Pemilu 2029

Pemilu dan Pilkada Tak Lagi Serentak Mulai 2029, MK Putuskan Harus Ada Jeda 2 Tahun

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghentikan keserentakan pelaksanaan Pemilu nasional dengan Pilkada dalam rentang waktu yang sama.

Penulis: Rahmadisuardi | Editor: Rahmadi
Tribunnews.com
PILKADA DAN PEMILU - Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghentikan keserentakan pelaksanaan Pemilu nasional dengan Pilkada dalam rentang waktu yang sama. 

TRIBUNPADANG.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghentikan keserentakan pelaksanaan Pemilu nasional dengan Pilkada dalam rentang waktu yang sama.

MK memutuskan gelaran Pilkada terjeda selama 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, serta anggota DPR dan DPD RI.

Putusan ini membuka babak baru dalam sistem kepemiluan di Indonesia, yang diharapkan membawa dampak positif bagi penyelenggaraan demokrasi.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Arief Hidayat untuk perkara nomor 135/PUU-XXII/2024, keserentakan semua jenis pemilihan membuat terjadi tumpukan beban kerja penyelenggara Pemilu yang juga berpengaruh pada kualitas penyelenggaraan.

Baca juga: LBH Padang Soroti Dugaan Kelalaian Penegakan Hukum dalam Kasus Femisida di Padang Pariaman

MK berkaca pada Pemilu 2019 dan 2024.

Keserentakan dipandang berimplikasi pada partai politik dalam menyiapkan kadernya.

Dalam waktu bersamaan Parpol harus menyiapkan ribuan kader untuk semua jenjang kontestasi pemilihan umum di tingkat nasional maupun daerah.

Kondisi itu membuat Parpol tidak berdaya berhadapan dengan realitas politik dan kepentingan politik praktis.

"Misalnya partai politik menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan untuk mengikuti keinginan para pemilik modal dan semata memperhitungkan popularitas calon non kader, karena partai politik tidak lagi memiliki kesempatan, waktu, dan energi untuk mempersiapkan kader sendiri dalam waktu yang hampir bersamaan," kata Arief dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Parpol terpaksa merekrut calon yang populer demi elektoral. Hal ini berakibat pada perekrutan pejabat politik bersifat transaksional.

Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, keserentakan membuat masalah pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional. 

Baca juga: Sebelum Penembakan Ulil, Dadang Iskandar Ikut Rapat Pengamanan Pilkada Bersama Eks Kapolres Solsel

Keserentakan juga dianggap telah membuat pemilih jenuh, karena mereka harus mencoblos dan menentukan pilihan dari banyaknya calon pada pemilihan legislatif nasional dan legislatif daerah, serta presiden dan wakil presiden.  

Banyaknya calon dalam kertas suara dan terbatasnya waktu di bilik suara juga membuat fokus pemilih terpecah. 

Kondisi ini disadari atau tidak, berdampak pada turunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat.

Saldi mengatakan, putusan menjeda 2 tahun antara pemilihan tingkat nasional dan tingkat daerah diputuskan karena setelah 5 tahun dari berlakunya Putusan MK Nomor 55 tahun 2019, pemerintah dan DPR belum melakukan perubahan atas UU 7/2017. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved