Kota Pariaman

Sejarah Buaian Kaliang, Permainan Tradisional yang Dibawa Orang India di Pariaman

Walau dianggap penuh risiko, bianglala tradisional ini masih digemari hingga kini. Dinas Pariwisata tetap membiarkannya beroperasi di Pantai Gandoriah

Penulis: Nandito Putra | Editor: Fuadi Zikri
TribunPadang.com/Nandito Putra
Wahana permainan tradisional, buaian kaliang, di Pantai Gandoriah, Kota Pariaman, saat perhelatan pesta pantai, Minggu (23/4/2023). 

TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN - Harian Haluan edisi 10 Oktober 2011 memberitakan seorang ibu dan dua anaknya terlempar dari buaian kaliang di Bukittinggi. Beberapa tahun sebelumnya, di Gandoriah, Pariaman, rambut seorang perempuan tersangkut di sumbu bianglala ini dan berakhir tragis.

Walau dianggap penuh risiko, bianglala tradisional ini masih digemari hingga kini. Dinas Pariwisata tetap membiarkannya beroperasi di Pantai Gandoriah ketika ada festival pantai, khususnya saat libur Lebaran dan perayaan hoyak tabuik yang berlangsung setiap tanggal 10 Muharram.

Keberadaan permainan tradisional ini kian berkurang tiap tahunnya. Tahun ini hanya ada delapan unit buaian kaliang di Pantai Gandoriah.

Buaian kaliang milik Rustam asal Kampung Balacan adalah salah satu yang masih bertahan.

Rustam punya tiga unit buaian kaliang. Ia sudah menjalani usaha ini sejak 18 tahun lalu. Butuh 6-7 pria dewasa agar bianglala yang terbuat dari kayu ini bisa berputar kencang.

Baca juga: Rekomendasi 4 Pantai di Kota Pariaman, Cocok Dikunjungi untuk Nikmati Libur Lebaran

Sekali jalan, kurang lebih selama 3-4 menit, pengunjung hanya merogoh kocek seharga segelas es tebu.

Wahana bermain ini lebih menyerupai kincir. Di tiap-tiap ujungnya dipasang tempat duduk menyerupai keranjang yang bisa muat untuk lima atau enam orang. Mereka duduk saling berhadap-hadapan seperti duduk di angkot yang penuh sesak.

Buaian kaliang terbuat dari kayu ikia atau kayu ulin yang terkenal dengan ketahanannya. Sebagian orang juga menyebutnya dengan kayu besi.

Rustam mengatakan pada 1990-an jumlah buaian kaliang di Pantai Gandoriah cukup banyak. Pemiliknya berasal dari berbagai daerah di Sumatra Barat, bahkan ada yang dari Curup, Mandailing Natal hingga Padang Sidempuan.

Isal, 53 tahun, merupakan salah seorang operator buaian kaliang yang bekerja dengan Rustam. Meski usianya tak lagi muda, ia masih gesit mengerahkan tenaga untuk memutar bianglala ini.

Baca juga: Semarak Pesta Pantai di Pariaman, dari Menyantap Gulai Ikan hingga Bervakansi ke Pulau Angso Duo

Isal mengatakan buaian kaliang dulunya diperkenalkan oleh orang keling atau India di Pariaman.

"Makanya dinamakan buaian kaliang karena dulu orang-orang keling banyak menjalankan usaha ini," katanya, Minggu (23/4/2023).

Mestika Zed dalam buku Kota Padang Tempoe Doeloe, mencatat persinggungan bangsa India dengan beberapa kota pelabuhan di pantai barat Sumatra sudah terjadi sejak abad ke-9 Masehi.

Ketika itu orang India sudah melakukan kontak dagang di beberapa kota pelabuhan di sepanjang pantai barat Sumatra, seperti Padang dan Pariaman.

"Gelombang kedua kedatangan orang-orang India, yaitu orang Keling atau Tamil dari daerah Coromandel, India Selatan. Kebanyakan orang India Keling ini merupakan pedagang rempah-rempah dan kain dari negeri asalnya meskipun jumlah mereka tidak banyak," catat Mestika Zed (h. 11).

Halaman
12
Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved