Dugaan Penyelewengan Dana Covid
Dugaan Mark Up Harga Hand Sanitizer, Bos Batik Tanah Liek Bantah Beri 'Fee' ke Istri Pejabat Sumbar
Pansus DPRD Sumbar telah memanggil rekanan yang memenangkan pengadaan hand sanitizer untuk penanganan Covid-19.
Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Saridal Maijar
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Pansus DPRD Sumbar telah memanggil rekanan yang memenangkan pengadaan hand sanitizer untuk penanganan Covid-19.
Batik Tanah Liek disebut-sebut perusahaan atau rekanan yang mendapat proyek pengadaan hand sanitizer dari istri Kepala Pelaksana BPBD Sumatra Barat (Sumbar) Erman Rahman.
Galeri Batik Tanah Liek Pusako Mandeh mengklarifikasi atas pemberitaan yang terjadi.
Baca juga: Temuan Baru Pansus soal Dugaan Penyelewengan Dana Covid-19 Sumbar: Izin 8 Rekanan Tak Lengkap
Owner Galeri Batik Tanah Liek, Yori Oktorino membantah memberikan fee kepada istri Kalaksa BPBD Sumbar Erman Rahman.
"Soal pemberian fee dari kami untuk istri kepala BPBD, itu sama sekali tidak benar. Tidak ada pemberian fee," kata Yori Oktorino, Kamis (25/2/2021).
Yori menyebutkan, penjualan hand sanitizer sesuai harga saat masa pandemi September 2020.
Ia mengaku, pihaknya juga memiliki izin penyediaan alat kesehatan.
Baca juga: Baru Rp 1,1 Miliar Kerugian Daerah yang Dikembalikan, Dugaan Mark Up Dana Hand Sanitizer Sumbar
"Salah satu anggota DPRD Sumbar menyebutkan tempat, kebetulan memang nama tempat kami itu CV Batik Tanah Liek. Tapi untuk izin alkes kami ada."
"Kita punya NIB-nya, di KBLI-nya kami ada, tertera untuk pengadaan alat kesehatan laboratorium dan kedokteran," ungkapnya.
Dalam pengadaan barang, kata Yori, pihaknya sebelumnya melakukan penawaran ke BPBD Sumbar.
Kemudian BPBD memanggil, pihaknya menyanggupi.
Baca juga: Dugaan Penyelewengan Dana Covid-19 Sumbar, Pengamat Hukum Kesehatan: Sanksinya Hukuman Mati
"Dapat proyek dari istri BPBD itu sama sekali tidak benar."
"Dapat proyek kita kasih penawaran ke BPBD. Kemudian BPBD menelfon memanggil karena mereka melakukan pengadaan untuk handsanitizer."
"Kita sanggupi. Itu sudah berjalan sesuai keaadaanya," jelas Yori.
Pada saat pandemi 2020, kata Yori, pihaknya melakukan pembelian barang alat kesehatan itu melalui Broker.
Kondisinya sangat darurat, bahkan mencari handsanitizer tidak bisa, tidak ditemukan, masker semua langka.
Baca juga: Dugaan Penyelewengan Dana Covid-19 Sumbar, Pansus DPRD: Perusahaan Batik Mengadakan Hand Sanitizer
"Jadi kita melalui broker, broker yang mengambil ke istri Kepala BPBD."
"Soal harga, kita punya faktur, itu sudah diperiksa BPK, kita sudah serahkan semua, penyediaan yang kita lakukan di BPBD, semua di BPK harganya 27 ribu," ungkap Yori.
Terkait kenapa harus ada pengembalian, Yori mengungkapkan, setelah pemeriksaan kemungkinan karena ada keterkaitan istri BPBD di dalam proyek itu.
Sebab, Batik Tanah Liek sebagai penyedia, mengambil barang ke broker, broker ambil barang ke istri kepala BPBD, istri kepala BPBD ambil barang ke distributor."
Otomatis yang namanya berjualan, lanjut Yori, mencari untung.
Baca juga: Dana Covid-19 Sumbar Rp 49 Miliar Diduga Diselewengkan, DPRD Bentuk Pansus, BPBD Membantah
Menurutnya, dari selisih harga 27 ribu ke 35 ribu itu sangat wajar.
Hanya saja karena di pemeriksaan BPK tetap diputuskan dikembalikan itu tidak masalah.
"Itu finalnya dan kita ikuti prosedurnya," tutur Yori.
Nominal yang sudah dikembalikan, Yori tak mau menyebutkan. Ia menyilakan untuk mengecek ke BPK saja.
Yori juga mengungkapkan, untuk sistem lelang itu diadakan pada kondisi normal, penunjukan langsung kepada siapapun, di BPBD sendiri ada aturannya, siapapun berhak untuk mengajukan penawaran atau pengadaan di BPBD.
Baca juga: INFO BMKG: Prakiraan Cuaca 33 Kota di Indonesia Jumat 26 Februari 2021, Hujan di Jakarta & Padang
Bagi yang menyanggupi mereka berhak karena saat itu kondisinya darurat, semuanya serba cepat.
"Harga per unit pada saat itu September 2020 harga kisaran ambil rata-rata Rp 35 ribu."
"Dalam berkas penawaran harga 1 unit Rp 35 ribu, yang disanggupi CV Batik Tanah Liek September itu 25 ribu botol. Batik Tanah Liek mengambil ke broker harganya Rp 27 ribu," imbuh Yori.
Kemudian, Yori mengatakan, sudah bertemu dengan wakil ketua pansus Nofrizon.
Ia pun sudah menyampaikan sanggahan tentang apa yang disebutkan tentang Batik Tanah Liek.
Akibat penyebutan nama tersebut, Yori mengaku mengalami kerugian.
"Kalau kerugian, kita tak bisa bicara nominal, cuma di sini lebih ke merusak merusak image kita."
"Semua yang diberitakan tidak benar. Lebih ke nama, makanya saya klarifikasi biar jelas, follower kita banyak, yang mencintai Batik Tanah Liek juga banyak," kata Yori.
Indikasi Penyelewengan Dana Covid-19
Ada indikasi penyimpangan anggaran penanganan covid-19 Sumatera Barat (Sumbar) tahun 2020.
Dari total dana covid-19 Rp 160 miliar, ada dugaan penyelewengan sebesar Rp 49 miliar.
Menindaklanjuti hal itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat (Sumbar) membentuk panitia khusus (pansus).
Baca juga: Bentuk Tim Reaksi Cepat, Semen Baturaja Belajar ke Semen Padang
Wakil Ketua Pansus DPRD Sumbar, Novrizon mengatakan, DPRD hingga saat ini berpijak pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Angkanya sekitar Rp 160 miliar. Pansus dibentuk semenjak 17 Februari lalu."
"Penyelewengan berkaitan dengan pengadaan cairan pembersih tangan atau handzanitizer," ungkap Novrizon, Rabu (24/2/2021).
Novrizon menambahkan, temuan LHP BPK dana diberikan ke Pemprov Sumbar sebesar Rp 160 miliar di tahun 2020 untuk penanganan covid-19.
Baca juga: UPDATE Corona Sumbar Rabu (24/2/2021) Pagi, Sudah 28.750 Warga Terinfeksi Covid-19 dan 26.991 Sembuh
Namun hanya Rp 150 miliar saja yang dipakai dan harus dikembalikan Rp 10 miliar.
"Dari temuan BPK, ada indikasi Rp 49 miliar dicurigai dan diragukan penggunaannya," tutur Novrizon.
Menurut Novrizon, Pansus telah mendalami kasus tersebut dan memanggil rekanan yang membuat handsanitizer.
Kemudian rekanan itu dimintai klarifikasi terkait izin pembuatan handsanitizer.
Rekanan tersebut mengaku mendapat izin membuat handzanitizer dari istri Kepala BPBD Sumbar.
Baca juga: DPRD Sumbar Segera Usulkan Pengesahan Pengangkatan Gubernur Terpilih ke Mendagri
Novrizon heran perusahaan rekanan tersebut membuat batik, tapi malah mengadakan handzanitizer.
"Anggaran tidak sedikit digunakan, bahkan banyak dibayar tunai hingga berjumlah miliaran."
"Dalam pengadaan handzanitizer itu terjadi pemahalan harga. Hal itu menurutnya diakui oleh Kepala BPBD Sumbar saat rapat bersama pansus," jelas Novrizon.
Bahkan, lanjutnya, Kepala BPBD Sumbar mengakui istrinya mendapat untung Rp 5 ribu setiap botol. Harga dari Rp 9 ribu menjadi Rp 35 ribu.
Baca juga: 11 Kepala Daerah di Sumbar Dilantik 26 Februari, Gubernur dan Wagub Maret 2021
"Itu baru satu item yang kami dalami, belum lagi yang lain seperti kacamata, masker, azmat dan lainnya," imbuh Novrizon.
Pihaknya juga sudah berkonsultasi dengan BNPB di Jakarta.
Konsultasi itu sebagai pembanding harga-harga di pengadaan alat covid-19 tersebut.
Menurut Novrizon, pansus akan terus bekerja hingga persoalan tuntas.
Selain BPBD, juga bakal diadakan pertemuan dengan OPD lainnya.
Baca juga: DPRD Sumbar Gelar Paripurna Usulan Pengesahan Pengangkatan Gubernur dan Wagub Sumbar
Penjelasan Kepala BPBD Sumbar
Saat dikonfirmasi TribunPadang.com, Kepala BPBD Sumbar Erman Rahman menjelaskan, pihaknya sudah memberikan klarifikasi kepada Pansus.
Menurutnya, dalam keadaan extraordinary (luar biasa), pembelian-pembelian dalam rangka percepatan penanganan covid-19 tidak diatur secara resmi.
"SOP dan petunjuk teknis tak ada, kita disuruh bekerja, bekerja dan menyiapkan."
"Ini kita lakukan, dalam pelaksanaan kegiatan dari hasil LHP BPK ada temuan Rp 4,9 miliar," ungkap Erman Rahman.
Baca juga: Siswa SMPN 10 Padang Positif Covid-19 Bertambah Jadi Lima Orang, Pembelajaran Tatap Muka Dibolehkan
Menurut Erman Rahman, memang terjadi kemahalan pada kondisi waktu itu dalam pembelian barang.
Akan tetapi, katanya, hal itu wajar-wajar saja karena barang sulit, permintaan tinggi.
Di sisi lain, Satgas diminta untuk memenuhi kebutuhan.
"Karena saat itu kebutuhan masyarakat itu nomor satu. Jangan sampai tidak ada."
"Karena sulit, kita membeli. Dari kacamata BPK terjadi kemahalan Rp 4,9 miliar dan sudah dikembalikan oleh pihak rekanan karena sesuai dengan pakta integritas kalau terjadi kemahalan mereka bersedia mengembalikan," tutur Erman Rahman.
Terkait indikasi dana Rp 49 miliar yang dicurigai dan diragukan penggunaannya, Erman Rahman menegaskan, tidak ada penyimpangan.
Baca juga: Siswa SMPN 10 Padang Positif Covid-19 Bertambah Jadi Lima Orang, Pembelajaran Tatap Muka Dibolehkan
Menurutnya, kegunaan dana itu sudah jelas. Di Buku Kas Umum sudah ada.
"Kalau umpamanya terindikasi Rp 49 miliar, kenyataannya tak sesuai. Kalau iya demikian akan ada kerugian negara, berarti harus dikembalikan, LHP sudah keluar."
"Itu cuma klarifikasi, nah itu bisa dilihat Rp 49 miliar itu di buku kas umum biar tampak penggunaannya."
"Beli itu sekian, itu sekian, itu sekian, itu, itu kan lengkap tuh, dapat dilihat di buku kas umum penggunaannya," tegas Erman Rahman.
Erman Rahman menuturkan, yang ia ketahui Pemprov Sumbar menerima dana untuk covid-19 sebesar Rp 150 miliar termasuk untuk karantina.
Baca juga: UPDATE Covid-19 Padang Senin 22 Februari 2021 Pagi: 14.223 Positif, 13.590 Sembuh dan 283 Meninggal
Ia menyatakan, dana itu sudah jelas peruntukannya.
"Ada buku kas umum yang merupakan bukti pengeluaran untuk apa saja uang itu digunakan, kan sudah jelas."
"Sedangkan dari Rp150 miliar itu ditemukan kemahalan harga Rp 4,9 miliar sudah dikembalikan penyedia sesuai fakta integritas sesuai dengan kontrak," ungkap Erman Rahman.
Saat ini, Erman Rahman menyebut pihaknya menunggu rekomendasi dari pansus.
"Kita ucapkan terima kasih kepada Pansus telah memberikan pengawasan sesuai tupoksinya apa yang direkomendasikan itu kita jadikan acuan untuk lebih baik lagi," tutup Erman Rahman. (*)