Pemilu 2029
Pemisahan Pemilu dan Pilkada: MK Putuskan Jeda Waktu untuk Hindari Pragmatisme Politik
Hakim Arief Hidayat menyoroti dampak penyelenggaraan serentak yang memicu partai politik terjebak dalam pragmatisme, mengikis idealisme dan ideologi.
Penulis: Rahmadisuardi | Editor: Rahmadi
TRIBUNPADANG.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil keputusan penting terkait pelaksanaan pemilu dan pilkada, menetapkan bahwa mulai tahun 2029, kedua pesta demokrasi ini akan berjalan secara terpisah.
Hakim Arief Hidayat menyoroti dampak penyelenggaraan serentak yang memicu partai politik terjebak dalam pragmatisme, mengikis idealisme dan ideologi.
Arief menjelaskan, jadwal yang berdekatan membuat partai politik kesulitan menyiapkan ribuan kader untuk bersaing di semua jenjang pemilihan.
Dia menyoroti ihwal partai politik yang mudah terjebak dalam pendekatan praktis. Sehingga di satu sisi mengikis idealisme dan ideologi partai politik.
"Akibatnya, partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding keinginan menjaga idealisme dan ideologi partai politik," ujar Arief dalam sidang pembacaan putusan perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Baca juga: Cuma Diisi 30 Pedagang, Pemko Bukittinggi Selamatkan Keuangan Negara Tutup Stasiun Lambuang
Akibat pemilu dan pilkada serentak, partai politik disebut harus menyiapkan ribuan kader untuk dapat bersaing dan berkompetisi pada semua jenjang pemilihan.
Selain itu, dengan jadwal yang berdekatan, partai politik tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan perekrutan calon anggota legislatif pada pemilu.
Serta menyebabkan pelemahan pelembagaan partai politik yang pada titik tertentu partai politik menjadi tidak berdaya berhadapan dengan realitas dan kepentingan politik praktis.
"Misalnya, partai politik menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan untuk mengikuti keinginan para pemilik modal," jelas Arief.
"Dan semata memperhitungkan popularitas calon nonkader karena partai politik tidak lagi memiliki kesempatan, waktu, dan energi untuk mempersiapkan kader sendiri dalam waktu yang hampir bersamaan," sambungnya.
Akibatnya, perekrutan untuk pencalonan jabatan-jabatan politik dalam pemilihan umum membuka lebar peluang yang didasarkan pada sifat transaksional, sehingga pemilihan umum jadi jauh dari proses yang ideal dan demokratis.
Baca juga: Pemilu dan Pilkada Tak Lagi Serentak Mulai 2029, MK Putuskan Harus Ada Jeda 2 Tahun
Sebagai informasi, ke depan, pemilu akan dibagi menjadi dua tahap: pemilu nasional dan pemilu lokal (daerah) dengan jeda minimal dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan.
Secara teknis, pemilu nasional akan mencakup pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, dan DPD RI.
Sementara itu, pemilu lokal akan mencakup pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Kini, MK menyatakan norma Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai bahwa:
KPU Pesisir Selatan Tunggu Regulasi Usai MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah Mulai 2029 |
![]() |
---|
KPU Pesisir Selatan Dukung Putusan MK Pelaksanaan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah |
![]() |
---|
Ketua DPRD Sijunjung Tanggapi Putusan MK: Masa Jabatan Anggota DPRD Berpotensi Berubah |
![]() |
---|
KPU Sijunjung Ungkap Potensi Perpanjangan Jabatan Anggota DPRD Buntut Keputusan MK |
![]() |
---|
MK Pisahkan Pemilu dan Pilkada: Alasan Beban Berat Penyelenggara dan Partai Jadi Sorotan Utama |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.