Kisah Yunika Fernandes, Berhenti Jadi Karyawan Pilih Buka Usaha Songket Tenun Minang

Mundur sebagai karyawan di sebuah rumah sakit swasta Riau, Yunika Fernandes pilih kembangkan usaha tenun untuk merawat kerajinan tenun.

Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rahmadi
TribunPadang.com/Panji Rahmat
Yunika Fernandes pemilik galeri Songket Tenun Minang (STM) di Jalan Bukittinggi - Payakumbuh Km 10 Ampek Angkek, Agam, sedang menunjukan produk deta yang sudah siap, Kamis (29/6/2023). 

Membuka Galeri untuk Wisata Edukasi

Gelari STM dibuka Yurika karena ingin menghadirkan wisata edukasi untuk anak-anak hingga remaja.

Ia menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah supaya bisa menjadi destinasi wisata baru bagi daerah tersebut.

Bahkan galerinya sering dikunjungi siswa TK, SD, SMP hingga mahasiswa untuk melihat proses pembuatan tenun secara langsung.

"Jadi mereka kami beri pengetahuan akan tenun dan memperlihatkan langsung cara produksi. Mereka juga boleh mencobanya," jelasnya.

Kerja sama serupa juga ia terapkan pada tour travel yang sering membawa tamu ke daerah tersebut.

Selain itu, kerja sama juga ia jalin dengan koperasi kepegawaian Kota Bukittinggi dan sejumlah BUMN untuk memasok pakaian seragam mereka.

Baca juga: Tenun Kubang Hasilkan Songket dengan Motif, dan Warna yang Lebih Variatif

Memberdayakan Perempuan Terutama Anak Muda

Agar Songket Tenun Minang (STM) sampai ke konsumen, produknya di produksi oleh masyarakat dari sejumlah nagari di Kecamatan IV Angkek Agam hingga Pandai Sikek Tanah Datar.

Kurang lebih ada sebanyak 30 orang terlibat untuk memproduksi semua jenis produk STM. Produk itu terdiri dari sulaman, bordir, songket dan tenun.

"Jadi saya mengirimkan bahan sesuai pesanan pada para anggota ini, lalu mereka kerjakan di rumah masing-masing," terangnya yang dulu mengantar langsung semua bahan baku itu pada anggotanya.

Semua anggotanya itu merupakan perempuan yang terdiri dari ibu rumah tangga dan anak muda.

Anak muda ini ia pilih supaya kerajinan tenun bisa terus dilestarikan. Mengingat pengrajinnya kebanyakan berusia 50 tahun ke atas.

Selain itu, anak muda juga memiliki kreatifitas dan inovasi baru agar tenun bisa beradaptasi dengan zaman.

Ia menilai tenun adalah kerajinan khas Indonesia jadi perlu dirawat dan pembaharuan.

Baca juga: Tenunan Songket Silungkang, Produk UMKM Sawahlunto yang Sudah Ekspor hingga Singapura dan Malaysia

Halaman
1234
Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved