Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan

Senpi Dadang Tak Berizin Sejak 2003, Ibunda Ulil Sebut Kelalaian yang Hilangkan Nyawa Anaknya

Cristina menyebut, andai sejak awal senjata itu ditarik, penembakan yang merenggut nyawa anaknya pada pada 22 November 2024 tidak akan pernah terjadi.

Penulis: Muhammad Afdal Afrianto | Editor: Rezi Azwar
TribunPadang.com/Muhammad Afdal Afrianto
POLISI TEMBAK POLISI - Cristina Yun Abubakar, Ibunda Kompol Ulil Anshar, menghadiri sidang perdana kasus polisi tembak polisi dengan terdakwa Dadang Iskandar di PN Padang, Rabu (7/5/2025). Cristina Yun Abubakar, ibu dari Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar, menyoroti fakta persidangan yang mengungkap senjata api (senpi) milik eks Kabag Ops Polres Solok Selatan, Dadang Iskandar, tidak memiliki izin sejak 2003. Cristina menyebut, andai sejak awal senjata itu ditarik, penembakan yang merenggut nyawa anaknya pada pada 22 November 2024 tidak akan pernah terjadi. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG – Cristina Yun Abubakar, ibu dari Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar, menyoroti fakta persidangan yang mengungkap senjata api (senpi) milik eks Kabag Ops Polres Solok Selatan, Dadang Iskandar, tidak memiliki izin sejak 2003.

Cristina menyebut, andai sejak awal senjata itu ditarik, penembakan yang merenggut nyawa anaknya pada pada 22 November 2024 tidak akan pernah terjadi.

“Senpi yang dipakai menembak anak saya itu ternyata sudah tidak ada izinnya sejak 2003. Logistik polres sebenarnya sudah meminta supaya dikembalikan, tapi tidak berhasil menarik dari dia,” ujar Cristina dalam Podcast Saksi Kata TribunPadang.com, Minggu (21/9/2025).

Cristina menilai kelalaian itu menjadi faktor penting yang mestinya memberatkan hukuman terdakwa.

Baca juga: Wako Fadly Amran Jadi Ketum Ikatan Keluarga Tanah Datar Sumbar, Perkuat Peran Perantau Bangun Daerah

Namun ia kecewa karena majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Padang hanya menjatuhkan vonis penjara seumur hidup, lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut hukuman mati.

"Hakim sendiri bilang tidak ada hal yang meringankan. Tapi hukumannya cuma seumur hidup. Sementara anak saya tidak salah apa-apa, ditembak sampai mati. Itu perbuatan biadab,” tegasnya.

Cristina menambahkan, dari fakta persidangan juga terungkap bahwa peluru pertama dalam senpi seharusnya kosong. Namun, saat penembakan, peluru langsung menembus kepala korban.

Baca juga: Cerita Ibu Kompol Anumerta Ulil Anshar Rela Tinggal di Padang Ikuti Sidang dari Awal hingga Akhir

“Artinya, sudah disiapkan. Itu bukan kebetulan, tapi memang diniatkan,” ucap Cristina dengan suara bergetar.

Majelis Hakim PN Padang sebelumnya memvonis AKP Dadang Iskandar dengan hukuman penjara seumur hidup.

Vonis itu menuai kekecewaan mendalam dari keluarga korban yang menilai hukuman terlalu ringan bagi terdakwa.

Kuasa Hukum Dadang Iskandar Keberatan Vonis Seumur Hidup

POLISI TEMBAK POLISI - Kuasa hukum terdakwa kasus Polisi Tembak Polisi, Sutan Mahmud Sauqan, memberikan keterangan kepada TribunPadang.com, usai sidang di PN Padang, Kamis (21/8/2025). Sutan Mahmud Sauqan, menilai penundaan itu hal yang wajar.
POLISI TEMBAK POLISI - Kuasa hukum terdakwa kasus Polisi Tembak Polisi, Sutan Mahmud Sauqan, memberikan keterangan kepada TribunPadang.com, usai sidang di PN Padang, Kamis (21/8/2025). Sutan Mahmud Sauqan, menilai penundaan itu hal yang wajar. (TribunPadang.com/Muhammad Afdal Afrianto)

Kuasa hukum terdakwa kasus polisi tembak polisi di Solok Selatan, Sutan Mahmud Sauqan, menyatakan keberatan atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Padang yang menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada kliennya, AKP Dadang Iskandar.

Eks Kabag Ops Polres Solok Selatan itu divonis seumur hidup setelah terbukti menembak rekannya, Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar, yang saat itu menjabat Kasatn Reskrim Polres Solok Selatan hingga meninggal dunia.

Baca juga: Ibunda Sebut Kompol Ulil Anshar Tak Terima Suap, Cristina: Itu Buat Saya Bangga, Tapi Dibenci Pelaku

Dalam wawancara usai sidang pada Rabu (17/9/2025) malam, Sauqan menilai putusan hakim tidak mempertimbangkan sejumlah fakta yang terungkap di persidangan.

“Kami merasa keberatan atas pertimbangan hakim yang menurut kami tidak sesuai dengan fakta sebenarnya di persidangan,” ujar Sauqan kepada TribunPadang.com.

Menurutnya, terdapat beberapa hal yang tidak dimasukkan dalam pertimbangan putusan. Salah satunya percakapan telepon antara terdakwa dan korban yang mengatakan bisakah dilepaskan itu mobil.

"Kami juga merasa keberatan ya atas pertimbangan hakim yang menurut kami tidak sesuai juga dengan fakta yang sebenarnya yang terjadi di persidangan. misalnya teleponan antara terdakwa dengan korban yang mengatakan bisakah dilepaskan itu mobil. Terus jawab, 'oh tidak bisa' tidak ada kata-kata tidak bisa itu. Kami selalu sampaikan di persidangan, tolong dong buktikan mana kata-kata tidak bisa itu," ungkapnya.

