Pelaku Kekerasan Seksual Anak Disabilitas di Sumbar Belum Ditangkap, Nurani Perempuan Angkat Suara

WCC Nurani Perempuan mendampingi tiga kasus kekerasan seksual yang dialami anak berkebutuhan khusus atau anak disabilitas di Sumatera Barat.

Penulis: Rima Kurniati | Editor: Rahmadi
TribunPadang.com/Rima Kurniati
Direktur WCC Nurani Perempuan Rahmi Meri Yanti. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG – WCC Nurani Perempuan mendampingi tiga kasus kekerasan seksual yang dialami anak berkebutuhan khusus atau anak disabilitas di Sumatera Barat.

Direktur WCC Nurani Perempuan Rahmi Meri Yanti mengatakan, terdapat tiga kasus kekerasan seksual yang dialami disabilitas yang didampingi Nurani Perempuan.

Kasus tersebut terjadi di Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota dengan wilayah hukum Payakumbuh dan Kabupaten Solok.

"Kasus itu ada yang terjadi 2024 awal, terus ada yang 2024 pertengahan" kata Rahmi Meri Yanti, Kamis (18/1/2025).

Rahmi Meri Yanti mengatakan, pelaku kekerasan seksual pada anak disabilitas adalah orang terdekat. 

Baca juga: Alasan Ibu di Padang Lakukan Kekerasan pada Anak, Ternyata Juga Korban KDRT Suami

Kasus di Kabupaten Solok, misalnya korban harus minggat dari rumah karena pelaku belum ditahan.

Menurutnya, kasus tersebut masih dalam proses penyidikan, terakhir baru pemeriksaan dengan psikolog dan sudah disampaikan ke penyidik

Hasil dari psikologinya sudah diambil penyidik tapi belum ada tindak lanjut lagi dari pihak kepolisian.

"Ketiga pelaku belum ada yang ditetapkan tersangka, masih proses penyelidikan," kata Rahmi Meri Yanti.

Menurutnya, penanganan kasus kekerasan seksual pada anak disabilitas sulit dilakukan pembuktian karena korban memiliki keterbatasan. 

Baca juga: 70 Kasus Kekerasan Dialami Perempuan Sumbar di 2024, WCC Nurani Perempuan Dorong Penerapan UU TPKS

"Cumankan pengungkapannya apalagi ketika dia adalah Down Syndrome atau misalnya dia bicaranya tidak jelas gitu," kata Rahmi Meri Yanti.

Tantangan lainnya, dalam sosialisasi  pada anak-anak berkebutuhan khusus juga sulit dilakukan karena misalnya anak tuna rungu maka butuh juru bahasa isyarat.

Rahmi Meri Yanti mengatakan kekerasan seksual sudah semestinya menjadi perhatian semua pihak, termasuk pemerintah. Namun anggaran yang disediakan pemerintah untuk penanganan kasus kekerasan seksual di UPT P2TP2A masih sedikit.

Ia mencontoh di UPT P2TP2A Padang tahun 2025 ini hanya mendapatkan anggaran Rp 100 Juta, sementara tahun-tahun sebelumnya lebih banyak karena adanya dana alokasi khusus (DAK).

“Sejak adanya Undang-Undang TPKS, Semua daerah sudah harus menjadi UPTD. Nah di beberapa daerah itu belum final menjadi UPTD termasuk Kota Padang jadi masih P2TP2A,” katanya.

Ia juga menyayangkan, anggaran untuk penanganan kekerasan seksual yang sangat minim di Kota Padang, sehingga penanganannya tidak bisa berlangsung optimal. (*)

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved