ODGJ di Padang Pariaman

Beban Perawatan Berat, Keluarga di Padang Pariaman Lebih Pilih Pasung ODGJ

Beban perawatan berat mendorong sejumlah keluarga di Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar).

Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rahmadi
Dokumentasi/Dinsos P3A Padang Pariaman
ODGJ PADANG PARIAMAN - Seorang pria berusia 45 tahun di Nagari Padang Bintungan, Kecamatan Nan Sabaris, ditemukan telah dirantai dan dipasung di rumahnya selama kurang lebih lima tahun terakhir. Beban perawatan berat mendorong sejumlah keluarga di Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar) melakukan pemasungan terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG PARIAMAN –  Beban perawatan berat mendorong sejumlah keluarga di Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar) melakukan pemasungan terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Temuan itu mengungkap meningkatnya kasus pemasungan yang masih terjadi di berbagai nagari.

Peristiwa  menjadi perhatian publik sejak adanya lima laporan yang diterima oleh Aksi Solidaritas Piaman Laweh (Aspila) dan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman dalam rentang waktu satu pekan.

Dinas Sosial Padang Pariaman sendiri telah mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2025, sebanyak 26 kasus ODGJ terungkap mengalami perantaian dan pengurungan.

Sosiolog Universitas Andalas, Prof Afrizal, mengatakan, fenomena ini secara tidak langsung memperlihatkan bahwa masyarakat tidak memandang ODGJ sebagai manusia seutuhnya.

Baca juga: Semen Padang Taklukkan Persijap Jepara 2-1, Armando Oropa Jadi Penentu Kemenangan

Ia menjelaskan bahwa kehadiran ODGJ di tengah masyarakat sejauh ini sering diolokkan, dikucilkan, didiamkan, bahkan tidak diajak bercakap, sehingga para ODGJ ini mengamuk.

Kondisi ini, ditambah saat kehendak mereka tidak terpenuhi, membuat ODGJ menjadi masalah yang mengganggu, menyakiti, bahkan membahayakan diri sendiri, keluarga, dan warga setempat.

“Alhasil, pemasungan pun dipilih sebagai solusi terakhir, yang merupakan pilihan berdasarkan pandangan bahwa ODGJ harus disingkirkan karena dianggap sudah bukan lagi manusia, mengganggu, dan membuat malu,” ujarnya.

Prof Afrizal mengidentifikasi tiga faktor utama yang melatarbelakangi tindakan pemasungan.

Pertama adalah kesulitan perawat atau pengasuh di rumah, sebab ODGJ punya keinginan sendiri dan tentu harus ada orang yang menunggu serta memiliki tenaga khusus.

Baca juga: SIM Keliling Kota Padang Besok Beroperasi di Klinik Anisa Tabing, Dimulai Pukul 08.30 WIB

Kedua, masalah biaya dan BPJS. Meskipun penyakit jiwa dicover oleh BPJS Kesehatan, kuat dugaan banyak keluarga yang kesulitan mendanai pengobatan karena ODGJ tidak memiliki BPJS, atau keluarga enggan meluangkan waktu untuk mengurusnya.

Terakhir, kesulitan isolasi, karena ODGJ mengganggu dan susah dikendalikan di rumah, pemasungan dianggap jalan pintas.

Dalam konteks Minangkabau, di mana ikatan kekerabatan dan persukuan sangat kuat, fenomena ini menjadi tantangan bagi kaum dan bukti melemahnya solidaritas.

“Seharusnya, jika ODGJ tersebut adalah orang tua kandung atau adik kandung, dan keluarga inti tidak punya uang, ada mekanisme iuran anggota kaum, keluarga, atau suku untuk membiayai pengobatan,” tuturnya.

Afrizal menegaskan, di sinilah solidaritas dunsanak yang ada di kampung dipertanyakan.

Sumber: Tribun Padang
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved