Citizen Journalism

Pentas Teater Balai Bukittinggi “Biduk Berkeping” di GOR Lareh Nan Tobang, Tabek Patah, Batusangkar

Sebuah Bentuk Teater Egaliter: Pentas Teater Balai Bukittinggi “Biduk Berkeping” Karya Edi Suisno Sutradara Abdul Hanif di GOR Lareh Nan Tobang, Naga

Editor: Emil Mahmud
ISTIMEWA
Ilustrasi: Sebuah Bentuk Teater Egaliter: Pentas Teater Balai Bukittinggi “Biduk Berkeping” Karya Edi Suisno Sutradara Abdul Hanif di GOR Lareh Nan Tobang, Nagari Tabek Patah, Batusangkar, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). 

Sebagai sutradara ia menyampaikan konsep pertunjukan yang dihadirkan; yakni membawa semangat “sandiwara kampuang” yang dulu pernah eksist di tengah-tengah masyarakat postkolonial, namun digarap secara realis.

Artistik digarap dengan dinding yang di buat dari kain dan properti rumah tangga, meskipun terlihat minimalis tapi tetap meberikan kesan realistis. Ia menyampaikan juga besar harpannya, bahwa dengan gagasan yang ditawarkannya ini bisa menjawab keresahan “kenapa teater kehilangan eksistensinya di tengah tengah masyarakat Sumatra Barat”.

Pentas drama “Biduk Berkeping” Karya Edi Suisno, Sutradara Abdul hanif; mengisahkan pertikaian orang sumando di dalam suatu rumah tangga keluarga Minang.

Tersebutkan beberapa tokoh sentral di dalam naskah ini, di antaranya: Rosmina sebagai mertua, Yusma sebagai anak perempuan yang paling tua dan mempunyai suami pedagang kaya di Bukittinggi yang bernama Armen.

Yeti merupakan adik Yusma adalah perempuan cantik di desanya dan diperistri oleh seorang sarjana teknik yang bernama Agus, sedangkan Anton adalah anak bungsu Rosmina yang sering bolos sekolah dan bertingkah ugal-ugalan.

Di antara tokoh-tokoh tadi, ada terdapat tokoh pendukung yang bernama Sella. Sella merupakan tokoh yang dimunculkan untuk memperkuat konflik, di mana Sella pada akhir pertunjukan dimunculkan sebagai sosok perempuan yang telah dihamili Anton.

Jalinan konflik pada naskah drama “Biduk Berkeping” ini, terjadi karena persaingan ekonomi antara urang sumando yakni Armen suami Yusma dengan Agus suami Yeti.

Persaingan ekonomi yang diinginkan dalam drama ini, yakni ketika Armen memiliki lebih banyak materi dibandingkan Agus. Selain itu, Armen sering membelikan mertuanya pakaian-pakaian baru, makanan dan segala macam keperluan dapur untuk kebutuhan bersama.

Sedangkan Agus setiap hari pergi mencari pekerjaan, namun tidak kunjung mendapat pekerjan tersebut, akhirnya ijazah sarjana tekhniknya hanya mampu mempekerjakan dia sebagai buruh bangunan yang penghasilannya tidak seberapa.

Hal tersebutlah membuat Rosmina jengkel dan kesal, karena Yeti anaknya yang cantik, yang merupakan bunga kampung, seharusnya bisa memiliki suami yang kaya, terhormat, serta memiliki banyak uang.

Karenanya, kemudian telah mengubah status Rosmina dari orang yang tidak beruntung menjadi orang yang dipandang di masyarakat.

Agus yang selalu kandas dalam urusan nasib dan kerja serabutan, tidak tahan dengan sindiran dan desakan mertuanya itu. Agus yang merasa harga dirinya terinjak-injak, lalu pergi meninggalkan Yeti untuk pergi merantau.

Agus yang pergi meninggalkan Yeti, tidak menyadari kalau ia juga meninggalkan benih dalam rahim Yeti. Setelah selang beberapa bulan, benih yang tertanam dalam rahim Yeti bertambah besar dan sudah makin dekat dengan waktunya untuk melahirkan.

Sementara Agus, suami yang dicinta tidak ada kabar berita kepastian bagaimana keberadaan hidupnya.
Pada awalnya Yeti berterimakasih kepada Armen, karena memberikan semua kebutuhan dan memnjanjikan uang persalinan untuk Yeti.

Namun di kemudian hari setelah beberapa lama, sikap Yeti menjadi berubah, Yeti mendadak menjadi pemurung dan pendiam, bahkan tidak jarang, Yeti tidak mau keluar kamar walaupun hanya untuk sekedar makan bersama di meja makan.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved