Kasus tppo

Cerita Warga Sumbar Korban TPPO Myanmar, Dipaksa Kerja 12 Jam Sehari dan Dijaga Sipil Bersenjata

Rio Fernando membagikan kisahnya menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar.

Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rahmadi
TribunPadang.com/Panji Rahmat
Rio Fernando (kiri), Korban TPPO asal Kudu Gantiang, V Koto Timur, Padang Pariaman, Sumatera Barat, bersama kakaknya di Mapolres Pariaman, Selasa (25/7/2023).. 

Gedung rusunawa dan kantor itu, di kelilingi pagar tembok setiap sisinya Rio melihat ada penjaga, warga sipil bersenjata.

"Lokasi perusahaan itu sekilas saya perhatikan seperti di sebuah perdesaan di Myanmar, jauh dari keramaian," jelas Rio mengingat kali pertama ia datang.

Di tempat itu Rio mengaku mendapat tempat tinggal yang layak, tapi makanannya tidak.

Selang sehari sampai di sana, besoknya Rio langsung bekerja, pekerjaannya dimulai dari siang hingga tengah malam, 12 jam per hari.

Baca juga: Populer Sumbar: Warga Sijunjung Korban TPPO Myanmar Sudah Pulang dan Klarifikasi Wabup Agam Mundur

Pekerjaannya di depan laptop, menghubungi sejumlah orang melalui telegram, ia bekerja sebagai skimmer.

Wilayah kerja Rio sebagai skimer meliputi India dan Indonesia. Ia bekerja mencari mangsa, menawarkan produk asuransi dengan menggunakan identitas perempuan.

Pekerjaan itu rutin ia lakukan selama 3 bulan, gaji yang didapat mencapai Rp 14 juta rupiah pada bulan pertama dan menurun setiap bulannya.

"Sejak mendapat gaji pertama saya sudah minta untuk pulang ke Indonesia, tapi tidak diizinkan," terang Rio

Tiga bulan bekerja itu ragam hukuman seperti mengangkat galon, lari, push up dan dipukuli pernah ia terima jika membuat kesalahan dan tidak mencapai target perusahaan.

Dalam tiga bulan pertama itu Rio masih bisa menggunakan telepon untuk berkomunikasi, tapi hanya saat pulang kerja.

Baca juga: Populer Sumbar: Warga Sijunjung Korban TPPO Myanmar Sudah Pulang dan Klarifikasi Wabup Agam Mundur

Namun, jam kerja yang padat membuatnya tidak sempat untuk membuka telepon menghubungi keluarga secara rutin.

Saat bulan keempat tingkat hukuman terus meningkat, pihak perusahaan melakukan pengembangan bisnis tapi tidak menguntungkan. Sehingga para karyawan dipaksa lembur dan terus menerima siksaan.

Hal ini ia ketahui dari seorang penterjemah bahasa dari Malaysia yang menjadi pemandunya di Myanmar.

Pada bulan keempat, Rio bersama 11 temannya asal Indonesia yang satu tempat tinggal, mencoba membuat video. Ia melakukan hal itu belajar dari 20 orang korban TPPO yang sudah lebih dulu viral.

Video tersebut ternyata viral, seluruh orang yang ada dalam video itu mendapat penyiksaan termasuk Rio. Ia mengaku sempat dipukuli dengan benda tumpul.

Halaman
123
Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved