelah ditembak Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar di parkiran Polres Solok Selatan, Jumat (22/11/2024) pukul 00.15 WIB.
Penembakan terjadi setelah AKP Ulil Riyanto Anshar menangkap pelaku tambang galian C.
Kepala Departemen Advokasi Walhi Sumbar, Tommy Adam mengatakan pandangan Walhi Sumatera Barat terhadap kasus ini mengkonfirmasi ulang bahwa pelaku kejahatan lingkungan lebih kuat dibanding negara.
Baca juga: DPR Desak Kasus Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan Diusut Tuntas, Diduga Terkait Tambang Ilegal
"Bahkan di lingkungan kantor penegak hukum di kantor polisi, pejabat penegak hukum almarhum Kasat Reskrim Solok Selatan bisa dihabisi oleh Kabag Ops Polres Solok Selatan yang diduga bagian dan atau beking kejahatan tambang," katanya, Jumat (22/11/2024).
Tommy menambahkan, kasus ini seakan mengkonfirmasi rahasia umum kejahatan lingkungan tambang ilegal dibekingi oleh oknum-oknum pejabat Polri di lapangan.
Kasus ini juga seakan menjadi jawaban, kenapa tambang ilegal masif terjadi sepanjang tahun di wilayah hukum Sumatera Barat, meskipun puluhan nyawa melayang dan bencana ekologis terus berulang.
"Setelah rakyat dan lingkungan menjadi korban, kini pejabat Polri yang menumpas kejahatan lingkungan meski meregang nyawa di tangan rekan kerja sendiri," kata Tommy.
Ia meminta Kapolri harus asistensi langsung kasus ini, jadikan kembali kasus ini momentum bersihkan tubuh polri dari pelaku kejahatan lingkungan.
Baca juga: IPW Duga AKP Dadang Bekingi Tambang Ilegal pada Kasus Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan
Seluruh pejabat dan anggota Polri yang terbukti terlibat dalam kejahatan lingkungan, tambang ilegal harus dipecat dan dihukum, tidak hanya di lingkungan wilayah hukum kejadian a quo, tetapi seluruh wilayah hukum Polda Sumatera Barat.
"Kasus ini bukan soal kasus biasa, polisi vs polisi. Tetapi, negara vs penjahat lingkungan, Bertahun-tahun negara di permalukan pelaku kejahatan lingkungan melalui kejahatan tambang ilegal di Sumatera Barat, setelah kasus ini, akankah Negara kembali tunduk dan sujud pada pelaku kejahatan lingkungan?," katanya.
Menurutnya, tambang ilegal gampang ditemukan di banyak tempat di Sumatera Barat, mulai di tengah kampung hingga ke dalam hutan. Mulai dari daerah aliran sungai hingga areal pertanian pangan berkelanjutan.
"Puluhan alat berat bekerja setiap hari, ratusan galon BBM dipasok, bencana demi bencana ekologis terjadi, negara seakan tidak berdaya mengatasinya, kemudian berlindung dibalik kata rakyat. Ini demi perut rakyat, demi memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat yang lagi sulit. Belum ada pejabat Sumatera Barat yang bernyali dan tegas mengatakan ini bisnis illegal penguasa, pengusaha, serta penegak hukum pelaku kejahatan lingkungan," katanya.
Ia menambahkan Kapolri bisa memulai dari memeriksa Kapolda Sumatera Barat sebagai kepala penegak hukum di Sumatera Barat.
Baca juga: Pemkab Tanah Datar Belum Tetapkan UMK dan Bentuk Dewan Pengupahan, Tunggu Arahan Pemprov Sumbar
Sebab kasus ini kembali menggetarkan alarm genting perlindungan pejuang lingkungan. Jika sekelas Kasat Reskrim selaku penegak hukum mampu ditumpas oleh diduga pelaku kejahatan lingkungan di kantor polisi sendiri, bagaimana dengan individu, masyarakat, komunitas, jurnalis-wartawan, mahasiswa, aktivis pembela HAM, pejuang lingkungan, dan setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup baik dan sehat bisa berjuang dengan aman dan mendapat perlindungan.
Meskipun pasal 66 UU PPLH dan terbaru MenLHK mengeluarkan regulasi perlindungan pejuang lingkungan (PermenLHK 10 – 2024), tetapi kasus-kasus di lapangan mengkonfirmasi ternyata itu belum cukup kuat menjadi skema perlindungan pejuang lingkungan.
Salah satu jawabannya, karena pelakunya berada dan menjadi bagian lain dari institusi yang mestinya memberikan perlindungan. Pada bagian lainnya, kasus-kasus tambang ilegal menjadi rahasia umum terhubung ke aktor-aktor kekuasaan, baik eksekutif maupun legislatif.
Negara harus segera memperkuat regulasi dan kebijakan konkrit perlindungan bagi setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup.
"Jika akar kejahatan lingkungan yang tertanam/ditanam dan menguat di tubuh Polri termasuk di eksekutif dan legislatif tidak dicabut permanen, maka kita akan mengulang berbagai ragam bencana ekologis di Sumatera Barat yang diciptakan secara terbuka dan terang-benderang oleh pelaku kejahatan lingkungan," kata Tommy. (*)
Senpi Dadang Tak Berizin Sejak 2003, Ibunda Ulil Sebut Kelalaian yang Hilangkan Nyawa Anaknya |
![]() |
---|
Ibunda Sebut Kompol Ulil Anshar Tak Terima Suap, Cristina: Itu Buat Saya Bangga, Tapi Dibenci Pelaku |
![]() |
---|
Cerita Ibu Kompol Anumerta Ulil Anshar Rela Tinggal di Padang Ikuti Sidang dari Awal hingga Akhir |
![]() |
---|
Ibunda Kompol Ulil Anshar: Penembakan Anak Saya Bukan Spontan, tapi Pembunuhan Berencana |
![]() |
---|
Dadang Iskandar Divonis Penjara Seumur Hidup, Orang Tua Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar Kecewa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.