Mentawai Terancam Deforestasi, Izin PBPH PT SPS Libatkan Dugaan Maladministrasi Gubernur Sumbar

Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat (Sumbar) melaporkan Gubernur Sumbar Mahyeldi ke Ombudsman RI Perwakilan Sumbar di Kota Padang.

Penulis: Muhammad Afdal Afrianto | Editor: Rahmadi
TribunPadang.com/Muhammad Afdal Afrianto
GUBERNUR DILAPORKAN - Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar, Imran Amirullah saat diwawancarai TribunPadang.com di Kantor Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Selasa (24/6/2025). Imran mengatakan laporan yang ia buat di Ombudsman berkaitan dengan rekomendasi yang diberikan Gubernur Mahyeldi hingga terbitnya izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) untuk PT SPS. 

"Jika aktivitas ini terus dilanjutkan, risiko banjir akan semakin parah. Selain itu, akan terjadi krisis air karena hutan sebagai cadangan air akan hilang akibat pembabatan pohon," jelasnya.

Tommy menilai izin yang diberikan kepada PT SPS cacat secara prosedural, substansial, dan administratif. Ia juga menegaskan bahwa izin tersebut mengancam kelestarian lingkungan serta hak hidup masyarakat adat.

“Izin PT SPS ini harus dibatalkan. Ini bukan hanya soal kerusakan lingkungan, tetapi juga pelanggaran atas hak masyarakat adat yang selama ini hidup berdampingan dengan alam,” tegasnya.

Ia juga mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk menegakkan amanat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo. UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

“Undang-undang tersebut menekankan bahwa pulau-pulau kecil seperti Sipora seharusnya diprioritaskan untuk konservasi, pendidikan, riset, pariwisata berkelanjutan, dan ketahanan pangan lokal, bukan untuk eksploitasi besar-besaran,” ujarnya.

Baca juga: Beri Dukungan Penuh, Bupati Dharmasraya Lepas Dua Putra-Putri Ikuti Seleksi Nasional Paskibraka 2025

Koalisi juga mendesak Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup Provinsi Sumbar untuk menyatakan bahwa rencana usaha PT SPS tidak layak lingkungan, serta meminta Komisi Penilai AMDAL Pusat agar tidak menerbitkan persetujuan lingkungan untuk proyek PBPH tersebut.

"Kami menolak dokumen AMDAL PT SPS karena disusun tanpa partisipasi publik, tidak berbasis data primer, banyak kekeliruan teknis, dan mengabaikan aspek penting seperti keanekaragaman hayati, potensi bencana, dampak sosial ekonomi, serta hak masyarakat adat,” tuturnya.

Tommy menegaskan bahwa masyarakat sipil Sumbar menolak segala bentuk penebangan hutan alam di Pulau Sipora, karena dinilai memperparah krisis ekologis dan meningkatkan risiko bencana.

"Selain itu, eksploitasi ini juga mengancam keberlanjutan mata pencaharian masyarakat lokal, terutama perempuan pembudidaya pangan lokal seperti 'toek'," tutupnya.(*)

 

Sumber: Tribun Padang
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved