Radar Tsunami di Pariaman Ditolak Warga
BREAKING NEWS Warga Pariaman yang Tolak Pembangunan Radar Tsunami Dilaporkan ke Polisi
Kasat menerangkan laporan tersebut sudah ditindaklanjuti pihaknya dengan langsung melakukan surat pemanggilan pada terlapor.
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rezi Azwar
Setelah festival usai, proses sterilisasi justru dilakukan pada 11 Juli 2025.
Tim gabungan yang terdiri dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Polri, dan TNI datang untuk melakukan persiapan dan berencana memindahkan lesehan (bangunan semi-permanen) milik warga.
Tindakan tanpa aba-aba ini langsung menimbulkan perlawanan dari masyarakat karena tidak adanya sosialisasi dan surat resmi.
Pertanyaan utama yang dilontarkan masyarakat adalah terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), perizinan pada pihak nagari (KAN Nagari Pasar Pariaman), dan sosialisasi terkait pembangunan pada masyarakat, terutama pedagang.
“Penindakan hari itu berakhir dengan segudang janji manis. Tim tersebut membuat komitmen akan melakukan sosialisasi dan mengusahakan bentuk master plan pembangunan serta izin-izin lainnya,” kenang Junasri, seraya menambahkan bahwa janji tersebut akan dipenuhi pada Rabu, 16 Juli 2025.
Namun, janji tersebut tidak ditepati. Pada Senin, 14 Juli 2025, tim gabungan kembali datang. Kali ini, tanpa negosiasi, dokumen yang diminta, atau waktu sosialisasi.
Baca juga: Dinas Perikanan Sijunjung Cari Tahu Penyebab Ribuan Ikan Mati di Lubuk Larangan Siaur
Seluruh bangunan semi-permanen di lokasi yang telah dipancang diangkat paksa menjauh dari bibir pantai.
Proses eksekusi ini dinilai cacat prosedur karena tanpa surat peringatan dari Satpol PP atau sosialisasi terkait pembangunan.
Seorang pedagang yang terdampak, Alfitra Nuzla terang-terangan menolak aksi tersebut.
Penolakannya didasari oleh cacat administrasi yang dilakukan tim gabungan, terutama Satpol PP, karena tidak adanya ruang negosiasi.
"Setelah kami tidak mendapatkan sosialisasi, surat pemberitahuan atau bahkan peringatan. Lesehan kami langsung diangkat. Saat ditanya jika ada kerusakan akibat eksekusi ini, petugas tidak mau memberi jaminan ganti rugi. Sedangkan kami tidak diberitahu," tegas Alfitra pada Selasa, 14 Juli 2025.
Alfitra mengaku, lokasi tempatnya berjualan adalah satu-satunya sumber pemasukan yang telah ia bangun sejak 1996.
Melalui usaha tersebut, ia menghidupi empat anak kandung dan enam anak asuh yang terlantar.
Usahanya ini juga dinilai telah membantu menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan mewujudkan cita-cita Kota Pariaman sebagai kota pariwisata.
"Kalau kami akan digusur, tentu kami butuh penjelasan yang masuk akal. Kalau saya tidak diizinkan lagi berjualan, saya harap pemerintah bisa membantu untuk meringankan beban hutang saya ratusan juta di Bank dalam membangun usaha ini," ujarnya sembari menahan kesedihan.
Baca juga: BREAKING NEWS Erupsi Gunung Marapi Lontarkan Abu Setinggi 1.200 Meter
radar tsunami
Pariaman
Sumatera Barat
TribunBreakingNews
Pantai Anas Malik
BMKG
Satpol PP Kota Pariaman
Polres Pariaman
Pendapatan Asli Daerah
Ferialdi
7 Fakta Penolakan Radar Tsunami Rp28 M di Pariaman, Pemerintah Klaim Demi Keselamatan dan Ekonomi |
![]() |
---|
Radar Tsunami Picu Konflik di Pariaman, Pemerintah Klaim untuk Kebaikan Bersama |
![]() |
---|
KAN Pasa Pariaman Kecam Proyek HF Radar: Hak Adat Dilanggar, Pedagang Digusur Tanpa Sosialisasi |
![]() |
---|
Pedagang Wanita Pariaman Lawan Penggusuran, Berjuang Bela Hak Dalam Pembangunan Radar Tsunami |
![]() |
---|
Kasat Pol PP Pariaman Laporkan Warga untuk Cegah Aksi Anarkis saat Penertiban Radar Tsunami |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.