Opini Citizen Journalism

Kata: nasi, dan Konteksnya dalam Bahasa Minangkabau

PERBEDAAN kelompok usia mencerminkan adanya hubungan sosial yang berubah. Bahasa orang dewasa, serta bahasa anak-anak, berkembang sebagai respons terh

Editor: Emil Mahmud
Tribunnews.com
Ilustrasi: nasi dan alat penanak 

Prof Nadra, Penulis adalah Dosen Linguistik Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas (FIB Unand)

PERBEDAAN kelompok usia mencerminkan adanya hubungan sosial yang berubah. Bahasa orang dewasa, serta bahasa anak-anak, berkembang sebagai respons terhadap peristiwa kehidupan yang mereka hadapi, dan hal itu mempengaruhi hubungan sosial dan sikap individu terhadap peristiwa yang dimaksud.

Perubahan itu tercermin dari bahasa yang mereka gunakan yang wujudnya terutama tampak dari kata, istilah, atau ungkapan yang mereka gunakan.

Salah satu aspek yang menarik untuk dikaji adalah terkait dengan kata nasi dalam bahasa Minangkabau. Salah satu ungkapan yang dulu sering sekali penulis dengar adalah ungkapan “Batulang ka nasi’. 

Sekarang, bisa dikatakan ungkapan itu  tidak terdengar lagi. Bahkan ketika penulis bertanya kepada penutur Bahasa Minangkabau yang berusia sekitar 30 tahun, mereka tidak paham apa maksud dari ungkapan tersebut.

Dalam tulisan ini dicoba mengungkapkan kembali apa saja makna dari kata nasi dan konteksnya dalam bahasa Minangkabau.

Nasi adalah makanan pokok bagi masyarakat Minangkabau. Dari kata nasi muncul berbagai frasa, baik yang berupa istilah maupun yang berupa nama dalam bahasa Minangkabau. Dari kata nasi ini juga muncul berbagai ungkapan, baik yang bermakna positif maupun yang bermakna negatif.

Berbagai istilah atau nama yang menggunakan kata nasi, di antaranya adalah:

Pertama, nasi lamak ‘sejenis makanan yang terbuat dari beras pulut/ketan yang diaduk dengan santan’,

Kedua, nasi kunyik ‘nasi kuning’, adalah sejenis makanan yang terbuat dari beras yang diaduk dengan santan kelapa yang dicampur dengan kunyit, diberi bumbu’,

Ketiga, nasi tuai ‘beras ketan dimasak dengan santan’,

Keempat, nasi goreng ‘masakan khusus dengan cara memasak nasi dengan memberi sedikit minyak, ditambah bumbu’,

Kelima, nasi ramas ‘nasi yang lengkap dengan lauk-pauknya’,

Keenam, nasi sampek ‘sejenis nasi yang terbuat dari beras pulut yang berwarna warni’,

Ketujuh, nasi manih ‘sejenis makanan yang terbuat dari beras ketan dicampur dengan beras biasa, dan dimasak dengan air gula’.

Istilah lain yang menggunakan kata nasi adalah pamakan nasi. Istilah ini mempunyai dua makna, yaitu:

(1) ‘orang yang suka/sering makan nasi’ dan

(2) ‘lauk pauk/teman makan nasi’.

Di samping itu, juga ada istilah nasi karak yang bermakna ‘nasi yang terletak paling bawah ketika memasak dan mengeras’ dan nasi lambiak  yang bermakna ‘nasi lembek’.

Di samping itu, ada lagi istilah mancari sasuok nasi ‘mencari sesuap nasi’ yang artinyaanya adalah mencari rezki/bekerja.

Selanjutnya, ada beberapa ungkapan yang menggunakan kata nasi sebagai salah satu unsurnya. Ungkapan Sarupo kuah tatuang ka nasi, nasi ka dimakan juo ‘seperti kuah tertumpah ke nasi, nasi akan dimakan jua’.

Ungkapan itu bermakna sesuatu yang terjadi dianggap itulah yang seharusnya terjadi. Ungkapan tersebut biasanya digunakan untuk menyatakan seorang laki-laki di Minangkabau yang menikah dengan kemenakan ayahnya (anak dari saudara perempuan ayahnya). Dalam budaya Minangkabau (pada masa lalu), perkawinan seperti itu dianggap sebagai perkawinan yang ideal.

Ungkapan “Sarupo urang litak dapek nasi, urang auih dapek aia”. Ungkapan tersebut digunakan untuk menyatakan keadaan seseorang yang sedang kesusahan, tiba-tiba mendapat bantuan. Orang yang sedang lapar, diberi nasi dan orang yang sedang haus, diberi air. Dengan demikian, bantuan tersebut terasa sangat tepat dan sangat berharga.

Ungkapan Nasi talatak dilutuik ‘nasi terletak di lutut’ digunakan untuk menyatakan bahwa sesuatu yang didapatkan dengan mudah tanpa ada usaha atau sesuatu sudah tersedia tanpa harus mencarinya terlebih dahulu.

Istilah talatak dilutuik berkaitan dengan cara makan sebab dahulu orang makan duduk di tikar dan nasi terletak di dekat lutut. Nasi tersebut dihidangkan dengan kelengkapannya sehingga tinggal memakannya. Hal itu tentu tidak bisa dipahami jika makan dilakukan di atas meja seperti kebanyakan yang kita temukan sekarang.

Ungkapan Batulang ka nasi ‘bertiang ke nasi’, sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya, digunakan untuk menyatakan keadaan seseorang yang menjadikan nasi sebagai makanan utama yang tidak bisa diganti dengan makanan lainnya. Orang tersebut akan merasa kuat dan akan timbul kekuatannya apabila sudah makan nasi.

Saminum samakan salauak sanasi. Bentuk ini digunakan untuk menyatakan persahabatan yang sangat erat. Keeratan persahabatan tersebut ditunjukkan dengan selalu minum bersama, makan bersama, makan lauk yang sama, dan nasi yang sama.

Ungkapan Gulai lamak nasi matah, nasi lamak gulai matah ‘gulai enak nasi mentah, nasi enak gulai mentah’ digunakan untuk menyatakan keadaan yang tidak menyenangkan.

Hal itu ditunjukkan dengan nasi matah ‘nasi mentah’ dan gulai matah ‘gulai mentah’. Walaupun gulai enak, jika nasinya mentah, maka makan tidak akan terasa enak. Begitu juga sebaliknya, walaupun nasinya enak, tetapi gulainya mentah, maka makan juga akan terasa tidak enak.

Bialah nasi tabuang, asa pariuak jan pacah, ungkapan ini biasanya digunakan untuk menyatakan keadaan seorang perempuan yang sedang susah payah melahirkan. Dalam keadan demikian, akan direlakan anaknya meninggal yang dinyatakan dengan bialah nasi tabuang ‘biarlah nasi terbuang’, asalkan ibunya bisa selamat yang dinyatakan dengan asa pariuak jan pacah ‘asal periuk tidak pecah’.

Nasi samo ditanak, karak dimakan surang. Ungkapan ini digunakan untukmenyatakan bahwa dalam keadaan senang/kaya, semua orang merasa dekat/bersahabat. Hal itu ditunjukkan dengan pernyataan nasi samo ditanak ‘nasi sama dimasak’.

Akan tetapi, apabila dalam keadaan susah/sedih, tidak ada yang peduli, semuanya ditanggung  sendiri, yang dinyatakan dengan karak dimakan surang ‘kerak dimakan sendiri’.

Nasi abih, budi basuo, digunakan untuk menyatakan seorang sahabat yang tampaknya baik, namun ternyata malah sebaliknya, kelakuannya tidak baik.

Nasi abih ‘nasi habis’ maksudnya semuanya telah dikorbankan untuk sahabat tersebut. Namun, ternyata sahabat tersebut bukanlah sahabat yang baik. Hal itu, baru diketahui di kemudian hari, yang dinyatakan dengan budi basuo  ‘perangainya yang sesungguhnya baru diketahui setelah semua dikorbankan untuknya’.

Ungkapan Nasi dimakan raso duri, aia diminum raso sakam ‘nasi dimakan rasa duri, air diminum rasa sekam’ digunakan untuk menyatakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan’.

Kata duri di sini digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang tidak menyenangkan sebab duri adalah sesuatu yang tajam yang bisa melukai. Begitu juga dengan kata sakam, rasanya tidak enak bila diminum. Kata sakam berarti ‘kulit padi, setelah padi ditumbuk’.

Nasi lah jadi bubua ‘nasi telah menjadi bubur’ digunakan untuk menyatakan keadaan yang tidak bisa lagi diperbaiki atau sesuatu yang terlanjur dilakukan.

Kalau sudah menjadi bubur, tidak akan bisa kembali menjadi nasi. Oleh sebab itu, segala sesuatu yang akan dikerjakan, perlu dipikirkan lebih dahulu baik buruknya agar jangan terjadi penyesalan di kemudian hari.

Banasi dibaliak karak ‘ada nasi di balik kerak’. Secara harfiah, tidak ada nasi lagi di balik kerak. Kerak itu adalah bagian paling bawah atau paling akhir yang mengeras dan melekat pada benda atau periuk.

Ungkapan tersebut digunakan untuk menyatakan bahwa masih ada sesuatu yang belum disampaikan atau ada sesuatu yang disembunyikan yang tidak boleh diketahui oleh orang lain.

Sebaliknya, ada pula ungkapan Indak ado nasi di baliak karak ‘tidak ada nasi di balik kerak’. Ungkapan ini digunakan untuk menyatakan bahwa ‘tidak ada yang lebih daripada itu’ atau tidak ada lagi yang bisa dikatakan sebab semuanya telah disampaikan’.

Ungkapan-ungkapan yang telah dikemukakan di atas, sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya, tidak dipahami oleh sebagian besar generasi muda.

Padahal, dari ungkapan-ungkapan tersebut banyak hal yang dapat dipelajari. Ungkapan-ungkapan tersebut mengandung makna yang dalam yang disampaikan secara bijak oleh para penutur bahasa Minangkabau pada masa lalu, yang sepatutnya diterima dan diwariskan juga pada generasi berikutnya.

Dapat disimpulkan bahwa dari kata nasi terdapat berbagai istilah dan ungkapan yang maknanya akan berbeda sesuai dengan konteks di mana kata tersebut berada.(*)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved