70 Kasus Kekerasan Dialami Perempuan Sumbar di 2024, WCC Nurani Perempuan Dorong Penerapan UU TPKS

Kasus-kasus ini meliputi kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan psikologis, hingga kekerasan ekonomi atau penelantaran.

Penulis: Rima Kurniati | Editor: Rahmadi
TribunPadang.com/Rizka Desri Yusfita
Direktur WCC Nurani Perempuan Rahmi Meri Yanti. WCC Nurani Perempuan mendampingi sebanyak 70 kasus kekerasan berbasis gender yang dialami perempuan dan anak selama 2024. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG – WCC Nurani Perempuan mendampingi sebanyak 70 kasus kekerasan berbasis gender yang dialami perempuan dan anak selama 2024. 

Kasus-kasus ini meliputi kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan psikologis, hingga kekerasan ekonomi atau penelantaran.

Direktur WCC Nurani Perempuan Rahmi Meri Yanti mengatakan 70 kasus kekerasan berbasis gender yang didampingi tersebut ada yang dilaporkan ke kepolisian dan ada juga yang tidak

Menurutnya, kasus kekerasan berbasis gender di Sumbar didominasi kekerasan seksual dan kekerasan fisik seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Selain itu, korban kekerasan berbasis gender tersebut biasanya mengalami lebih dari satu kekerasan.

Baca juga: Nasib 3 Pemain Asing Semen Padang FC yang Tak Masuk Skuad Putaran Kedua BRI Liga 1 2025

"Tahun 2024 kami melihat di Nurani Perempuan itu sekitar 70-an kasus yang kami terima kata Rahmi Meri Yanti, Kamis (16/1/2025).

Rahmi Meri Yanti mengatakan, secara persentase, kekerasan yang banyak terjadi KDRT dan kekerasan seksual seperti pemerkosaan.

"Pada awal 2025 ini juga ada beberapa kasus yang kita dampingi seperti KDRT," kata Rahmi Meri Yanti.

Ia menambahkan kasus kekerasan berbasis gender yang dilaporkan ke Polresta Padang mencapai 200 kasus, sekitar 80 kasus itu kasus pencabulan atau kekerasan seksual.

"Saya beberapa waktu lalu juga dari Polresta, kasusnya di Polresta Padang itu sampai 200 kasus dan malah 80 itu pencabulan atau kekerasan seksual dan menurut kami memang ini situasi yang cukup mengerikan dan mengkhawatirkan gitu," katanya.

Baca juga: Bayang-Bayang Stagnancy: Peningkatan KDRT dan Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan

Rahmi Meri Yanti menilai banyaknya laporan ke Kepolisian menunjukan sudah adanya kesadaran masyarakat untuk melapor.

Untuk itu, strategi ke depan yang perlu didorong agar penanganan kasus di Kepolisian bisa betul-betul komprehensif dan pemulihan korban betul-betul terjadi secara komprehensif agar kekerasan tidak lagi berulang gitu.

Ia juga menekankan, pengalaman pendampingan terhadap korban kekerasan seksual, pihak penegak hukum belum menggunakan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan seksual (TPKS).

Padahal dengan UU TPKS tersebut, proses hukum bisa cepat karena keterangan saksi dan atau korban bisa menjadi bukti jika disertai dengan alat bukti lain yang sah.

Menurutnya, pihaknya pernah mendampingi korban kekerasan seksual, saat kasus masih di Polda  masih pakai UU TPKS. Namun sampai di pengadilan malah tidak jadi pakai undang-undang TPKS gitu.

"Karena belum masifnya sosialisasi UU TPKS ini," kata Rahmi Meri Yanti. (*)

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved