Opini
Islam dan Disabilitas: Keteladanan Nabi, Hak Setara untuk Semua
Disabilitas merupakan suatu istilah yang berhubungan dengan gangguan atau kekurangan dalam hal fisik.
Oleh: Fitrah Al Sidiq, S.Ag, CPNS Penyuluh Agama Kementerian Agama Kota Pariaman
Disabilitas merupakan suatu istilah yang berhubungan dengan gangguan atau kekurangan dalam hal fisik.
Secara umum, disabilitas juga adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan khusus, orang-orang yang mampu melakukan sesuatu dengan cara yang khusus pula.
Misalnya, orang yang kakinya lemah untuk berjalan mampu berjalan menggunakan tongkat atau kursi roda.
Orang yang tidak bisa melihat atau gangguan penglihatan mampu melakukan sesuatu atau mengenal sesuatu dengan cara meraba-raba, dan lain sebagainya.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia dalam Long Form Sensus Penduduk 2020, prevalensi penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 1,43 persen. Angka ini diperkirakan tidak jauh berbeda pada saat ini.
Baca juga: Opini : Menemukan Keheningan yang Menyentuh: Belajar dari Sunyinya Rumah Ibadah
Pesan Islam terkait Kedisabilitasan
Islam adalah rahmatan lil alamin. Rahmat bagi semua, termasuk penyandang disabilitas, terlebih yang sudah dibawanya sejak lahir. Al-Qur’an atau Islam sejatinya tidak luput pandangannya terhadap apa yang ada di dunia ini, termasuk perhatiannya kepada disabilitas.
Allah SWT ‘menegur’ Nabi Muhammad ketika pernah suatu waktu Nabi Muhammad kurang ‘merespon’ keperluan si buta yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum (netra/ tunanetra/ disabilitas sensorik) ketika menemui Nabi.
‘Teguran’ Allah dengan bahasa abasa wa tawalla’ anja’ahul a’ma yang berarti Dia (Muhammad) telah bermuka masam dan berpaling, karena seorang buta telah datang, memberikan gambaran kepada kita bahwa Allah tidak suka dengan sikap kurang pelayanan terhadap tunanetra (disabilitas).
Dengan kata lain, Allah hendak mengingatkan tentang betapa pentingnya pelayanan prima terhadap disabilitas dan ini tentang kesetaraan respon terhadap sesama.
Padahal, menurut kita, tidak salah Nabi kurang merespon Abdullah bin Ummi Maktum saat itu. Sebab, Nabi sedang berbincang-bincang tentang adanya rencana pembesar suku Quraisy ingin masuk Islam.
Situasi Nabi juga dalam keadaan yang sangat khidmat dan penuh keharibaan tentang adanya calon muallaf. Tapi, Allah berkata lain. Allah mengajarkan tentang ramahlah selalu kepada disabilitas.
Baca juga: 385 Orang Disabilitas, Lansia, dan Anak Terlantar di Dharmasraya Terima Bantuan ATENSI
Sejatinya, Nabi Muhammad saw adalah manusia agung dan paling mengagungkan manusia. Nabi Muhammad saw merupakan contoh teladan yang baik dalam kehidupan sehari-hari dan meliputi berbagai aspek kehidupan, termasuk keteladanan dalam menghargai disabilitas.
Nabi pernah meminta Abdullah bin Ummi Maktum menggantikan Nabi menjadi imam salat di Madinah ketika Nabi tidak bisa hadir ketika itu (HR Abu Dawud). Ini menandakan bahwa Nabi memberikan kesempatan kepada Abdullah bin Ummi Maktum untuk menjadi orang yang ‘di depan’.
Ibu dan Sumber Kehidupan dalam Dialog Getir |
![]() |
---|
Jika Tidak Bertemu dengan Nan Ampek, Celaka lah yang Gadaikan dan Jual Harta Pusako di Minangkabau |
![]() |
---|
Citra Masakan Padang Terjun Bebas: Antara Gengsi dan Perang Harga Murah! |
![]() |
---|
Program Sertifikasi Tanah Gratis: Menata Ulang Akses dan Keadilan Tanah Ulayat di Sumatera Barat? |
![]() |
---|
Menikam Jejak dan Mengembalikan Kejayaan Kopi di Nagari Pagadih |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.