Perusakan Rumah Doa

Diduga Salah Paham, Rumah Doa Umat Kristiani di Padang Dirusak Sekelompok Orang

Dugaan perusakan rumah doa umat Kristiani terjadi di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat

Penulis: Muhammad Afdal Afrianto | Editor: Rahmadi
TribunPadang.com/Muhammad Afdal Afrianto
PERUSAKAN RUMAH DOA - Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Wilayah Sumbar Pendeta Daniel Marpaung diwawancarai di Padang, Senin (28/7/2025). Dia menyebut perusakan ini bukanlah masalah SARA, tapi murni masalah kriminal 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG – Dugaan perusakan rumah doa umat Kristiani terjadi di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Minggu (27/07/2025) sore.

Peristiwa ini diduga dilakukan oleh sekelompok oknum dan berawal dari aktivitas pembelajaran doa yang dilakukan oleh masyarakat Nasrani asal Nias saat itu.

Salah seorang saksi di lokasi kejadian, Foarotambowo Nduru, menyebut bahwa peristiwa tersebut bermula saat Pendeta GKSI Anugerah Padang, F. Dachi, memberikan pelajaran agama kepada belasan murid di dalam rumah doa tersebut.

"Kami, orang tua, sedang duduk-duduk di luar. Sementara anak-anak di dalam belajar agama. Datanglah mereka itu menyerang dan merusak fasilitas seperti kaca," kata Foarotambowo Nduru saat ditemui TribunPadang.com di lokasi kejadian, Senin (28/7/2025).

Foarotambowo menegaskan bahwa tempat anak-anak belajar agama Nasrani tersebut bukanlah gereja, melainkan rumah yang difungsikan sebagai tempat doa.

Baca juga: 4 Kota di Sumatera Barat dengan Biaya Hidup Tertinggi, Nomor Satu Kota Padang, Disusul Bukittinggi

"Itu bukan gereja. Itu adalah rumah doa," tegasnya.

Sementara itu, kuasa hukum korban, Yutiasa Fakho, menyebut perusakan tersebut menyebabkan kerusakan sejumlah fasilitas. Namun, saat ini kerusakan itu telah diperbaiki oleh pihak terkait.

"Di lapangan atau TKP, kami temukan beberapa kerusakan, mulai dari kursi hingga kaca yang pecah. Namun, saat kami tiba, sebagian sudah diganti dengan yang baru," jelas Yutiasa Fakho.

Meski demikian, Yutiasa menyayangkan perbaikan fasilitas tersebut dilakukan tanpa pemberitahuan kepada pihaknya. Ia memastikan tetap akan melampirkan foto dan video sebagai bukti kerusakan tempat tersebut.

"Memang sudah diganti dengan yang baru, tapi sangat kami sayangkan tidak ada koordinasi sebelumnya. Karena kami masih membutuhkan bukti. Tapi nanti bukti-bukti lainnya akan kami tampilkan, ada foto dan video yang sudah beredar di media," ujarnya.

Yutiasa juga menyebut bahwa selain perusakan fasilitas, dua anak-anak turut menjadi korban dugaan kekerasan dari oknum tersebut.

Baca juga: KAN Koto Selayan: SMAN 5 Bukittinggi Seolah Tolak Kesepakatan, 16 Siswa Belum Tertampung

"Yang paling menyedihkan, terjadi pemukulan terhadap dua anak hingga mereka mengalami trauma akibat kejadian ini," katanya.

Atas kejadian ini, pihaknya akan menempuh jalur hukum agar para pelaku mendapatkan hukuman setimpal.

"Kami akan melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib. Harapannya, para oknum pelaku benar-benar diganjar hukuman berat karena kejadian ini sangat meresahkan dan menimbulkan trauma, terutama bagi anak-anak," tegasnya.

Terkait jumlah pelaku, Yutiasa menyatakan pihaknya belum bisa memastikan, namun diduga lebih dari 10 orang.

"Kami belum bisa pastikan jumlahnya, tapi dugaan kami lebih dari 10 orang," ungkapnya.

Ia juga menegaskan bahwa rumah tersebut memang digunakan sebagai tempat doa dan pendidikan agama, bukan gereja.

Baca juga: Ratu Bulu Tangkis An Se-young Meski Cedera, Tak Surut untuk Unjuk Gigi di Kejuaraan Dunia 2025

"Anak-anak belajar agama di sana karena di sekolah umum tidak tersedia pendidikan agama Kristiani. Jadi tempat itu difungsikan untuk pembelajaran agama sekaligus penilaian pelajaran agama," jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa hubungan antara pihaknya dengan warga sekitar sebelum kejadian selama ini berjalan baik.

"Hubungan kami selama ini baik-baik saja. Hanya saja kami menyayangkan adanya oknum-oknum yang memanfaatkan situasi dan berdampak seperti ini," katanya.

Terkait dugaan main hakim sendiri, Yutiasa menyayangkan tindakan tersebut.

"Main hakim sendiri itu yang kami sesalkan. Kalau memang ada prosedur administrasi, itu seharusnya ranah pemerintah, bukan malah melakukan kekerasan," tegasnya.

Baca juga: Kisah Inspiratif Alif Hijriah: Anak Kuli Bangunan Lulus ITB, Beli Rumah dan Umrahkan Sang Ibu

Sementara itu, Pendeta GKSI Anugerah Padang, F. Dachi, menyebut terdapat beberapa guru lain saat kejadian perusakan terjadi.

"Di sana ada beberapa guru yang kami bawa untuk mengajar. Anak-anak yang hadir sekitar 30 orang. Biasanya kegiatan belajar doa berlangsung selama satu setengah jam," jelasnya.

Camat Koto Tangah, Fizlan Setiawan, memastikan kejadian perusakan ini tidak berkaitan dengan unsur SARA. Ia menyebut kejadian ini murni tindakan kriminal.

"Ini murni perusakan. Pak Wali Kota juga sudah menyampaikan demikian. Kita bersama masyarakat Nias sepakat bahwa ini bukan perbuatan SARA, tapi murni perusakan fasilitas pribadi," kata Fizlan Setiawan kepada TribunPadang.com.

Ia menegaskan bahwa rumah doa tersebut memang digunakan untuk pembelajaran agama.

Baca juga: Direktur Baru Perumda Tirta Anai, Era Baru Penyehatan dan Optimisme di Padang Pariaman

"Keberadaan rumah doa ini semata-mata untuk memberikan pendidikan keagamaan kepada warga Nasrani, khususnya dari Nias. Karena di sekolah umum tidak tersedia pelajaran agama Kristen, maka rumah doa ini digunakan sebagai tempat belajar," jelasnya.

Ia juga menyebut nilai dari pembelajaran ini akan diserahkan ke sekolah sebagai penilaian pelajaran agama siswa.

"Nilai kegiatan ini akan diberikan ke sekolah sebagai nilai pelajaran agama," ujarnya.

Ke depan, Pemerintah Kota Padang juga akan memberikan pendampingan psikologis atau trauma healing bagi anak-anak korban.

"Ini menjadi PR kami untuk memberikan perhatian dan trauma healing kepada anak-anak yang menjadi korban, sesuai arahan Wali Kota, bersama Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial," tegasnya.

Fizlan menyebut ada sembilan orang yang diamankan pihak kepolisian. Namun, ia belum bisa memastikan apakah mereka warga Koto Tangah.

"Identitas warga yang diamankan masih dalam ranah kepolisian, jadi belum bisa kami sampaikan," katanya.

Baca juga: Rapat Paripurna DPRD Dharmasraya, Wabup Leli Tegaskan RPJMD dan Perda Perizinan Kunci Pembangunan

Ia menambahkan, kerusakan fasilitas di rumah doa langsung diperbaiki oleh Polsek Koto Tangah.

"Beberapa kerusakan sudah diperbaiki oleh Kapolsek. Barang bukti juga telah diamankan oleh tim Inafis Polda Sumbar," terangnya.

Terkait penyebab perusakan, ia menduga terjadi kesalahpahaman soal fungsi rumah doa tersebut.

"Mungkin ada anggapan bahwa tempat itu adalah gereja. Tapi dipastikan itu bukan gereja, melainkan rumah doa yang menjadi lembaga pendidikan keagamaan," jelasnya.

Ia menyebut rumah doa ini telah beraktivitas sekitar tiga bulan terakhir. Di Kecamatan Koto Tangah sendiri, terdapat sekitar 1.000 kepala keluarga umat Kristiani asal Nias.

Menanggapi insiden ini, Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Wilayah Sumbar Pendeta Daniel Marpaung menyampaikan keprihatinan.

Baca juga: KAN Koto Selayan Desak SMAN 5 Bukittinggi Terima 16 Anak Didik Belum Tertampung

Namun ia menegaskan bahwa kejadian ini bukan merupakan isu SARA.

"Perusakan ini bukanlah masalah SARA, tapi murni masalah kriminal," kata Pendeta Daniel Marpaung kepada TribunPadang.com.

Ia mempersilakan korban menempuh jalur hukum.

"Sesuai permintaan korban dan kuasa hukumnya, kejadian ini harus diproses secara hukum," ujarnya.

Ia juga mengimbau masyarakat Nias dan umat Kristiani lainnya agar tidak terpancing dan terprovokasi akibat kejadian ini.

"Saya mendengar ada rasa tidak terima dari saudara-saudara kita, khususnya dari Nias. Itu wajar. Tapi kami dari PGI mengimbau agar semua menahan emosi. Karena penyelesaian masalah harus melalui jalur hukum demi kenyamanan bersama di Kota Padang," tutupnya.(*)

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved