Citizen Journalism
Opini: Representasi Adat, dan Etika dalam Tuturan Wanita Minangkabau
WANITA atau Perempuan selalu menjadi topik menarik untuk dibicarakan. Sehingga tak heran bila kemudian sosok wanita hingga saat ini masih menjadi kaji
Dalam berbahasa seorang wanita Minangkabau dituntut harus selalu berhati-hati dalam memilih bentuk-bentuk kebahasaan yang digunakan agar tidak dicap sebagai orang yang tidak berbudaya atau tidak beradat.
Oleh karena itu, perilaku berbahasa kaum wanita Minangkabau secara tidak langsung cenderung memakai strategi yang dapat melindungi citra dirinya dan citra diri orang lain dalam berkomunikasi secara verbal.
Salah satu karakteristik yang menjadi ciri khas bahasa wanita Minangkabau adalah penggunaan pagar (hedges). Penggunaan simbol seperti “?”, kata “boleh tidak”, “maaf”, “terimakasih” serta modal verb “bisakah”, “bolehkah”, seringkali dituturkan dan hadir secara berulang-ulang dalam sebuah tuturan, baik itu yang muncul dalam konteks permintaan maupun penolakan.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Coates (1996), ketika seseorang menggunakan hedges secara linguistik, penutur bermaksud menghindari mengatakan sesuatu secara pasti dan menjaga pilihan mereka terbuka atau dengan kata lain tidak memaksa.
Fungsi hedges dalam hal ini memberi pilihan kepada lawan tutur sepenuhnya untuk melaksanakan suatu hal atau tidak. Tidak hanya itu, selain dapat menjaga sebuah tuturan agar tetap terbuka atau dengan kata lain tidak memaksa, penggunaan hedges dalam sebuah tuturan juga seringkali digunakan untuk memperhalus sebuah tuturan agar menjadi lebih indah ketika didengar.
Kebudayaan Minangkabau adalah sebuah etnik yang selalu menekankan tentang tata cara hormat-menghormati melalui kehalusan tata bahasa yang dipergunakan.
Hal ini senada dengan petuah adat yang mengatakan “raso dibaok naik, pareso dibaok turun”. Orang minang bukanlah tipikal manusia yang bukak kulit tampak isi dan bukan orang yang bernalar hitam putih.
Mereka cenderung berada pada zona abu-abu terkait sikapnya dalam suatu persoalan. Itulah kenapa, dulunya orang minang dianggap sebagai suatu suku yang sangat bagus ketika berhadapan dengan hal-hal yang berbau diplomasi.
Dalam bertutur, masyarakat Minangkabau sangat memperhatikan dan mempertimbangkan fenomena-fenomena kebahasaan.
Mereka berusaha untuk bersikap bijaksana dalam berbicara supaya mitra tindak tutur tidak tersinggung, misalnya dalam meminta, orang Minang memegang prinsip adat ‘saat meminta gigi harus lunak dari lidah’.
Bahkan masyarakat Minangkabau memiliki Kato Nan Ampek sebagai panduan bagi seseorang ketika hendak bertutur.
Lebih jauh, Minangkabau memberikan gambaran dan penjelasan yang rinci tentang bagaimana bahasa memiliki posisi agung tersendiri dalam falsafah adat karena kekuatan yang dimilikinya.
Sebagaimana falsafah adat berikut, “dek elok urang tak ingin, dek baso luluahlah hati. nan merah sago, nan baiak budi, nan indah baso” yang mana bermakna dengan bahasa, hati sekeras apapun akan dapat luluh, dan mereka yang baik perilakunya yaitu mereka yang indah bahasanya.
Lebih lanjut, bahasa berpagar yang cenderung digunakan oleh wanita Minangkabau sebagai strategi bertutur tidak terlepas dari adanya kontrol etnik Minangkabau itu sendiri.
Yakni, nilai-nilai dan falsafah adat menjadi aturan dasar yang bersifat mengikat, sehingga wanita cenderung menyesuaikan tuturannya agar dapat melindungi citra dirinya dan citra diri orang lain karena dalam pandangan adat Minangkabau, manusia yang beradat adalah orang bijaksana dalam berbicara.
MAN IC Padang Pariaman Menebar Harapan Jemput Masa Depan: Berakit-rakit ke Hulu, Berenang ke Tepian |
![]() |
---|
Kuliah Kerja Nyata: Program Mahasiswa di Indonesia Serupa, Bakti Siswa & Magang Industri di Malaysia |
![]() |
---|
Opini Ruang Kota Tanpa Asap: Car Free Day Antara Negara Serumpun Indonesia & Malaysia |
![]() |
---|
Opini Bahasa Melayu: Bila Percuma di Malaysia, Gratis di Indonesia |
![]() |
---|
UNP Pelatihan Emotional Spritual Question di SMAN 1 Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, Sumatera Barat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.