Citizen Journalism
Opini: Ironi! Ketika Sekolah tidak Lagi Aman
DUGAAN Kasus pencabulan yang mencoreng satu lembaga pendidikan atau sekolah di Sumatera Barat, kiranya menyisakan luka mendalam.
Oleh: Wahyu Saptio Afrima, Mahasiswa Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
DUGAAN Kasus pencabulan yang mencoreng satu lembaga pendidikan atau sekolah di Sumatera Barat, kiranya menyisakan luka mendalam.
Bagaimana tidak? Tempat yang seharusnya menjadi ruang tumbuh, belajar, dan berlindung bagi para siswa, justru menjadi lokasi kejahatan seksual di lingkungan tempat korban menuntut ilmunya.
Tragedi ini menjadi bukti bahwa sebagian lembaga pendidikan belum benar-benar aman bagi peserta didik, terutama perempuan.
Tidak hanya mengalami trauma atas dugaan tindak pencabulan, karena korban bahkan harus menanggung intimidasi dari pihak sekolah.
Alih-alih dilindungi, korban merasa dikucilkan, hingga akhirnya memutuskan untuk pindah sekolah. Terkadang pengakuan korban justru berujung pada tindakan represif dan ancaman dari pihak tertentu.
Sejatinya, ketidakbenaran yang diungkap itu hendaknya ditempun menuju jalan keberanian, sekaligus melawan ketidakadilan demi kebenaran.
Baca juga: Dukung Ujian Digital & Akses Belajar.id, Pemkab Dharmasraya Pasang Starlink di 17 Sekolah Blankspot
Ketika Lembaga Pendidikan Kehilangan Fungsi Asasinya
Secara ideal, sekolah bukan hanya tempat transfer ilmu, tetapi juga tempat internalisasi nilai moral, etika, dan perlindungan terhadap hak-hak siswa.
Ketika kekerasan seksual terjadi di lingkungan sekolah, terlebih dilakukan oleh orang dalam, maka secara moral institusi tersebut telah gagal.
Lebih jauh lagi, ketika lembaga tersebut mencoba “menyapu bersih” masalah tanpa menyelesaikannya secara adil, maka kepercayaan publik akan runtuh.
Kita perlu bertanya: ke mana siswa harus pergi untuk mendapatkan rasa aman, jika sekolah pun tidak bisa menjaminnya?
Menjadikan sekolah sebagai tempat aman bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Sebab lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk melindungi anak di bawah umur dari segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual.
Baca juga: Gegara Curi 4 Sepeda Listrik dan 38 Aki di Tempat Kerja Sendiri, Pemuda di Padang Ditangkap Polisi
Perlindungan Hukum: UU dan Sanksi Pidana Jelas
Negara sebenarnya telah memberikan payung hukum yang kuat dalam upaya perlindungan anak dari kejahatan seksual. Pasal 76D dan 76E dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (perubahan dari UU No. 23 Tahun 2002) dengan tegas menyebutkan bahwa: "Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul."
MAN IC Padang Pariaman Menebar Harapan Jemput Masa Depan: Berakit-rakit ke Hulu, Berenang ke Tepian |
![]() |
---|
Kuliah Kerja Nyata: Program Mahasiswa di Indonesia Serupa, Bakti Siswa & Magang Industri di Malaysia |
![]() |
---|
Opini Ruang Kota Tanpa Asap: Car Free Day Antara Negara Serumpun Indonesia & Malaysia |
![]() |
---|
Opini Bahasa Melayu: Bila Percuma di Malaysia, Gratis di Indonesia |
![]() |
---|
UNP Pelatihan Emotional Spritual Question di SMAN 1 Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, Sumatera Barat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.