Kematian Gadis Penjual Gorengan

Vonis Mati In Dragon, Keadilan untuk Nia Kurnia Sari Gadis Penjual Gorengan di Padang Pariaman

Penulis: Panji Rahmat
Editor: Rahmadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SIDANG IN DRAGON - Majelis hakim dalam sidang kasus pembunuhan dan pemerkosaan dengan terdakwa In Dragon di PN Pariaman, selasa (5/8/2005). Kuasa hukum In Dragon menilai putusan hakim dalam perkara ini keliru, katena tidak mencerminkan fakta dan bukti selama masa persidangan.

TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN – Air mata haru dan lega menyelimuti keluarga Nia Kurnia Sari, gadis penjual gorengan yang menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan di Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Setelah berbulan-bulan menunggu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pariaman akhirnya menjatuhkan hukuman mati kepada Indra Septiarman alias In Dragon, terdakwa pelaku pembunuhan dan pemerkosaan keji.

Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pariaman ini menjadi vonis terberat yang bisa diberikan, seolah menjawab jeritan hati keluarga korban yang hancur.

Ibu Nia, Eli Marlina, tak kuasa menahan tangisnya. Ia merasa vonis ini sebanding dengan perbuatan keji yang telah merenggut nyawa putrinya.

Baca juga: Jaringan Pengedar Narkoba Payakumbuh Ditangkap, Polisi Ringkus Pelaku Sembunyi di Kamar Mandi

Pembunuhan Berencana yang Terungkap

Kasus ini dimulai dari hilangnya Nia Kurnia Sari, seorang gadis muda yang gigih berjuang untuk membantu keluarganya dengan berjualan gorengan. Pada 6 September 2024, Nia dilaporkan menghilang.

Jasadnya ditemukan tak bernyawa beberapa hari kemudian, terkubur dalam kondisi mengenaskan, mengakhiri hidupnya yang penuh harapan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman mati, didasarkan pada fakta persidangan yang tak terbantahkan.

Ketua Hakim, Dedi Kuswara, menyatakan, “Terdakwa terbukti secara sah telah melakukan pembunuhan berencana dan persetubuhan pada korban Nia Kurnia Sari.”

Perbuatan keji itu memenuhi dakwaan primer JPU, yakni pembunuhan berencana.

Salah satu bukti yang menguatkan tuduhan itu adalah penggunaan tali rafia yang dianggap sebagai alat untuk melancarkan kejahatan.

Baca juga: Shin Tae-yong Dikabarkan Bergaji Termahal di Liga Korea, Resmi Latih Ulsan HD Gantikan Kim Pan-gon

Pembelaan Panas dan Rencana Banding

Namun, drama di ruang sidang belum berakhir. Kuasa hukum In Dragon, Dafriyon, dengan tegas menyatakan akan mengajukan banding.

Ia menilai putusan hakim keliru, tidak mencerminkan fakta persidangan yang sebenarnya.

Dafriyon berargumen, Tali rafia ini bukan bukti pembunuhan berencana, melainkan ikon pemaksaan Pasal 340 KUHP.

Menurutnya, aksi terdakwa terjadi secara spontan, bukan direncanakan.

Ia menyoroti kesaksian ahli pidana yang menyatakan bahwa pembunuhan itu bukan sebuah skenario yang disiapkan sebelumnya, melainkan tindakan spontan untuk menghilangkan jejak.

Meski begitu, pihak In Dragon tidak menyerah. Kuasa hukumnya bahkan berencana mengambil langkah hukum hingga ke tingkat kasasi, peninjauan kembali, bahkan mengajukan amnesti kepada presiden jika langkah banding gagal.

Di sisi lain, JPU Wendri Finisa masih bersikap pikir-pikir dan akan melaporkan putusan ini kepada pimpinannya.

Kasus Nia Kurnia Sari telah menjadi sorotan publik yang tak hanya menuntut keadilan bagi korban, tetapi juga menjadi cerminan betapa rentannya perempuan terhadap kejahatan keji. 

Minta Amnesti Presiden

Kuasa hukum In Dragon, terdakwa kasus pembunuhan dan pemerkosaan gadis penjual gorengan Nia Kurnia Sari di Padang Pariaman, Sumatera Barat, akan menempuh banding setelah majelis hakim menjatuhkan vonis mati. 

Pengacara In Dragon, Defriyon juga akan mengajukan amnesti ke presiden sebagai langkah terakhir untuk meringankan hukuman mati yang dijatuhkan PN Pariaman, Selasa (5/8/2025).

Langkah ini menurut Defriyon sudah dilakukan pihaknya, dengan menyatakan sikap melakukan banding pasca sidang pembacaan putusan ke majelis hakim.

“Kami akan menyiapkan berkas untuk melakukan banding dan memasukannya ke pengadilan negeri pariaman,” ujarnya.

Andai saja langkah banding itu tidak efektif Defriyon mengaku akan menempuh jalur kasasi, peninjauan kembali hingga mengajukan amnesti pada presiden Indonesia.

Baca juga: Kakek di Payakumbuh Cabuli Cucu Kandung Berusia 2,5 Tahun, Lakukan Aksi 4 Kali Sejak 2024

Ia yakin bahwa In Dragon tidak melakukan pembunuhan berencana, sesuai dengan fakta persidangan sejak keterangan saksi hingga ahli.

Bahkan ia menilai putusan majelis hakim pada kasus ini sangatlah keliru, karena tidak mempertimbangkan fakta persidangan.

“Kalau hakim mempertimbangkan, ahli forensik jelas menyebut bahwa NKS meninggal bukan karena talia rafia tapi penekanan di dada sebelah kiri,” ujarnya.

Ada Pemaksaan Pasal

Dafriyon menilai tali rafia bukan bukti pembunuhan berencana dalam perkara pembunuhan terhadap gadis penjual gorengan, Nia Kurnia Sari di Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Mereka menyebut barang bukti tersebut hanya dijadikan ikon atau alasan untuk menetapkan Pasal 340 KUHP kepada kliennya.

Hal ini disampaikannya berdasarkan sidang pembacaan putusan yang dilakukan oleh majelis hakim di ruang sidang cakra pengadilan negeri pariaman, selasa (5/8/2005

Ia menilai putusan hakim dalam perkara ini keliru, katena tidak mencerminkan fakta dan bukti selama masa persidangan.

Pihaknya menilai sejak sidang pemeriksaan saksi hingga ahli, tidak ada fakta yang menunjukkan bahwa In Dragon melakukan pembunuhan berencana.

Baca juga: BWF Rilis Peringkat Terbaru, Sabar/Reza Tembus 8 Besar dan Jadi Unggulan World Tour Finals

Melainkan penganiayaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang sesuai Pasal 351 KUHAP.

“Mengacu pada pasal 1 angka 28 KUHAP ahli itu memberi keterangan seterang cahaya, tapi putusan ini tidak menggambarkan itu,” ujarnya.

Ia menyebut ahli pidana dalam hal ini jelas menilai bahwa tidak ada unsur pembunuhan berencana dalam kasus ini, mengingat semuanya terjadi serba dadakkan.

Seperti halnya mengubur korban, menurut Dafriyon merupakan bentuk dari menghilangkan jejak, karena lubang dan peralatannya tidak disiapkan.

Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menterjemahkan, bahwa tali rafia menjadi batang bukti utama dalam penetapan pembunuhan berencana.

“Jadi kami menilai tali rafia ini bukan bukti terbunuhnya Nia Kurnia Sari, namun, ikon pemaksaan pasal 340 pada In Dragon,” ujarnya. 

Baca juga: Menu Sajian Lezzato Raih Juara I Lomba Pengolahan Makanan Sehat di Solok Selatan

Ibunda Nia Bersyukur

Ibu Nia Kurnia Sari, Eli Marlina terlihat lega setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pariaman menjatuhkan hukuman mati untuk In Dragon.

Terlihat Eli yang mengunakan baju pink dan jilbab putih, langsung menyandarkan kepalanya saat mendengar putusan hakim tersebut.

Ia mengusap muka dengan kedua tangannya sembari mengucapkan syukur atas putusan dari majelis hakim.

Bahkan ia langsung mengusap dadanya dan tertegun antara sedih dan senang atas hukuman yang menimpa pembunuh dan pemerkosa anaknya Nia sang gadis penjual gorengan.

“Alhamdulillah hakim sangat bijak dalam menetapkan putusan, perbuatan In Dragon memang selayaknya mendapat hukuman mati,” ujarnya.

Baca juga: Ibu Gadis Penjual Gorengan di Padang Pariaman Usap Dada In Dragon Dihukum Mati: "Alhamdulillah"

Ia menilai putusan hakim secara tidak langsung sudah berhasil menterjemahkan bagaimana kesedihan yang selama ini ia rasakan.

Baginya hakim sudah menunjukan keadilan untuk NKS yang sudah direnggut cita dan nyawanya oleh In Dragon.

“Nia adalah anak kesayangan saya, kepergiannya sangat membuat saya terpukul. Semoga hukuman ini bisa menenangkan Nia,” tuturnya. 

SIDANG KASUS PEMBUNUHAN- Hakim ketua kasus pembunuhan dan pemerkosaan gadis penjual gorengan, Dedi Kuswara bakal bacakan putusan hukuman untuk In Dragon, Selasa (5/8/2025). Pembacaan putusan ini berlangsung mulai pukul 10.45 WIB di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. (TribunPadang.com/Panji Rahmat)

Rekam Jejak Kejahatan

Pembunuhan dan pemerkosaan gadis penjual gorengan oleh terdakwa In Dragon di Padang Pariaman, Sumatera Barat merupakan puncak tindak pidana yang pernah ia lakukan hingga saat ini, Selasa (8/7/2025).

Kasus yang terjadi pada September 2024 tersebut, telah menghilangkan nyawa gadis panjual gorengan Nia Kurnia Sari.

Hanya saja, kasus tersebut bukan satu-satunya tindak pidana yang pernah dilakukan In Dragon hingga saat ini.

Pada tahun 2014, In Dragon pernah mendekam di penjara atas kasus pencabulan dengan hukuman 4 tahun 4 bulan.

Setelah menjalani hukuman tersebut, In Dragon kembali harus berurusan hukum atas tindakan narkotika jenis sabu dengan hukuman 6 tahun 6 bulan.

Baca juga: Cerita Rahmi Hadapi Puting Beliung di Solok Sumbar, Sembunyi dalam Rumah Ketika Angin Mengamuk

Terakhir, beberapa hari sebelum melakukan pembunuhan dan pemerkosaan l, In Dragon juga melakukan pencurian, dengan hukuman 1 tahun penjara.

“Rekam jejak terdakwa dalam sejumlah kasus tindak pidana yang pernah ia lakukan menjadi hal pemberatan bagi kami dalam memberikan hukuman maksimal,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bagus Priyonggo, Selasa (8/7/025).

Hal pemberatan tersebut membuat In Dragon dituntut pasal 285 KUHP dan 340 KUHP dengan hukuman pidana mati.

Tak Pernah Minta Maaf

Terdakwa In Dragon menghadapi tuntutan hukuman mati dalam sidang kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Nia Kurnia Sari, gadis penjual gorengan di Padang Pariaman, Sumatera Barat, Selasa (8/7/2025).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan dua hal yang memberatkan tuntutan, yaitu keterangan berbelit selama persidangan dan tidak adanya permintaan maaf kepada keluarga korban.

Hal-hal yang memberatkan ini menjadi acuan bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam memberikan tuntutan hukuman mati bagi terdakwa.

Berdasarkan fakta persidangan, keterangan berbelit yang diberikan oleh terdakwa ini terjadi pada saat agenda sidang pemeriksaan terdakwa.

Dalam agenda sidang tersebut terdapat sejumlah keterangan berbelit terdakwa mulai dari jumlah pertemuan antara terdakwa dan korban.

Baca juga: Cerita Rahmi Hadapi Puting Beliung di Solok Sumbar, Sembunyi dalam Rumah Ketika Angin Mengamuk

Lalu, adanya hubungan antara terdakwa dan korban dalam persoalan narkotika jenis sabu sebesar 1,5 kilo.

Serta, In Dragon dalam agenda sidang itu, juga sempat mengutarakan bahwa mendapat intimidasi oleh penyidik selama proses penyidikan di Polres Padang Pariaman.

Namun, keterangan itu tidak memiliki alat bukti, karena In Dragon tidak mampu menghadirkan saksi atas semua ucapannya.

Sedangkan untuk tidak adanya permintaan maaf, oleh In Dragon pada pihak keluarga Nia Kurnia Sari, dibernarkan oleh ibu korban.

Ibu korban Eli Marlina, mengatakan, hingga persidangan agenda pembacaan tuntutan ini, tidak ada In Dragon atau pihak keluarganya datang untuk menyampaikan permintaan maaf.

Baca juga: BNNP Sumbar Gagalkan Peredaran Ganja yang Dikendalikan Narapidana dari Lapas Sawahlunto

“Tidak pernah ada, sesuai kata jaksa tadi. Baik secara langsung dan tertulis keluarga kami tidak pernah menerima permintaan maaf atas tindakan In Dragon,” ujarnya. 

Alasan Hukuman Mati

Terdakwa kasus pembunuhan dan pemerkosaan gadis penjual gorengan, dituntut pasal kombinasi kumulatif subsidaritas alternatif dengan hukuman mati.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bagus Priyonggo, mengatakan, keterangan saksi, saksi ahli dan barang bukti yang ada sudah mampu untuk memenuhi unsur tuntutan yang disampaikan pihaknya.

Unsur tuntutan yang dijadikan acuan oleh pihaknya merupakan tindakan pembunuhan dan pemerkosaan yang dilakukan oleh terdakwa.

Berdasarkan hasil uji forensik RS Bhayangkara terhadap korban Nia Kurnia Sari, menurut JPU sudah jelas bahwa terdakwa melanggar Pasal 285 tentang Pemerkosaan.

Baca juga: BREAKING NEWS Gempa Magnitudo 2,6 di Padang Pariaman, BMKG Catat Empat Guncangan Sepekan Terakhir

Serta, melalui keterangan saksi dan ahli, jelas bahwa tindakan pembunuhan yang dilakukan terdakwa merupakan pembunuhan berencana.

Mengingat adanya alat yang sudah disiapkan terdakwa sebelum melakukan aksinya, yaitu tali rafia berwarna merah.

“Atas keterangan dan barang bukti tersebut, kami membuat tuntutan dengan menggunakan pasal kombinasi kumulatif subsidaritas alternatif,” ujarnya.

Melalui pasal tersebut, pihaknya memberikan hukuman maksimal pada terdakwa, yaitu hukuman mati.

Baca juga: In Dragon Dituntut Hukuman Mati, Ibu NKS: Nyawa Dibalas Nyawa, Memang Pantas

Sebelumnya diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tuntut terdakwa kasus pembunuhan dan pemerkosaan gadis penjual gorengan, hukuman mati, Selasa (8/7/2025).

Tuntutan ini dibacakan langsung JPU dalam sidang lanjutan dengan agenda tuntutan di ruang sidang Cakra Pengadilan Negeri Pariaman.

Tuntutan dibacakan oleh JPU secara bergilir, dengan memasukan sejumlah unsur yang diperkuat dengan barang bukti, keterangan saksi dan keterangan ahli selama proses persidangan.

Berdasarkan keterangan dan barang bukti tersebutlah JPU memberikan tuntutan maksimal pada terdakwa.

JPU sekaligus Kejari Pariaman Bagus Priyonggo mengatakan, tim penuntut umum mengajukan tuntutan pidana mati pada terdakwa atas sejumlah alasan.

“Alasan sudah kami bacakan, yang jelas perbuatan terdakwa ini sangat keji, tidak berperikemanuasian,” ujarnya setelah persidangan.

Selain perbuatan In Dragon saat kejadian, rekam jejaknya selama hidup, sering berurusan dengan hukum, juga turut disertakan.

Baca juga: Fadly Amran Apresiasi Kota Padang Tuan Rumah Giat Penguatan Relawan Gerakan Kebajikan Pancasila 2025

Tindak pidana yang turut memberatkan In Dragon antara lain kasus pencurian, asusila dan narkotika yang pernah ia lakukan sebelum melakukan pembunuhan dan pemerkosaan.

Penerapan pasal yang dituntutkan oleh JPU dalam kasus ini merupakan Pasal 340 KUHP dan 285 KUHP.

“Jadi tuntutan pasal yang kami berikan, tuntutan akumulatif,” ujarnya.

Diketahui, Nia Kurnia Sari merupakan seorang gadis berusia 18 tahun yang sehari-hari menjajakan gorengan keliling di wilayah Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Kehidupannya yang sederhana dan dikenal ramah oleh warga sekitar berubah tragis pada awal September 2024, ketika ia dilaporkan hilang setelah tidak pulang ke rumah usai berjualan.

Dua hari berselang, jasad Nia ditemukan terkubur secara tidak layak di kawasan perkebunan di Korong Pasa Surau, Nagari Guguak, Kecamatan 2×11 Kayu Tanam.

Kondisi tubuhnya tanpa busana, memperkuat dugaan bahwa korban mengalami kekerasan seksual sebelum dibunuh. Penemuan ini menggemparkan warga dan menjadi perhatian, terutama karena korban masih sangat muda dan dikenal tidak memiliki masalah dengan siapa pun.

Penyelidikan intensif mengarah pada seorang pria bernama Indra Septiarman alias In Dragon, yang ternyata merupakan residivis kasus pencabulan dan narkoba.

Polisi mengungkap bahwa pelaku telah merencanakan kejahatannya dengan membawa tali rafia untuk melumpuhkan korban. Setelah melakukan pemerkosaan, IS membunuh Nia dan menguburkan jasadnya untuk menghilangkan jejak.

Penangkapan IS dilakukan pada pertengahan September 2024 setelah ia bersembunyi di loteng rumah kosong. (TribunPadang.com/Panji Rahmat)

Berita Terkini