Warga Sebut Serbuan Ubur-ubur di Pantai Pesisir Selatan Sudah 4 Bulan, 70 Nelayan Tak Bisa Melaut
Tahun ini, kehadiran ubur-ubur itu sudah terasa sangat mengganggu. Pasalnya, sudah 4 bulan terakhir ribuan ubur-ubur tak kunjung pergi.
Penulis: Rezi Azwar | Editor: afrizal
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rezi Azwar
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Serbuan ribuan ubur-ubur di Nagari Sungai Pinang Pesisir Selatan Sumatera Barat sudah terjadi cukup lama.
Setidaknya sudah empat bulan ribuan ubur-ubur berada di sekitar pantai maupun terdampar.
Menurut warga setempat Erman Tanjung (50), sejak dahulu ubur-ubur itu memang datang setiap tahun.
Secara rutin mereka terdampar di pantai.
"Saya masih ingat ketika waktu kecil, saya dimarahi oleh kakek saya karena bermain di pantai saat ada ubur-ubur," katanya
• FOTO: Ribuan Ubur-ubur Serbu Pantai di Pesisir Selatan, Terdampar dan Penuhi Pantai di Sungai Pinang
• Fenomena Ribuan Ubur-ubur Terdampar di Pantai Pesisir Selatan, Peneliti KKP Temukan Keanehan
Larangan bermain saat ada ubur-ubur karena bisa menyebabkan gatal-gatal.
Namun, tak berlangsung lama sehingga tak begitu mengganggu nelayan.
Tahun ini, kehadiran ubur-ubur itu sudah terasa sangat mengganggu.
Pasalnya, sudah 4 bulan terakhir ribuan ubur-ubur tak kunjung pergi.
"Saat ini terlalu lama. Karena sudah sekitar empat bulan," katanya, pada TribunPadang.com, Jumat (9/8/2019).
Banyak nelayan yang ada di Nagari Sungai Pinang terpaksa berhenti melaut akibat kemunculan ubur-ubur.
Selama empat bulan nelayan hanya di rumah dan ada yang beralih profesi jadi petani.
• Ubur-ubur Serbu Pantai di Sungai Pinang Pesisir Selatan Sumbar, Ikuti Nelayan Bila Melaut Malam Hari
• Ubur-ubur Terdampar di Bibir Pantai Sungai Pinang Pesisir Selatan, Ini Kata DKP Sumbar
"Akibat ubur-ubur ini kami tidak melaut, karena menganggu aktivitas saat melaut," kata Erman Tanjung (50) nelayan yang tinggal di Nagari Sungai Pinang, Jumat (9/8/2019).
Ia menjelaskan bahwa tidak hanya di Nagari Sungai Pinang saja, fenomena ini juga terjadi di sepanjang bibir pantai Nagari Sungai Pinang.
"Saat ini kami menjadi susah, ada sekitar 70 nelayan di sini memilih tidak melaut akibat banyaknya ubur-ubur," katanya.

Ia menjelaskan bahwa biasanya ia melaut untuk menangkap ikan seperi teri , tanan dan lainnya.
"Kami yang biasanya menjaring ikan atau memukat menjadi sangat jarang, karena tidak mendapatkan ikan, hanya mendapatkan ubur-ubur yang berat saat diangkat ketika masuk dalam jaring," katanya.
• VIDEO - Ubur-ubur yang Bergelimpangan di Pantai Sungai Pinang Sempat Ganggu Aktifitas Nelayan
• Ubur-ubur Terdampar di Bibir Pantai Sungai Pinang, Ini Kata BMKG Minangkabau Padang Pariaman
"Namun, ini terlalu lama. Kami jadi teraniaya, karena kami tidak ada pekerjaan dibuatnya," katanya.
Ia menceritakan warga membutuhkan penghasilan karena anak-anak mereka harus sekolah.
Biaya diperlukan untuk menuju sekolah bagi anak-anka mereka karena yang jauh jaraknya dari desa.
"Di sini sekolah hanya sampai SMP, untuk melanjutkan pendidikan ke SMA harus keluar dan jauh," katanya.
Nelayan Nagari Sungai Pinang, Kecamatan XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan memilih tidak melaut setelah pantai diserbu ubur-ubur.
Hingga saat ini, ribuan ubur-ubur masih terdampar di pinggir pantai di nagari Sungai Pinang.
Pantauan TribunPadang.com di Nagari Sungai Pinang, ribuan ubur-ubur terdampar ini sekitar Pulau Erong.
Lokasi tidak dapat ditempuh dengan kendaraan.
Namun harus berjalan kaki melewati bibir pantai.
Jika air pasang harus melewati tepi bebukitan di tepi bibir pantai.
Sesampai di lokasi terlihat ribuan ubur-ubur yang telah mati tergeletak di tepi bibir pantai.
Terlihat bangkai ubur-ubur di dalam air tepi bibir pantai serta juga banyak bangkai ubur-ubur sudah tertimbun oleh pasir.
Salah seorang nelayan bernama Jasman (44) mengatakan bahwa ubur-ubur ini telah lama menyerbu pantai dan selalu ada setiap tahun.
"Masalah munculnya saya tidak tahu karena apa, namun dalam setiap tahun ada muncul sekali dalam setahun, dan itu ada selama satu bulan," katanya.
Namun, ia menjelaskan bahwa kejadian tahun ini terlalu lama.
Dirinya dan nelayan laintidak dapat melaut untuk menangkap ikan.
"Kejadian pada tahun ini lebih banyak daripada tahun lalu, dan sekarang terlalu lama. Karena sudah empat bulan belum juga habis," kataya.
Ia menjelaskan akibat ubur-ubur ini ia berhenti menjaring ikan.
Bila dipaksakan, ubur-ubur ikut tarjaring sehingga jala menjadi sangat berat.
"Dahulu semua pantai, namun di tempat lain sudah tidak ada lagi. Namun, di sini tidak dapat habis," katanya.
Ia mengatakan untuk memenuhi kebutuhan setiap harinya agar dapurnya tetap berasap, ia harus beralih dan memutar otaknya dari nelayan ke petani.
"Kalau musim ubur-ubur ini penghasilan kami jadi nol," katanya.
Ia juga mengatakan bahwa masyarakat Nagari Sungai Pinang menyebutnya dengan 'Bu bu'.
"Apalagi jika dipaksakan untuk melaut, kami harus berhadapan dengan ubur-ubur, dan kami menjadi gatal-gatal dibuatnya," katanya.
Hal yang sama dikatakan oleh Herman Tanjung (50), seorang nelayan mengatakan bahwa saat ini sudah sekitar empat bulan.
"Sejak bulan April, sudah ada empat bulan. Biasanya sebulan, dalam setahun. Namun, saat sudah terlalu lama," katanya.
Ia menjelaskan ubur-ubur ini juga terlihat Mandeh, Sungai Nyalo, Sungai Pinang.
"Paling banyak ubur-ubur itu ada di Mandeh, karena disana airnya tenang. Dan, ubur-ubur suka ditempat yang tenang," katanya.
Ia juga mengatakan kalau pada saat melaut pada malam hari, ubur-ubur tersebut mengikuti kapal karena ada cahaya.
"Kalau dipaksakan ia masuk ke jaring, dan kita gatal-gatal dibuatnya. Ubur-ubur itu ada beberapa macam waenanya, dari putih, biru, dan merah," katanya.
Respon DKP Sumbar
Ubur-ubur terdampar di bibir pantai Sungai Pinang, Nagari Sungai Pinang, Kecamatan Koto XI, Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) terbilang fenomena langka.
Sejauh ini hal tersebut diduga bisa terjadi akibat perubahan suhu yang menjadi lebih hangat.
Demikian diungkapkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar, Yosmeri saat dihubungi TribunPadang.com, Jumat (9/8/2019).
"Untuk memastikan kita harus turun ke lapangan untuk melihat pola arus dan kondisi parameter kualitas perairan.
Saat ini tim loka kerentanan wilayah pesisir dan DKP sedang turun ke lapangan," kata Yosmeri.
Selain perubahan suhu, kata Yosmeri, blooming ubur-ubur biasanya juga terjadi karena adanya peningkatan nutrisi.
Sejauh ini lanjutnya, hal itu disebabkan oleh upwelling atau peningkatan nitrat/nitrit karena limbah atau adanya plankton blooming.
Di samping itu, Yosmeri juga menjelaskan alasan hingga kawanan Ubur-ubur terdampar di bibir pantai.
"Perkiraannya mungkin, karena arus yang kuat ke arah pantai dan dibarengi dengan waktu surut, sehingga Ubur-ubur belum sempat balik kanan ke laut.
Perkiraan kedua, mereka makan blooming plankton yang beracun, sehingga mati di bibir pantai," jelas Yosmeri..
Biasanya, tambah Yosmeri, spesies Aurelia Sp sensitif terhadap suhu tinggi dan DO rendah.
"Kejadian ini sering terjadi di beberapa wilayah terutama yang berhadapan langsung dengan samudera. Jadi bisa karena pengaruh variabilitas iklim samudera," tambah Yosmeri.
Pihaknya meminta masyarakat di sekitar untuk tidak berenang selama masih banyak ubur-ubur di air.
Selanjutnya, mengimbau masyarakat untuk tidak memainkan atau memegang tentakel ubur-ubur yang sudah terdampar, karena sel penyengat masih aktif.
"Bisa juga segera menghubungi dokter/puskesmas/rumah sakit apabila ada warga yang terkena sengatan," tutup Yosmeri. (*)