Warga Sebut Serbuan Ubur-ubur di Pantai Pesisir Selatan Sudah 4 Bulan, 70 Nelayan Tak Bisa Melaut
Tahun ini, kehadiran ubur-ubur itu sudah terasa sangat mengganggu. Pasalnya, sudah 4 bulan terakhir ribuan ubur-ubur tak kunjung pergi.
Penulis: Rezi Azwar | Editor: afrizal
"Paling banyak ubur-ubur itu ada di Mandeh, karena disana airnya tenang. Dan, ubur-ubur suka ditempat yang tenang," katanya.
Ia juga mengatakan kalau pada saat melaut pada malam hari, ubur-ubur tersebut mengikuti kapal karena ada cahaya.
"Kalau dipaksakan ia masuk ke jaring, dan kita gatal-gatal dibuatnya. Ubur-ubur itu ada beberapa macam waenanya, dari putih, biru, dan merah," katanya.
Respon DKP Sumbar
Ubur-ubur terdampar di bibir pantai Sungai Pinang, Nagari Sungai Pinang, Kecamatan Koto XI, Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) terbilang fenomena langka.
Sejauh ini hal tersebut diduga bisa terjadi akibat perubahan suhu yang menjadi lebih hangat.
Demikian diungkapkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar, Yosmeri saat dihubungi TribunPadang.com, Jumat (9/8/2019).
"Untuk memastikan kita harus turun ke lapangan untuk melihat pola arus dan kondisi parameter kualitas perairan.
Saat ini tim loka kerentanan wilayah pesisir dan DKP sedang turun ke lapangan," kata Yosmeri.
Selain perubahan suhu, kata Yosmeri, blooming ubur-ubur biasanya juga terjadi karena adanya peningkatan nutrisi.
Sejauh ini lanjutnya, hal itu disebabkan oleh upwelling atau peningkatan nitrat/nitrit karena limbah atau adanya plankton blooming.
Di samping itu, Yosmeri juga menjelaskan alasan hingga kawanan Ubur-ubur terdampar di bibir pantai.
"Perkiraannya mungkin, karena arus yang kuat ke arah pantai dan dibarengi dengan waktu surut, sehingga Ubur-ubur belum sempat balik kanan ke laut.
Perkiraan kedua, mereka makan blooming plankton yang beracun, sehingga mati di bibir pantai," jelas Yosmeri..
Biasanya, tambah Yosmeri, spesies Aurelia Sp sensitif terhadap suhu tinggi dan DO rendah.
"Kejadian ini sering terjadi di beberapa wilayah terutama yang berhadapan langsung dengan samudera. Jadi bisa karena pengaruh variabilitas iklim samudera," tambah Yosmeri.
Pihaknya meminta masyarakat di sekitar untuk tidak berenang selama masih banyak ubur-ubur di air.
Selanjutnya, mengimbau masyarakat untuk tidak memainkan atau memegang tentakel ubur-ubur yang sudah terdampar, karena sel penyengat masih aktif.
"Bisa juga segera menghubungi dokter/puskesmas/rumah sakit apabila ada warga yang terkena sengatan," tutup Yosmeri. (*)