ODGJ di Padang Pariaman
Tiga Faktor Pemicu Pemasungan ODGJ di Padang Pariaman Diungkap Sosiolog Unand
Tiga faktor pemicu pemasungan ODGJ di Padang Pariaman diungkap Sosiolog Universitas Andalas, Prof Afrizal,
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rahmadi
Ringkasan Berita:
- Lima laporan pemasungan ODGJ masuk dalam sepekan di Padang Pariaman.
- Dinsos temukan 26 kasus sepanjang 2025.
- Sosiolog Unand ungkap tiga faktor utama yang memicu pemasungan.
- Keluarga kesulitan merawat ODGJ karena tidak ada pendampingan dan BPJS.
- Pemasungan disebut mencerminkan lemahnya pengawasan dan penanganan ODGJ.
TRIBUNPADANG.COM, PADANG PARIAMAN – Tiga faktor pemicu pemasungan ODGJ di Padang Pariaman diungkap Sosiolog Universitas Andalas, Prof Afrizal, setelah masuknya laporan ke Aksi Solidaritas Piaman Laweh dan Pemkab Padang Pariaman dalam sepekan.
Laporan itu memunculkan data baru tentang peningkatan kasus pemasungan yang masih terjadi di sejumlah nagari.
Peristiwa menjadi perhatian publik sejak adanya lima laporan yang diterima oleh Aksi Solidaritas Piaman Laweh (Aspila) dan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman dalam rentang waktu satu pekan.
Dinas Sosial Padang Pariaman sendiri telah mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2025, sebanyak 26 kasus ODGJ terungkap mengalami perantaian dan pengurungan.
Sosiolog Universitas Andalas, Prof Afrizal, mengatakan, fenomena ini secara tidak langsung memperlihatkan bahwa masyarakat tidak memandang ODGJ sebagai manusia seutuhnya.
Baca juga: Semen Padang Taklukkan Persijap Jepara 2-1, Armando Oropa Jadi Penentu Kemenangan
Ia menjelaskan bahwa kehadiran ODGJ di tengah masyarakat sejauh ini sering diolokkan, dikucilkan, didiamkan, bahkan tidak diajak bercakap, sehingga para ODGJ ini mengamuk.
Kondisi ini, ditambah saat kehendak mereka tidak terpenuhi, membuat ODGJ menjadi masalah yang mengganggu, menyakiti, bahkan membahayakan diri sendiri, keluarga, dan warga setempat.
“Alhasil, pemasungan pun dipilih sebagai solusi terakhir, yang merupakan pilihan berdasarkan pandangan bahwa ODGJ harus disingkirkan karena dianggap sudah bukan lagi manusia, mengganggu, dan membuat malu,” ujarnya.
Prof Afrizal mengidentifikasi tiga faktor utama yang melatarbelakangi tindakan pemasungan.
Pertama adalah kesulitan perawat atau pengasuh di rumah, sebab ODGJ punya keinginan sendiri dan tentu harus ada orang yang menunggu serta memiliki tenaga khusus.
Baca juga: SIM Keliling Kota Padang Besok Beroperasi di Klinik Anisa Tabing, Dimulai Pukul 08.30 WIB
Kedua, masalah biaya dan BPJS. Meskipun penyakit jiwa dicover oleh BPJS Kesehatan, kuat dugaan banyak keluarga yang kesulitan mendanai pengobatan karena ODGJ tidak memiliki BPJS, atau keluarga enggan meluangkan waktu untuk mengurusnya.
Terakhir, kesulitan isolasi, karena ODGJ mengganggu dan susah dikendalikan di rumah, pemasungan dianggap jalan pintas.
Dalam konteks Minangkabau, di mana ikatan kekerabatan dan persukuan sangat kuat, fenomena ini menjadi tantangan bagi kaum dan bukti melemahnya solidaritas.
“Seharusnya, jika ODGJ tersebut adalah orang tua kandung atau adik kandung, dan keluarga inti tidak punya uang, ada mekanisme iuran anggota kaum, keluarga, atau suku untuk membiayai pengobatan,” tuturnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/padang/foto/bank/originals/ilustrasi-seorang-mengalami-depresi-18112025.jpg)