Pencabulan di Padang Pariaman

Kasus Dugaan Pelecehan 16 Murid di Padang Pariaman, Guru Dipecat tapi Tak Dilaporkan ke Polisi

Dugaan tindakan sodomi itu terjadi di rumah DS yang juga difungsikan sebagai tempat bimbingan belajar di luar jam sekolah.

Penulis: Panji Rahmat | Editor: afrizal
tribunlampung/dodi kurniawan
ILUSTRASI PENCABULAN- Seorang guru sekolah dasar (SD) swasta berinisial DS di Kecamatan V Koto Kampung Dalam, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat diduga melakukan pelecehan seksual terhadap sedikitnya 16 murid yang mayoritas masih berusia sekolah dasar. Kasus ini terungkap setelah beberapa anak menceritakan kejadian tersebut kepada orang tua mereka. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG PARIAMAN – Seorang guru sekolah dasar (SD) swasta berinisial DS di Kecamatan V Koto Kampung Dalam, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat diduga melakukan pelecehan seksual terhadap sedikitnya 16 murid yang mayoritas masih berusia sekolah dasar.

Kasus ini terungkap setelah beberapa anak menceritakan kejadian tersebut kepada orang tua mereka. 

Dugaan tindakan sodomi itu terjadi di rumah DS yang juga difungsikan sebagai tempat bimbingan belajar di luar jam sekolah.

Baca juga: Pengacara Guru Ngaji di Bukitinggi Akui Kliennya Cabul, Bantah Tudingan Persetubuhan Anak 9 Tahun

Kepala Sekolah, ED langsung mengambil tindakan setelah desas-desus dugaan pelecehan seksual ini menjadi pembicaraan. 

DS diberhentikan.

Sekretaris yayasan, ER, membenarkan bahwa DS telah diberhentikan secara permanen dari sekolah swasta di Kecamatan V Koto Kampung Dalam itu. 

Namun sebagian besar orang tua korban memilih menyelesaikan kasus ini melalui jalur kekeluargaan.

Kasat Reskrim Polres Pariaman, Iptu Rio Ramadhani, mengatakan hingga kini pihaknya belum menerima laporan resmi terkait dugaan kasus tersebut. 

“Laporannya tidak ada, kalau laporan masuk pasti akan kami proses sesuai prosedur yang ada,” ujarnya, Minggu (26/10/2025).

Baca juga: Keluarga Korban Laporkan Polisi Kasus Cabul oleh Eks TU SMAN 1 Sungai Geringging Padang Pariaman

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Pariaman, Fatmiyeti Kahar, mengaku telah mengetahui kasus ini sejak beberapa waktu lalu. 

Ia menyayangkan keputusan yayasan dan pihak keluarga yang memilih penyelesaian secara kekeluargaan.

“Alasannya tidak masuk akal karena bisa membuat trauma korban saat diperiksa polisi. Padahal jalur hukum justru bisa menciptakan ruang aman bagi anak,” ujarnya.

Fatmiyeti menambahkan, pihaknya juga tidak diberikan izin untuk mendampingi korban.

Padahal para korban diyakini mengalami trauma akibat perbuatan tersebut. 

Ia menilai langkah hukum penting dilakukan agar menimbulkan efek jera dan memungkinkan pendampingan medis serta psikologis bagi korban.

“Kalau dilaporkan seharusnya bisa menimbulkan efek jera, sekaligus pihak terkait bisa memberikan pendampingan medis dan psikis pada korban,” ujarnya.

Menurutnya, hingga kini belum ada tindakan tegas dari pemerintah setempat untuk memberikan pendampingan bagi para korban.

 

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved