Marak Kekerasan Berbasis Gender Online, Korban Depresi hingga Mau Akhiri Hidup

Perempuan rentan menjadi korban kekerasan berbasis gender online (KBGO). Seperti halnya kekerasan berbasis gender atau seksual di dunia nyata

|
Penulis: Rima Kurniati | Editor: Rahmadi
Kompas.com
Ilustrasi kekerasan seksual berbasis online. 

Kenali Modus Pelaku KBGO

Kepala Divisi Kesetaraan dan Inklusi Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Aseanty Pahlevi menyampaikan KBGO bagian dari serangan digital. Bentuknya beragam, bisa terjadi kapan saja sepanjang hari tanpa mengenal waktu. Pelakunya bisa dari mana saja, dan tujuan serangan bisa apa saja.

“Makin tak terlihat makin bahaya, dan dampaknya tidak bisa diukur serta bentuk serangannya beragam” ,kata Aseanty Pahlevi saat menjadi narasumber Pelatihan Pengenalan KBGO untuk Jurnalis, pada Sabtu (11/5/2024).

Aseanty Pahlevi juga menjelaskan KBGO merupakan pelanggaran hak-hak digital, melibatkan teknologi digital, mengancam rasa aman korban, melanggar privasi, merendahkan derajat dan martabat korban. KBGO dimulai dari tidak memahami mengenai consent (persetujuan) dan terjadi pelanggaran privasi. Maksudnya tindakan mengakses, menggunakan, memanipulasi dan menyebarkan data pribadi, foto atau video, serta informasi dan konten pribadi tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan.

“Modus yang dilakukan pelaku juga dengan cara pelanggaran digital seperti Video Call Seks (VCS), balas dendam, manipulasi hubungan, grooming atau pendekatan manipulatif dan rekrutmen online,” katanya.

Menurut Rahmi, biasanya pelaku akan mendekati korban dengan cara berkenalan melalui media sosial. Dilanjutkan dengan komunikasi intens, pelaku mengiming-imingi kebahagian dan jadi teman dekat korban.

Kemudian pelaku akan mengajak korban untuk melakukan video call. Pelaku juga akan membujuk korban agar memperlihatkan bagian tubuh intim korban.

Pada saat itulah pelaku melakukan tangkapan layar ataupun merekam layar korban yang dijadikan sebagai bahan untuk mengancam korban guna menuruti permintaan pelaku.

Baca juga: Angka Kekerasan Seksual di Pariaman Meningkat, LKAAM: Perlu Adanya Sosialisasi Peran Kekerabatan

Motif pelaku beragam mulai dari untuk memenuhi kebutuhan seksual hingga melakukan pemerasan terhadap korban dengan ancaman foto dan video vulgar korban akan disebarkan jika korban tidak menuruti kemauan pelaku.

Beberapa kasus KBGO terjadi juga dengan modus tiba-tiba pelaku mengajak video call, terus korban mengangkat, ternyata pelaku sudah memperlihatkan alat kelaminnya. Kemudian pelaku mengscreenshot, korban diperlihatkanlah foto hasil screenshot tersebut, kemudian korban diancam, jika keinginan pelaku tidak dituruti, maka akan disebarkan seolah-olah korban pelaku video calling sex.

“Kalau relasinya pacaran, biasanya korban juga ditekan sehingga terjadi pemaksaan hubungan seks,” kata Rahmi.

Pembuktian Hukum Kasus KBGO Sulit Dilakukan

Rahmi menyampaikan, proses hukum KBGO masih terkendala dalam pembuktian. Terutama korban KBGO yang tidak mengenali pelaku korban secara fisik, tidak diketahui dimana tempatnya, tidak punya foto pelaku yang jelas. Jika pelaku tidak diketahui identitasnya, biasanya Kepolisian pun akan sulit melacak pelaku. Kalaupun bisa melacak, misalnya nomor pelaku, hanya bisa diketahui posisi pelaku secara umum saja, misalnya pelaku di Sumbar, sementara Sumbar itukan luas.

“Hal-hal seperti itu kadang yang membuat kepolisian, berat dan sulit untuk menindaklanjuti,” ujar Rahmi.

Disamping itu, kasus KBGO baru bisa jadi laporan polisi, apabila pelaku sudah menyebarkan foto dan video vulgar korban.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved