Keracunan MBG di Agam
Kepala KPPG Salahkan Kelalaian SPPG Penyebab Keracunan MBG di Agam: "Kita Tak Ada Niat Jahat"
Kasus keracunan massal program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, yang menimpa lebih dari seratus pelajar,
Penulis: Fajar Alfaridho Herman | Editor: Rahmadi
TRIBUNPADANG.COM, AGAM – Kasus keracunan massal program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, yang menimpa lebih dari seratus pelajar, memicu evaluasi serius dari pemerintah.
Kantor Pelayanan Pemenuhan Gizi (KPPG) Pekanbaru yang membawahi wilayah Riau, Kepri, dan Sumbar memastikan bahwa kasus ini diduga terjadi akibat kelalaian teknis di lapangan, bukan unsur kesengajaan.
Kepala KPPG Pekanbaru, Syartiwidya, menegaskan bahwa distribusi makanan yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) bisa menjadi salah satu penyebab keracunan.
“Kita dari BGN kan tidak pernah ada yang berniat jahat di sini, tapi mungkin karena ada kelalaian. Kadang masakan diproses terlalu cepat, sementara jarak distribusi jauh. Itu sudah melanggar juknis yang ada,” kata Syartiwidya, Kamis (2/10/2025).
Menurutnya, KPPG telah memberi peringatan keras kepada dapur Sentra Penyedia Pangan Gizi (SPPG) yang melanggar aturan.
Baca juga: HUT ke-80 TNI, Pemko Padang Bersama Kodaeral II Gelar Kegiatan Bakti Sosial dan Kesehatan
Untuk sementara, dapur yang bermasalah akan dihentikan operasionalnya hingga memenuhi seluruh syarat, mulai dari sanitasi, kualitas air, hingga sertifikasi.
“Kalau bangunan dapurnya belum sesuai standar, ya harus diperbaiki dulu. Sertifikat harus ada. Kalau semua sudah terpenuhi, silakan buka lagi. Karena kami juga paham, dapur ini sudah investasi besar, ratusan juta hingga miliaran rupiah. Jadi, pemberhentian bukan berarti penutupan permanen, tapi sampai syaratnya lengkap,” ujarnya.
Syartiwidya menjelaskan bahwa seharusnya sistem pengawasan mutu sudah berjalan dari hulu hingga hilir.
Mulai dari quality control (QC) bahan baku seperti ayam, mie, hingga buah segar, lalu pencucian peralatan makan (ompreng) sesuai standar tiga tahap hingga tahap akhir menggunakan air panas.
Selain itu, dapur juga wajib memenuhi standar higienis, termasuk bebas dari hewan pengganggu dan memiliki sistem pengeringan alat makan yang memadai.
Baca juga: Klaim Tanah Pusako Tinggi Picu Kericuhan di Sijunjung, Pemohon Eksekusi Buka Suara Asal Usul Lahan
“Kalau semua aturan itu dipatuhi, insyaAllah aman. Persoalannya sering kali ada yang menurunkan kualitas. Misalnya bahan baku yang seharusnya senilai Rp10 ribu diganti dengan kualitas Rp8 ribu. Itu jelas menurunkan standar gizi dan keamanan pangan,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya koordinasi antara penyelenggara dapur MBG, pemerintah daerah, dan tenaga gizi.
“Kepala dapur itu adik-adik kita, ahli gizi, relawan, dan semua harus bekerja sesuai regulasi. Pemerintah daerah juga harus aktif mengawasi, karena program ini milik negara untuk rakyat,” ujarnya.
Terkait kasus di Kabupaten Agam, Syartiwidya menyebut evaluasi menyeluruh sedang dilakukan. Regulasi baru juga tengah disusun untuk memperketat standar kelayakan dapur MBG.
“Program ini kan belum satu tahun berjalan, jadi masih tahap perbaikan. Regulasi sedang diperketat, termasuk penambahan insentif guru yang sudah diatur lewat surat edaran. Semua ini bagian dari penyempurnaan,” jelasnya.
Baca juga: Bupati Agam Akui 7 Dapur MBG Tak Layak Beroperasi, Putuskan Tutup Sementara Usai 110 Orang Keracunan
Syartiwidya memastikan, jika seluruh aturan ditaati, maka program MBG tidak hanya mampu meningkatkan gizi anak sekolah dan masyarakat rentan, tapi juga bisa menggerakkan ekonomi lokal melalui dapur-dapur yang ada di nagari.
“Pesan saya sederhana, hati-hati, patuhi aturan, dan jangan abaikan standar. Kalau semua sesuai regulasi, program ini akan sangat bermanfaat,” tutupnya.
Pengawasan Lemah
Sebanyak 110 orang menjadi korban keracunan MBG di Agam usai menyantap makanan dari dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Fakta di lapangan mengungkap sebagian besar Sentra Penyedia Pangan Gizi (SPPG) ternyata belum memiliki izin lengkap namun malah beroperasi.
Bupati Agam Benni Warlis mengakui lemahnya pengawasan pemerintah daerah dalam menjalankan program.
Dari sembilan SPPG di Agam, hanya dua yang memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sesuai syarat dasar pengelolaan dapur.
“Persyaratan seperti SLHS hingga standar sanitasi harus dipenuhi. Kenyataannya, sebagian besar belum. Bahkan dapur yang kemarin menimbulkan kasus keracunan tidak memiliki izin lengkap, baik air bersih maupun dokumen lingkungan. Ini yang menjadi masalah serius,” ujar Benni, Kamis (2/10/2025).
Ia menilai, lemahnya standar dan kurangnya pengawasan di tingkat SPPG berpotensi menimbulkan dampak besar bagi masyarakat.
Baca juga: Jadwal Acara Moji TV Jumat 3 Oktober 2025: Voli Moji, American Ninja Warrior Junior
“Kalau ini dibiarkan, kualitas pangan tidak terkontrol, dan risiko seperti kemarin bisa terulang kembali. Karena itu, saya tegaskan, semua SPPG yang belum memenuhi syarat harus ditutup sementara sampai izinnya benar-benar lengkap,” tegasnya.
Benni juga mengungkapkan adanya kerancuan perjanjian kerja sama antara penyelenggara MBG dengan sekolah penerima manfaat.
Menurutnya, kontrak program seharusnya dilakukan oleh pihak penyedia dan pemerintah, bukan dengan sekolah.
“Sering terjadi perdebatan karena ada perjanjian dengan sekolah. Padahal sekolah itu hanya penerima manfaat. Jika terjadi masalah seperti keracunan, pihak sekolah sering merasa ditekan untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan dan tidak boleh melapor. Ini berbahaya,” jelas Benni.
Ia menilai pola tersebut membebani pihak sekolah yang seharusnya hanya fokus pada pendidikan.
“Kepala sekolah bukanlah pihak yang harus membagikan makanan atau menanggung risiko bila ada masalah. Tugas mereka mendidik, bukan mengelola logistik program,” tambahnya.
Baca juga: Kasus Keracunan MBG di Agam, Bupati Ungkap Dapur SPPG Tidak Layak dan Perizinan Belum Lengkap
Benni memastikan Pemkab Agam telah mengambil sejumlah langkah pasca insiden keracunan. Pihaknya bersama Dinas Kesehatan, Puskesmas, serta laboratorium pangan telah mengambil sampel makanan untuk diperiksa lebih lanjut.
“Kami sudah mengamankan sampel dan mengirimkannya ke laboratorium. Kita juga sudah menegur pihak SPPG terkait dan menghentikan operasional dapurnya sementara waktu,” ucapnya.
Ia menambahkan, koordinasi terus dilakukan dengan dinas terkait, baik Dinas Pangan, Dinas Kesehatan, maupun instansi lingkungan hidup, agar program MBG tetap berjalan namun dengan pengawasan ketat.
Bupati Agam menekankan, pemerintah daerah siap memfasilitasi perizinan dan memberikan kemudahan kepada pengelola dapur MBG. Namun, ia menegaskan, keamanan dan keselamatan masyarakat adalah prioritas utama.
“Jika chemistry antara penyedia dengan pemerintah daerah sudah terbentuk, kita akan awasi bersama-sama sehingga program ini aman. Tapi sekali lagi, SPPG yang belum memenuhi persyaratan harus ditutup terlebih dahulu. Jangan sampai masyarakat jadi korban karena kelalaian,” pungkasnya.
Kesaksian Korban
Keracunan massal diduga akibat program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Agam, Sumatera Barat kembali memakan korban.
Seorang siswi penerima program mengungkapkan kejanggalan pada menu nasi goreng yang ia santap.
Siswa tersebut bernama Hanifa, ia merupakan penerima program MBG sejak awal September 2025.
Selama menikmati program siswa kelas 1 SMP tersebut sudah merasakan banyak hal aneh dari makanan yang disajikan.
Ia mengaku sempat mendapatkan ayam yang masih berdarah, nasi asin dan bahkan beberapa lauk yang sudah mengeluarkan bau tidak enak.
Baca juga: Media Inggris Sebut Nasib Ruben Amorim di Man United Terjawab Setelah 1 November 2025 Mendatang
“Kadang saya makan, atau saya sisihkan. Mubazir rasanya kalau tidak di makan. Meski tidak ada paksaan,” ujarnya, Kamis (2/10/2025).
Meski sudah menunjukkan tanda-tanda hal yang ditakutkan hanifa terjadi juga pada Rabu (1/10/2025).
Ia menyantap menu nasi goreng dengan telur dadar hari itu, saat akan memakannya, hanifa sudah curiga dengan warna telur dadar yang sudah menghitam.
“Warna telurnya agak menghitam, tapi saya yakin itu bukan gosong,” ujarnya.
Kendati demikian, karena tidak ada rasa yang aneh ia tetap melahapnya hingga habis.
Alhasil pada malam hingga pagi ini (Kamis) hanifa mengalami muntah pusing dan demam, hingga harus dilarikan ke rumah sakit.
Baca juga: Chord Lagu Minang Sakapa Cinto - Vicky Koga & Putri Jelia: Disaksikan Langik Biru Kapa Cinto Balayia
Korban Bertambah
Total korban keracunan yang diduga berasal dari program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, melonjak tajam hingga mencapai 108 orang pada Kamis (2/10/2025) siang.
Lonjakan kasus keracunan ini bertambah dibanding data Rabu malam (1/10/2025) yang hanya mencatat 86 korban, namun bertambah 22 orang baru pada hari Kamis.
Data terbaru ini mencakup pasien yang tersebar di wilayah Nagari Manggopoh dan Kampung Tangah, dengan perawatan dilakukan di RSUD Lubuk, RSIA Rizki Bunda, dan Puskesmas Manggopoh.
Para korban yang jatuh sakit sangat beragam, mulai dari pelajar (TK, SD, MTs, SMP), guru, hingga orang tua, dan lainnya.
Dari total 108 korban tersebut, tercatat, 41 orang masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit dan puskesmas.
Baca juga: Inilah Jadwal Acara TV Jumat 3 Oktober 2025 di NET TV, SCTV, RCTI, Trans TV, Trans 7 dan Indosiar
Serta 67 orang telah diizinkan pulang ke rumah setelah kondisi mereka membaik.
Menurut Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Agam, Roza Syafdefianti, semua korban telah menerima layanan kesehatan yang diperlukan di fasilitas-fasilitas tersebut.
"Pihak berwenang terus memantau situasi setelah lonjakan kasus keracunan ini," katanya.
Korban Masih Jalani Perawatan
Sebanyak 24 korban keracunan MBG masih menjalani perawatan di RSUD Lubuk Basung hingga Kamis (2/10/2025).
Para pasien sebelumnya mengalami gejala setelah menyantap nasi goreng dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Agam.
Direktur RSUD Lubuk Basung, dr. Riko Krisman, menyebutkan rumah sakit sempat menangani 27 pasien. Namun, tiga di antaranya sudah dipulangkan karena kondisi sudah stabil.
"Hingga Kamis (2/10/2025), kami masih merawat 24 pasien di RSUD Lubuk Basung. Sebelumnya, kami sempat merawat total 27 korban, namun tiga di antaranya sudah kami izinkan pulang karena kondisi mereka sudah membaik," ujar dr. Riko Krisman.
Pasien yang dirawat, menurut Riko, adalah bagian dari total 86 kasus yang mengalami gejala keracunan di Nagari Manggopoh dan Kampung Tangah, mencakup pelajar, guru, dan anggota keluarga siswa.
Baca juga: Pria di Sarilamak Lima Puluh Kota Diringkus Polisi Gegara Simpan Dua Paket Ganja dalam Kotak Rokok
"Keluhan utama yang dialami para korban umumnya adalah pusing dan mual setelah mengonsumsi nasi goreng yang merupakan bagian dari program MBG," jelasnya.
Saat ini, seluruh pasien yang tersisa di RSUD Lubuk Basung masih menjalani perawatan intensif.
Meskipun demikian, Riko menegaskan bahwa kondisi klinis para pasien secara umum telah menunjukkan perbaikan signifikan.
"Kami berupaya keras memberikan penanganan medis terbaik agar pasien-pasien ini segera pulih sepenuhnya. Kami berharap dalam waktu dekat, mereka semua bisa kembali sehat dan berkumpul lagi bersama keluarga," tutup Riko.
Selain di RSUD Lubuk Basung, korban keracunan juga tersebar di fasilitas kesehatan lain, di RSIA Rizki Bunda dan Satu orang Puskesmas Manggopoh.
Untuk sementara, operasional Dapur SPPG telah dihentikan sambil menunggu hasil koordinasi dan rapat dengan Badan Gizi Nasional (BGN) yang dijadwalkan berlangsung di Padang. (*)
Pemerintah Agam Tanggung Biaya Medis Ratusan Korban Keracunan Masal MBG, 7 Dapur SPPG Ditutup |
![]() |
---|
Korban Keracunan MBG di Agam Bertambah Jadi 110 Orang, Sebagian Sudah Pulang dan Sebagian Dirawat |
![]() |
---|
SPPG Tanpa Izin Beroperasi hingga 110 Orang Keracunan MBG, Bupati Agam Akui Lemah Pengawasan |
![]() |
---|
Bupati Agam Akui 7 Dapur MBG Tak Layak Beroperasi, Putuskan Tutup Sementara Usai 110 Orang Keracunan |
![]() |
---|
Kasus Keracunan MBG di Agam, Bupati Ungkap Dapur SPPG Tidak Layak dan Perizinan Belum Lengkap |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.