Baca juga: Jejak Harimau yang Serang Warga Solsel Tak Lagi Ditemukan, BKSDA Pasang Kandang Jebak & Kamera Trap

Selain itu, kata Sauqan, soal hilangnya telepon genggam milik terdakwa juga tidak pernah digali secara mendalam.

Ia menegaskan ponsel Dadang memang benar-benar hilang, bukan sengaja dibuat hilang untuk skenario tertentu.

Lebih lanjut, kuasa hukum menyoroti tidak dihadirkannya saksi fakta Satpam BRI dalam pembuktian.

Padahal, menurutnya, saksi itu mengetahui Dadang kembali mencari ponselnya ke ATM dan bertanya langsung kepada satpam.

“Dalam pledoi maupun duplik kami, semua itu sudah kami sampaikan. Namun dalam putusan sama sekali tidak disinggung dan tidak dipertimbangkan untuk menghadirkan saksi fakta Satpam BRI itu,” jelasnya.

Terkait pasal 503 KUHP yang dijadikan dasar, Sauqan menilai majelis hakim keliru. Ia menyebut fakta di persidangan menunjukkan Dadang menembak ke atas, bukan ke arah tubuh Kapolres, serta meninggalkan lokasi atas kehendaknya sendiri, bukan karena alasan lain.

Baca juga: Bawang Merah Turun Jadi Rp25 Ribu Sekilo di Pasar Sijunjung, Bawang Putih Stabil Rp35 Ribu

“Pasal 503 itu tidak masuk. Jarak antara terdakwa dengan Kapolres hanya 25 meter, padahal jarak efektif senjata 50 meter. Kalau mau ditembak pasti kena, tapi Pak Dadang justru pergi. Itu artinya tidak ada perencanaan,” tegasnya.

Meski mengakui bahwa peristiwa penembakan memang terjadi dan mengakibatkan korban meninggal dunia, Sauqan menolak adanya unsur perencanaan.

“Kami tidak menolak ada pembunuhan, tapi yang kami tolak adalah perencanaannya,” ungkapnya.

Atas putusan ini, pihak kuasa hukum memastikan akan mengajukan banding.

“Insya Allah kami masih ada waktu satu minggu untuk menyatakan upaya banding. Kami akan tetap memperjuangkan keadilan bagi Pak Dadang,” pungkas Sauqan.

Divonis Penjara Seumur Hidup

Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar yang tembak AKP Ryanto Ulil Anshar dihadirkan saat konferensi pers di Mapolda Sumbar, Sabtu (23/11/2024). Kasus polisi tembak polisi di Mapolres Solok Selatan, Sumatra Barat ini menewaskan AKP Ryanto Ulil Anshar selaku Kasat Reskrim Polres Solok Selatan.
Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar yang tembak AKP Ryanto Ulil Anshar dihadirkan saat konferensi pers di Mapolda Sumbar, Sabtu (23/11/2024). Kasus polisi tembak polisi di Mapolres Solok Selatan, Sumatra Barat ini menewaskan AKP Ryanto Ulil Anshar selaku Kasat Reskrim Polres Solok Selatan. (TribunPadang.com/WahyuBahar)

Pengadilan Negeri (PN) Padang menjatuhkan vonis penjara seumur hidup terhadap eks Kabag Ops Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar

Ia dinyatakan bersalah dalam kasus penembakan yang menewaskan Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar, sesama anggota Polri di Solok Selatan.

Baca juga: Gempa Bumi Magnitudo 2,7 Guncang Solok Sumbar, BMKG Sebut pada Kedalaman 5 Km

Vonis tersebut dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim Aditya Danur Utomo yang didampingi dua hakim anggota, Irwin Zaily dan Jimmi Hendrik Tanjung, pada persidangan yang digelar Rabu (17/9/2025).

“Mengadili, menyatakan terdakwa Dadang Iskandar terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana dan percobaan pembunuhan berencana. Menjatuhkan pidana seumur hidup,” kata Ketua Majelis Hakim Aditya Danur Utomo saat membacakan putusan di ruang sidang.

Majelis hakim menilai perbuatan Dadang memenuhi unsur Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, serta Pasal 340 juncto Pasal 53 KUHP tentang percobaan pembunuhan berencana.

Dalam pertimbangannya, hakim menyebut tidak ada hal yang meringankan terdakwa.

Sebaliknya, hal-hal yang memberatkan di antaranya adalah perbuatan terdakwa telah menyebabkan korban kehilangan nyawa dan menimbulkan duka mendalam bagi keluarga.

“Sebagai anggota Polri, seharusnya terdakwa mengayomi masyarakat. Perbuatannya justru mencoreng nama baik institusi Polri,” lanjut hakim Aditya.

Baca juga: 22 Karyawan PT Semen Padang Ikuti Program S2 Operational Excellence di Unand untuk Tingkatkan SDM

Selain vonis, majelis hakim juga memutuskan agar sejumlah barang bukti berupa gadget milik korban dikembalikan kepada keluarga, sementara barang bukti lainnya diserahkan kepada negara.

Atas putusan itu, baik Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun terdakwa melalui kuasa hukumnya menyatakan pikir-pikir.

Sidang vonis ini sempat molor dari jadwal semula yang direncanakan pukul 10.00 WIB. Sidang baru dimulai sekitar pukul 16.14 WIB dan berakhir pukul 18.58 WIB.

Usai persidangan, suasana haru menyelimuti ruang sidang. Keluarga korban maupun pihak terdakwa tampak menangis histeris mendengar vonis hakim. (TribunPadang.com/Muhammad Afdal Afrianto)

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved