Marak Kekerasan Berbasis Gender Online, Korban Depresi hingga Mau Akhiri Hidup

Perempuan rentan menjadi korban kekerasan berbasis gender online (KBGO). Seperti halnya kekerasan berbasis gender atau seksual di dunia nyata

|
Penulis: Rima Kurniati | Editor: Rahmadi
Kompas.com
Ilustrasi kekerasan seksual berbasis online. 

Rahmi mengatakan, jika pelaku baru mengancam akan menyebarkan, polisi tidak bisa memproses kasus tersebut. Polisi akan meminta, mana bukti disebar. Namun kondisinya, saat pelaku sudah pernah menyebarkan ke korban, karena malu dan khawatir, korban menghapus dan pembuktian di Kepolisian menjadi sulit.

Decthree Ranti Putri, Advokat Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menyampaikan, saat mengadvokasi korban KBGO, LBH Padang akan menanyakan pada korban, mau melakukan pelaporan pada Kepolisian atau mau foto dan videonya dihapuskan. Jika hanya mau dihapus dan foto dan video tidak disebar, LBH Padang akan membantu korban melaporkan ke SAFEnet. Sehingga bisa ditracking untuk mengetahui keberadaan pelaku, upaya-upaya lain menghapus dan mencegah pelaku menyebarkan foto dan video korban.

“Kalau foto dan videonya sudah tersebar luas, maka kita akan menyarankan untuk melakukan pelaporan ke kepolisian dan kita dampingi,” kata Ranti, Kamis (16/6/2024).

Baca juga: Komunikasi Minim Antara Anak dan Ortu Jadi Penyebab Peningkatan Kekerasan Seksual di Pariaman

Menurut Ranti, dalam proses penegakan hukum pelaku KBGO, korban juga dilema. Saat korban fighting atau berjuang melakukan proses hukum, di satu sisi korban khawatir foto dan videonya disebarkan. Sehingga proses hukum berlangsung rumit dan perlu negosiasi juga.

Disamping itu, proses penegakan hukum KBGO juga berlangsung lama. Ranti mengatakan proses satu kasus KBGO bisa berlangsung bertahun-tahun. Dua atau tiga tahun pasca pelaporan baru kasus tersebut masuk proses pengadilan.

“Lamanya proses hukum ini mencederai rasa keadilan korban dan mengakibatkan ada detail kejadian yang terlupakan oleh korban, yang” kata Ranti.

Aseanty Pahlevi menyampaikan, korban serangan digital bisa melapor melalui aduan.safenet.or.id. Kasus pelanggaran hak-hak digital yang telah diterima Safenet mencapai 5.253, 2.927 diantaranya KBGO, disusul kasus serangan 2.028 dan kriminalisasi sebanyak 298 aduan.

Menurutnya, penanganan KBGO tidak pernah tunggal, melainkan melibatkan dengan bantuan hukum, dukungan psikologi dan bantuan dukungan teknologi. SAFEnet juga menghadirkan kanal Awas KBGO, yang berfokus pada advokasi kebijakan, dukungan pada korban, dan edukasi terkait KBGO dengan kerja-kerja, pendampingan digital security, riset dan berjejaring untuk penanganan kasus.

Baca juga: Polresta Padang Bantah Lakukan Kekerasan ke Kendi Aktor Rekayasa Pencurian Klinik dr Richard Lee

Antisipasi KBGO, Pentingnya Perlindungan Privasi Pribadi Secara Online

Rahmi menyatakan, masyarakat banyak tidak paham dengan privasi di media sosial karena dalam pemahaman sebagian masyarakat hubungan secara fisik barulah berdampak. Sementara hubungan di dunia maya, ada anggapan tidak akan berdampak. Walaupun bicara seksual dan melakukan tindakan seksual via elektronik.

Disamping itu, kebanyakan korban tidak paham bahwa ada proses merekam, cara merekam dan jadi bahan ancaman. Dia lupa ada jejak digital dan resikonya dari tindakannya.

“Kadang-kadang korban merasa terhipnotis, karena kejadian VCS ini di jam-jam tengah malam sampai dini hari, dimana orang-orang sudah tertidur dan kondisinya sudah sepi, perempuan dan laki-laki pasti ada keinginan mengetahui yang lebih, dan jika terus dipancing maka akan terjadilah,” katanya.

Untuk itu, Rahmi mengingatkan agar perempuan tidak mempercayai dan terpengaruh modus para pelaku yang meminta menunjukkan bagian tubuh tertentu sekalipun itu merupakan orang terdekat.

Aseanty Pahlevi menyampaikan, korban KBGO bisa merespon dengan menyimpan barang bukti ancaman atau konten KBGO yang disebarkan, buat kronologi, memutuskan komunikasi dengan pelaku, melakukan pemetaan risiko dan melaporkan ke platform digital yang digunakan pelaku.

Kabid Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Sumbar Sumbar Rosmadeli menyampaikan pihaknya telah mempunyai pelayanan khusus dalam hal menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak berbasis gender di Kota Padang, yakni UPTD Perlindungan Perempuan Anak (PPA) Sumbar.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved