Opini Citizen Journalism
Kata: nasi, dan Konteksnya dalam Bahasa Minangkabau
PERBEDAAN kelompok usia mencerminkan adanya hubungan sosial yang berubah. Bahasa orang dewasa, serta bahasa anak-anak, berkembang sebagai respons terh
Nasi samo ditanak, karak dimakan surang. Ungkapan ini digunakan untukmenyatakan bahwa dalam keadaan senang/kaya, semua orang merasa dekat/bersahabat. Hal itu ditunjukkan dengan pernyataan nasi samo ditanak ‘nasi sama dimasak’.
Akan tetapi, apabila dalam keadaan susah/sedih, tidak ada yang peduli, semuanya ditanggung sendiri, yang dinyatakan dengan karak dimakan surang ‘kerak dimakan sendiri’.
Nasi abih, budi basuo, digunakan untuk menyatakan seorang sahabat yang tampaknya baik, namun ternyata malah sebaliknya, kelakuannya tidak baik.
Nasi abih ‘nasi habis’ maksudnya semuanya telah dikorbankan untuk sahabat tersebut. Namun, ternyata sahabat tersebut bukanlah sahabat yang baik. Hal itu, baru diketahui di kemudian hari, yang dinyatakan dengan budi basuo ‘perangainya yang sesungguhnya baru diketahui setelah semua dikorbankan untuknya’.
Ungkapan Nasi dimakan raso duri, aia diminum raso sakam ‘nasi dimakan rasa duri, air diminum rasa sekam’ digunakan untuk menyatakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan’.
Kata duri di sini digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang tidak menyenangkan sebab duri adalah sesuatu yang tajam yang bisa melukai. Begitu juga dengan kata sakam, rasanya tidak enak bila diminum. Kata sakam berarti ‘kulit padi, setelah padi ditumbuk’.
Nasi lah jadi bubua ‘nasi telah menjadi bubur’ digunakan untuk menyatakan keadaan yang tidak bisa lagi diperbaiki atau sesuatu yang terlanjur dilakukan.
Kalau sudah menjadi bubur, tidak akan bisa kembali menjadi nasi. Oleh sebab itu, segala sesuatu yang akan dikerjakan, perlu dipikirkan lebih dahulu baik buruknya agar jangan terjadi penyesalan di kemudian hari.
Banasi dibaliak karak ‘ada nasi di balik kerak’. Secara harfiah, tidak ada nasi lagi di balik kerak. Kerak itu adalah bagian paling bawah atau paling akhir yang mengeras dan melekat pada benda atau periuk.
Ungkapan tersebut digunakan untuk menyatakan bahwa masih ada sesuatu yang belum disampaikan atau ada sesuatu yang disembunyikan yang tidak boleh diketahui oleh orang lain.
Sebaliknya, ada pula ungkapan Indak ado nasi di baliak karak ‘tidak ada nasi di balik kerak’. Ungkapan ini digunakan untuk menyatakan bahwa ‘tidak ada yang lebih daripada itu’ atau tidak ada lagi yang bisa dikatakan sebab semuanya telah disampaikan’.
Ungkapan-ungkapan yang telah dikemukakan di atas, sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya, tidak dipahami oleh sebagian besar generasi muda.
Padahal, dari ungkapan-ungkapan tersebut banyak hal yang dapat dipelajari. Ungkapan-ungkapan tersebut mengandung makna yang dalam yang disampaikan secara bijak oleh para penutur bahasa Minangkabau pada masa lalu, yang sepatutnya diterima dan diwariskan juga pada generasi berikutnya.
Dapat disimpulkan bahwa dari kata nasi terdapat berbagai istilah dan ungkapan yang maknanya akan berbeda sesuai dengan konteks di mana kata tersebut berada.(*)
Opini : Menemukan Keheningan yang Menyentuh: Belajar dari Sunyinya Rumah Ibadah |
![]() |
---|
Opini: Ombudsman Sumatera Barat Giat Kampanyekan Layanan Pengaduan Terkait Penyerahan Ijazah |
![]() |
---|
Opini : Uang Kuliah Tunggal yang tak Masuk Akal, Persempit Akses Pendidikan |
![]() |
---|
Opini : Pelayanan Publik di Persimpangan Jalan: Antara Kewajiban Negara, dan Kegelisahan Rakyat |
![]() |
---|
Opini: Kreativitas Branding Mahasiswa DKV UPI YPTK Padang Meningkatkan Pesona Desa Wisata Kayu Jao |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.