Kabupaten Padang Pariaman
Pemasungan ODGJ di Padang Pariaman, saat Solusi Keluarga Berlawanan dengan Prinsip Psikologi Humanis
Ironisnya, tindakan pemasungan seringkali muncul bukan atas dasar kekejaman, melainkan karena keterbatasan dan kebingungan keluarga.
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rezi Azwar
Ringkasan Berita:
- Isu pemasungan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) kembali mencuat di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
- Menurut Fitri Yanti, seorang Psikolog dan Dosen di Universitas Fort De Kock Bukittinggi, pemasungan bukanlah solusi, melainkan bentuk restriksi ekstrem yang merusak.
- Fitri Yanti melihat pemasungan yang terjadi di era modern ini hadir akibat akses layanan kesehatan jiwa terbatas.
TRIBUNPADANG.COM, PADANG PARIAMAN - Isu pemasungan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) kembali mencuat di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, mengungkap luka lama dalam penanganan kesehatan mental di Indonesia.
Tindakan ekstrem ini, kerap dianggap sebagai jalan pintas oleh keluarga yang putus asa, ternyata berbanding terbalik dengan prinsip pemulihan berbasis bukti ilmiah.
Menurut Fitri Yanti, seorang Psikolog dan Dosen di Universitas Fort De Kock Bukittinggi, pemasungan bukanlah solusi, melainkan bentuk restriksi ekstrem yang merusak.
“Dari sisi psikologi, pemasungan justru memperburuk kondisi mental dan fisik pasien karena menambah stres, mempertinggi risiko trauma, serta menghambat proses pemulihan,” tegas Fitri Yanti.
Baca juga: Beban Perawatan Berat, Keluarga di Padang Pariaman Lebih Pilih Pasung ODGJ
Ia menekankan bahwa tindakan ini secara fundamental bertentangan dengan prinsip penanganan kesehatan jiwa yang seharusnya humanis, berbasis pemulihan, dan didukung data ilmiah.
Ironisnya, tindakan pemasungan seringkali muncul bukan atas dasar kekejaman, melainkan karena keterbatasan dan kebingungan keluarga.
Fitri Yanti menjelaskan bahwa pemasungan menjadi pilihan terakhir karena beberapa faktor kritis yang masih mengakar di masyarakat.
Fitri Yanti melihat pemasungan yang terjadi di era modern ini hadir akibat akses layanan kesehatan jiwa terbatas.
Baca juga: Tiga Faktor Pemicu Pemasungan ODGJ di Padang Pariaman Diungkap Sosiolog Unand
Kondisi hari ini menurutnya jumlah psikolog dan psikiater terutama di daerah jauh dari pusat kota masih minim.
“Banyak stigma keluarga ODGJ bahwa biaya transportasi dan pengobatan mahal, padahal layanan psikiatri sebagian besar dapat ditanggung BPJS Kesehatan. Dengan catatan sesuai prosedur rujukan,” ujarnya.
Situasi tersebut membuat pihak keluarga bingung bagaimana cara mengelola perilaku agresif atau membahayakan pasien, sehingga memilih tindakan cepat untuk meredam risiko.
Alhasil, ketakutan sosial membuat keluarga memilih untuk mengamankan pasien dengan cara ekstrem agar tidak menimbulkan keresahan di lingkungan sekitar.
Baca juga: Fenomena Pemasungan ODGJ di Padang Pariaman Bukti Lunturnya Solidaritas di Ranah Minang
Kondisi pemasungan ini hanyalah puncak dari gunung es masalah kesehatan mental di Sumatera Barat.
Fitri Yanti menyoroti masih adanya tantangan struktural yang masih memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat.
Seperti rendahnya kesadaran masyarakat untuk mencari bantuan psikologis sejak munculnya gejala awal pada keluarga atau orang terdekat.
Akibatnya, banyak kasus baru tertangani setelah kondisi pasien sudah tergolong berat.
Baca juga: 26 ODGJ Padang Pariaman Ditemukan Dirantai dan Dikurung, Dinsos Sebut Sudah 6 Tahun Dipasung
Serta, Edukasi yang belum merata, terutama di daerah rural, menyebabkan gangguan jiwa sering disalah artikan sebagai gangguan gaib atau kelemahan pribadi alih-alih kondisi medis yang memerlukan intervensi profesional.
Sehingga, meski program bebas pasung sudah dicanangkan, implementasinya masih memerlukan penguatan, terutama dalam hal koordinasi lintas dinas dan ketersediaan tenaga profesional di lapangan.
Fitri Yanti memberikan penekanan bahwa kekerasan atau pemasungan tidak boleh menjadi pilihan.
Keluarga didorong untuk memanfaatkan pelayanan Puskesmas yang kini umumnya sudah memiliki program kesehatan jiwa.
Serta mengurus rujukan BPJS Kesehatan karena biaya seharusnya bukan menjadi hambatan utama.
Baca juga: Kasus Pemasungan ODGJ Dirantai dan Dikurung di Padang Pariaman, Dinsos Sebut Fenomena Gunung Es
“Keluarga juga bisa meminta pendampingan kader kesehatan, perawat jiwa, atau perangkat nagari untuk membantu mengawasi dan menangani perilaku pasien tanpa tindakan ekstrem,” sarannya.
Lebih lanjut, ia juga mengingatkan keluarga untuk peka terhadap deteksi dini depresi atau gangguan mental.
Perubahan perilaku mencolok seperti menarik diri, sulit tidur, hilang minat, mudah marah, atau bahkan ucapan ingin mengakhiri hidup yang muncul lebih dari dua minggu merupakan tanda serius bahwa pendampingan profesional sangat dibutuhkan.
Semakin cepat ditangani, semakin besar peluang pasien untuk pulih. (TribunPadang.com/Panji Rahmat)
| Fenomena Pemasungan ODGJ di Padang Pariaman Bukti Lunturnya Solidaritas di Ranah Minang |
|
|---|
| Ayah di Padang Pariaman Diduga Akhiri Hidup di Pohon Alpukat, Sempat Kirim Pesan Haru ke Anak |
|
|---|
| Catatan Aspila Sepekan Terakhir, Laporan Kasus Pemasungan Meningkat di Padang Pariaman |
|
|---|
| Buruh Asal Jawa Timur Ditemukan Tewas Gantung Diri Pakai Tali Nilon di Padang Pariaman |
|
|---|
| Aspila Lepaskan Dua ODGJ Dipasung Puluhan Tahun di Padang Pariaman, Kasus dan Nasib Berbeda |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/padang/foto/bank/originals/ODGJ-di-Padang-Pariaman-17112025.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.