Penertiban Pemandian di Lembah Anai

BKSDA Sumbar Beberkan Sejumlah Bangunan di Lembah Anai Bukan Termasuk Kawasan Konservasi

"Bangunan yang kami tertibkan merupakan bangunan yang berdiri di dalam kawasan konservasi, bukan yang berada di luar zona tersebut," ujar Khairi.

Penulis: Fajar Alfaridho Herman | Editor: Rezi Azwar
TribunPadang.com/Muhammad Afdal Afrianto
PENERTIBAN KAWASAN PEMANDIAN - Kementerian Kehutanan RI bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat serta sejumlah pihak terkait melakukan penertiban terhadap kawasan Pemandian Alam Damai Wisata yang berada di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Lembah Anai, Nagari Singgalang, Kabupaten Tanah Datar, Rabu (25/6/2025). BKSDA Sumbar menyebut sejumlah bangunan di kawasan Lembah Anai bukan kawasan konservasi. 

Usai pengumpulan keterangan, tim BKSDA Sumbar kemudian melakukan pendalaman lebih lanjut dengan menyambangi Pemerintah Kabupaten Tanah Datar guna memastikan status kawasan yang diklaim sebagai tanah ulayat oleh sebagian warga.

PENERTIBAN LEMBAH ANAI- Kasubag TU BKSDA Sumbar, Khairi Ramadhan saat memperlihatkan wilayah kawasan TWA Mega Mendung, Rabu (2/7/2025). Saat ini, BKSDA Sumbar masih menunggu hasil verifikasi lapangan untuk tindak lanjut penertiban bangunan di TWA Mega Mendung.
PENERTIBAN LEMBAH ANAI- Kasubag TU BKSDA Sumbar, Khairi Ramadhan saat memperlihatkan wilayah kawasan TWA Mega Mendung, Rabu (2/7/2025). Saat ini, BKSDA Sumbar masih menunggu hasil verifikasi lapangan untuk tindak lanjut penertiban bangunan di TWA Mega Mendung. (TribunPadang.com/Fajar Alfaridho Herman)

"Kami masih menunggu hasil dari tim yang turun ke Tanah Datar. Jika dalam proses tersebut ditemukan adanya tindakan yang melanggar hukum, maka kami tidak segan menempuh jalur hukum," tegas Khairi.

Meski demikian, ia menekankan bahwa BKSDA tetap berkomitmen untuk mensterilkan kawasan konservasi dari aktivitas manusia, sesuai dengan fungsi utama kawasan konservasi.

"Finalnya, yang kami inginkan adalah kawasan TWA Mega Mendung benar-benar steril dari segala aktivitas manusia. Jika ada pihak yang mengganjal atau tidak mengakui keberadaan kami di situ, maka kami siap menempuh langkah hukum," ujarnya.

Namun, Khairi membuka peluang dialog jika masyarakat bersedia mengakui kewenangan BKSDA atas kawasan tersebut.

"Kalau masyarakat mengakui eksistensi BKSDA, mungkin bisa ada jalan tengah. Tapi untuk bangunan yang berada di kawasan konservasi, tetap harus dibongkar, apakah secara sukarela atau melalui proses pengadilan," pungkasnya. (TribunPadang.com/Fajar Alfaridho Herman)

Sumber: Tribun Padang
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved