Revolusi Pelayanan 24 Jam, Tim CIGIN, Jawaban Perumda Tirta Anai Atas Erosi Kepercayaan Pelanggan

Air, Kata sederhana yang memuat kebutuhan paling mendasar bagi setiap sendi kehidupan.

Penulis: Panji Rahmat | Editor: Mona Triana
istimewa
TIRTA ANAI: Karyawan Perumda Tirta Anai, melakukan perbaikan pada pipa yang mengalami kerusakan di Padang Pariaman, Sumatera Barat, beberapa waktu lalu. Perbaikan pipa ini menjadi titik sentral bagi perusahaan untuk tetap menjaga pasokan air bisa mengaliri puluhan ribu pelanggan yang ada. 

“Jika kita bandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Padang Pariaman yang lebih dari 400 ribu jiwa, tersebar di 17 kecamatan dan 103 nagari plus layanan di 4 kecamatan Kota Pariaman angka 28.000 itu masih sangat kecil. Potensi kita luar biasa besar, tetapi belum tergarap maksimal,” tuturnya, membuka lembaran kegagalan historis.

Yoji menyimpan mimpi besar, Tirta Anai mengaliri 50.000 rumah warga Padang Pariaman pada tahun 2030.

Target ambisius, tapi baginya, sangat realistis. Syaratnya cuma satu, perubahan dari internal, baik segi budaya dan cara pikir pimpinan hingga karyawan.

“Andai saja pada periode-periode sebelumnya perusahaan ini dikelola secara profesional dan berorientasi pada pengembangan jangka panjang, target 50.000 pelanggan itu sangat mungkin sudah kita lampaui,” ujarnya, melayangkan kritik tajam ke masa lalu manajemen.

Selama bertahun-tahun, Tirta Anai seolah dibelenggu oleh paradigma usang perusahaan daerah adalah area bancakan atau sapi perahan.

Sebuah anggapan keliru yang membuat aset dieksploitasi habis-habisan tanpa diiringi perbaikan dan investasi yang memadai. Alhasil, para pelanggan tergadaikan.

Warisan kelam itu kini menjadi beban tak terhindarkan. Urat nadi perusahaan, jaringan pipa distribusi utama, sebagian besar tidak pernah diganti sejak tahun 1997.

Usianya sudah lebih dari seperempat abad, kondisinya rapuh, rentan bocor (menggerus pendapatan), dan ukurannya tak lagi sanggup memompa air untuk puluhan ribu kepala keluarga.

Agar bisa melakukan peremajaan total dan mencapai target 50.000 pelanggan impiannya, Yoji telah menghitung biayanya, dibutuhkan dana investasi kolosal, lebih dari Rp100 miliar.

Paling menyakitkan dari pengakuan Yoji adalah fakta bahwa peluang untuk berbenah pernah datang bukan hanya sekali, tapi berkali-kali, tapi semuanya diabaikan.

Ia mengenang dengan getir tawaran bantuan dari USAID pasca-gempa besar 2009.

Bantuan yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk perbaikan sistem dan pemasangan saluran baru, menguap begitu saja, hilang tanpa tindak lanjut serius dari manajemen kala itu.

“Begitu pula periode 2011-2015. Ada program bantuan pemerintah pusat melalui Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di lima titik. Program ini sangat pro-rakyat, di mana Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dibebaskan dari biaya pasang baru karena disubsidi negara,” ungkapnya.

“Sayangnya, program ini pun tidak dimanfaatkan secara maksimal,” tambahnya.

Warisan kegagalan masa lalu ini, memaksa pelanggan seperti Eka Guspriadi menutup layanan dan pelanggan seperti Andri Syahputra harus siaga di depan keran.

Sumber: Tribun Padang
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved