Kuliner Sumbar: Ampiang Dadiah, Kopi Luwak di Rafflesia Luwak Coffee, Gratis Scrub Wajah
Kuliner Sumatera Barat (Sumbar) cukup beragam. Ada ampiang dadiah, kuliner Ranah Minang berbahan susu kerbau yang difermentasi dan kopi luwak
Penulis: Rizka Desri | Editor: Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM - Kuliner Sumatera Barat (Sumbar) cukup beragam.
Ada ampiang dadiah, kuliner Ranah Minang berbahan susu kerbau yang difermentasi dan kopi luwak di Rafflesia Luwak Coffee Kabupaten Agam.
Simak kuliner Sumbar berikut ini:
1. Mengenal Ampiang Dadiah, Kuliner Ranah Minang Berbahan Susu Kerbau yang Difermentasi
Berwisata ke Kota Bukittinggi jangan pernah melewatkan kuliner yang satu ini.
Namanya Ampiang Dadiah, kuliner khas Ranah Minang nan legendaris.
Ampiang merupakan beras ketan yang ditumbuk dan dadiah adalah fermentasi susu kerbau.
Baca juga: Ampiang Dadiah, Kudapan Khas Minangkabau yang Tak Cuma Nikmat tapi Juga Berkhasiat
Baca juga: Galamai, Kuliner Khas dan Buah Tangan Khas, dari Perkampungan Adat Nagari Sijunjung, Provinsi Sumbar
Kadua bahan ini dipadukan dengan cairan gula aren dan ditaburi parutan kelapa.
Diberi sedikit es, semangkok Ampiang Dadiah mampu menggugah selera.
Ampiang yang teksturnya agak keras, dikunyah dengan dadiah yang lembut bisa bikin ketagihan.
Apalagi rasa keasamasaman dari dadiah dan aroma susunya yang bercampur dengan gula aren yang manis.
Ditambah dengan kasatnya parutan kelapa membuat semuanya terasa lengkap.
Di Kota Bukittinggi, cukup banyak yang menjual kuliner ini, salah satunya warung Uni Upik di samping Pasa Ateh.
Cukup menggocek saku Rp20.000, semangkok ampiang dadiah dapat dinikmati.
Rudi, pengelola warung mengatakan, dadiah yang menjadi bahan utama kuliner ini dibuat dengan susu kerbau murni.
Susu kerbau yang diperah difermentasi di dalam potongan bambu yang ditutup dengan daun pisang.
Fermentasi susunya pun alami tanpa tambahan bahan lainnya.
"Fermentasinya biasanya selama satu malam," kata Rudi kepada Tribun.
Ia menuturkan, semakin lama proses fermentasi maka dadiahnya semakin keras.
Namun, untuk jualannya, ia menggunakan dadiah yang difermentasi satu malam agar sedikit kenyal.
"Tapi ini beda dengan 'yoghurt' pada umumnya" ungkapnya.
Berusia puluhan tahun
Rudi menuturkan kuliner ini sudah ada sejak tahun 1973 atau bahkan lebih.
Sedari kecil ia sudah sering mengkonsumsi dadiah yang dibuat neneknya.
Dulu sebelum dicampur dengan ampiang, kata Rudi, dadiah ini dijadikan teman makan nasi.
"Orang-orang tua dulu memakan dadiah ini dengan nasi, ditambah bawang dan cabai," katanya.
Karena perkembangan zaman, untuk memenuhi selera, dadiah pun dicampur dengan ampiang. (*)
Baca juga: Pisang Bakar Santan dan Kalikih Santan, Kuliner Tradisional yang Wajib Dicoba saat ke Sumbar
2. Menikmati Menyeruput Kopi Luwak di Rafflesia Luwak Coffee Kabupaten Agam, Gratis Scrub Wajah
Surga tersembunyi bagi para pencinta kopi ternyata ada di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat (Sumbar).
Sebuah desa di daerah itu menyimpan salah satu kopi termahal di dunia yaitu kopi dari kotoran musang alias kopi luwak.
Desa tersebut bernama Batang Palupuah yang masuk ke dalam administrasi pemerintahan Kecamatan Palupuah.
Di sana terdapat satu usaha rumahan yang mengolah biji kopi yang ada pada kotoran musang liar menjadi segelas kopi yang nikmat.
Pemilik usaha itu bernama Umul Khairi, seorang perempuan paruh baya, warga asli Batang Palupuah.
Umul Khairi menamai usahanya 'Rafflesia Luwak Coffee'.
Bersama sang kakak, ia menjalankan bisnis itu dengan memanfaatkan beberapa ruang yang ada di rumahnya.
Sedikit ruang di teras yang menjorok di depan rumahnya untuk pengunjung yang ingin menikmati secangkir kopi luwak.
Lalu dapur kecil di belakang rumah untuk mengolah biji kopi, mulai dari membersihkan kopi, menyangrai, hingga menumbuknya.
Saat berbincang dengan TribunPadang.com, Umul mengatakan usahanya ini telah berjalan satu dekade lebih.
"Sejak tahun 2010," kata Umul di kedai kopinya, Kamis petang.
Tamatan akademi bahasa Inggris itu memulai bisnisnya setelah melihat perkembangan dan popularitas kopi luwak di Bali.
Umul yang saat itu merantau ke tanah Jawa dan Bali teringat masa kecilnya di kampung halaman yang sering meminum kopi dari olahan kotoran luwak.
Sebab, daerahnya merupakan salah satu penghasil kopi terbesar di Kabupaten Agam dikala itu.
Berada dipinggir ngarai dan berbatasan langsung dengan lebatnya hutan bukit barisan, keberadaan luwak tentu banyak.
Kopi yang menjadi salah satu makanan utama hewan nokturnal itu membuat kotoranya berserakan di sepanjang kebun kopi.
Orang tuanya adalah kebun kopi dan sekaligus menjadi petani kopi, meminum secangkir kopi setiap hari lazim baginya.
Apalagi ketika itu, orang tuanya sering mengolah biji kopi dari kotoran luwak jadi minuman kopi sementara hasil panen yang dipetik dari kebun dijual.
"Jadi kopi luwak di sini sudah ada dari dulunya, orang tua saya menyebut itu sama dengan kopi kotoran musang," ungkapnya.
Umul menceritakan, awal mula ia mulai menggeluti kopi luwak ini pada tahun 2006 silam.
Saat itu, ia mendapatkan sedikit ilmu dari rekan kerjanya asal Australia yang ketika itu serius membidangi kopi luwak di Bali.
Selama empat tahun mempelajari kopi luwak, ia pun mulai menjadikan kopi luwak sebagai bidang usaha komersial, yaitu pada tahun 2010.
"Yang tidak terlupakan, saya juga dapat banyak ilmu tentang kopi dari keluarga, tetangga, dan petani kopi di sini," kata Umul.
Alasan lainnya Umul memulai bisnis kopi luwak yaitu untuk mengenalkan kopi luwak yang ada di Sumbar ke dunia perkopian.
Apalagi kampungnya yang sering dikunjungi turis mancanegara yang ingin melihat pertumbuhan bunga rafflesia di daerah itu.
"Daerah ini kan banyak bunga rafflesia yang tumbuh, jadi banyak turis datang ke sini, kenapa tidak saya kenalkan sekalian kopi luwak di sini," tutur Umul.
Baca juga: Cicip Rinuak Kuliner Khas Danau Maninjau, Menparekraf Sandiaga Uno Minta Agam Kembangkan Desa Wisata
Baca juga: Nikmati Keindahan Alam di Kawasan Bukit Gado-gado Padang Sembari Menyantap Kuliner
Resep turun temurun
Dalam proses pengolahan kopi luwak, Umul menuturkan resep keluarga yang diwariskan secara turun temurun jadi andalannya.
Mulai dari cara panen kopi, membersikannya, menyangrai, menumbuk, hingga membuat minuman kopi.
Di samping itu ia juga menerapkan ilmu yang ia peroleh dari teman, tetangga dan petani kopi.
Dikatakan Umul, biji kopi yang diperolehnya bukan dari kotoran luwak yang telah dikandangkan, melainkan dari kotoran luwak liar di alam.
"Kotorannya kita pilih langsung dari alam," ucapnya.
Menurut Umul, kotoran luwak liar jauh lebih bagus ketimbang kotoran luwak yang dikandangkan khusus untuk kopi luwak.
Sebab, di alam luwak hanya memakan biji kopi terbaik yang diperolehnya dari penciumannya yang sangat tajam.
Berbanding terbalik dengan luwak yang ada di kandang yang telah disuguhkan seonggok kopi yang harus dimakan.
Selain itu, ia juga berpendapat bahwa mengandangkan luwak liar untuk tujuan komersial tidak lah baik.
Ia memastikan, kopi dari kotoran luwak ini tetap higenis dan aman dikonsumsi meski diambil dari kotoran luwak.
Hal itu karena biji kopi dari kotoran luwak tetap terlindungi oleh cangkang kopi sehingga bijinya tidak bercampur dengan kotoran.
"Kalau di alam liar, cari kotoran luwak ini tidak sulit, karena kebiasaan luwak yang higenis, ia selalu 'pup' ditempat yang bersih dan mudah kita temukan," paparnya.
Umul mengatakan, biji kopi yang ia olah merupakan jenis arabika yang memang banyak tumbuh segar di Kabupaten Agam.
Biji kopi yang telah ia peroleh dibersihkan dengan dua metode, yaitu dengan bantuan air hujan dan dibersihkan langsung secara manual.
Untuk menyangrai nya sendiri, ia tak menggunakan alat 'roasting' kopi canggih yang saat ini banyak dipergunakan orang.
Umul masih menggunakan metode lama, yaitu menyangrai kopi dengan menggunakan belanga meski memakan waktu yang panjang.
"Kalau pakai mesin roasting kan 15 menit bisa siap, kalau ini bisa sampai satu hingga dua jam," terangnya.
Dalam proses menyangrai, lebih jauh ia menjelaskan, pihaknya menggunakan kayu dari pohon kulit manis untuk api pembakarannya.
"Ini manfaatnya banyak, seperti pengawet alami, harum kopi lebih keluar dan untuk herbal juga," jelasnya
Kemudian menumbuk kopi yang telah selesai disangrai Umul melakukannya dengan cara yang sama dengan orang lain.
"Kalau racikan kopinya kita pakai Turki Style, sama kalau dengan kita di sini kopinya kita masak," kata Umul.
Baca juga: Hari Kopi Nasional: Antara Filosofi, Manfaat & Keistimewaan di Balik, Seduhan Minuman Bercita-rasa
Baca juga: Kopi Saiyo: Produk Legendaris dari Padang Panjang, Targetkan Jadi Galeri Kopi, dan Coffee Shop
Memperdayakan emak-emak
Memenuhi setiap proses itu, Umul mengungkapkan, ia mempekerjakan emak-emak yang ada di sekitar rumahnya.
Kenapa tak memilih anak remaja, ia beralasan untuk mengembangkan kapasitas ibu rumah tangga yang ada dikampungnya di bidang kopi.
"Selain itu juga untuk membantu ibu-ibu rumah tangga di sini mendapatkan penghasilan tambahan," terangnya.
Disaat kopinya ramai dikunjungi, Umul bisa mempekerjakan ibu-ibu rumah tangga hingga belasan orang lebih.
Selain untuk mengolah kopi, ibu-ibu yang ia pekerjaan juga melayani tamu-tamu yang datang.
"Setiap ibu-ibu yang kita pekerjakan sudah kita bekali," sebut Umul.
Hebatnya lagi, beberapa orang ibu-ibu yang dipekerjakan Umul cukup mahir berbahasa Inggris.
Sehingga ibu-ibu itu tak canggung saat melayani tamu-tamu mancanegara yang datang untuk menikmati kopi di Rafflesia Luwak Coffee.
Tembus pasar internasional
Umul menyebut kedai kopi miliknya sejak didirikan pada 2010 silam memang ramai dikunjungi turis mancanegara.
Bukan hanya sekedar cerita, ia pun memperlihatkan satu persatu buku tamunya yang dipenuhinya nama-nama orang asing dari berbagai negara.
Seperti Belanda, Inggris, Australia, Korea Selatan, Jerman, Afrika Selatan, dan lainnya.
Tak hanya itu, ia juga memperlihatkan beberapa dokumentasi foto ketika turis berkunjung ke kedainya.
Tidak hanya sekedar didatangi turis mancanegara, kopi yang ia produksi juga di pesan oleh orang-orang di berbagai negara.
"Turis ini kan orangnya realistis, kalau enak di bilang enak, kalau tidak ya tidak, jadi ketika mereka sudah pulang ke negaranya ada yang mesan lagi," kata Umul.
"Kadang ada turis yang menceritakan ke temannya, dan temannya ini akhirnya memesannya juga," sambungnya.
Warga negara asing itu memesan kopi di Rafflesia Luwak Coffee via email, WhatsApp dan Google Business yang disebar Umul.
Selain itu, Umul juga memasukkan Rafflesia Luwak Coffee kedalam Lonely Book dan situs-situs pelancong mancanegara.
"Sehingga kopi kita ini mudah ditemukan oleh turis-turis dari negara luar," jelasnya.
Langka dan pandemi
Sejak berdiri 12 tahun tahun lalu, Umul mengungkapkan beberapa kendala yang ia temui, terutama ketersediaan stok kopi luwak.
Ia menerangkan kian hari keberadaan kopi di kampungnya kian hilang dan ketersediaan kotoran luwak di alam kian menipis.
Demi memenuhi kebutuhan usahanya, Umul pun membangun komunikasi dengan petani kopi di berbagai daerah di Sumbar.
Ia tak membeli kopi dari petani itu, melainkan mengajak petani kopi untuk mengumpulkan kopi dari kotoran luwak.
"Kita bekerja sama dengan 20 desa penghasil kopi di Sumbar, seperti Solok Selatan," ujar Umul.
Semenjak pandemi Covid-19 merajalela pada 2020 silam, kunjungan ke warung kopi miliknya juga sepi.
Apalagi ditutupnya penerbang dari negara asing yang membuat pengunjung utama hilang.
"Kini yang berkunjung hanya pengunjung lokal saja, asing tidak ada lagi sejak 2 tahun belakangan kare Covid-19 ini," terangnya.
Minum kopi bonus scrub wajah
Meminum kopi luwak asli di Rafflesia Luwak Coffee tak hanya disuguhkan minuman terbaik dengan racikan yang khas.
Para pengunjung juga dapat memilih aneka cemilan sebagai teman menyeruput kopi.
Tapi yang menjadi perbedaan dan yang paling menarik di tempat ini adalah scrub wajah alami dari kopi luwak.
Scrub wajah ini diberikan secara cuma-cuma alias gratis kepada para pengunjung yang memesan secangkir kopi luwak.
Umul menyebut khasiat kopi luwak selain baik untuk diminum, juga bagus untuk perawatan kulit, terutama kulit wajah.
"Khasiatnya juga bagus untuk kulit. Wajah berminyak, berkomedo akan segar setelah di scrub dengan bubuk kopi luwak ini," ujar Ummul.
Caranya, bubuk kopi diaduk dengan sedikit air panas dan ketika sudah tercampur rata, adonan kopi dapat langsung dioles ke wajah.
Setelah dioleskan ke wajah, para pengunjung hanya perlu menunggu sekira 5 menit untuk merasakan bagaimana wajah dimanjakan kopi.
Saat kopi kering di wajah dan telah dicuci, wajah akan kembali tetas segar apalagi setelah seharian beraktivitas.
"Untuk membersihkan wajah, seperti jerawat, komedo, bintik hitam, scrub ini bisa dipakai tiga kali seminggu," paparnya.
Jika ingin berkunjung, kedai Rafflesia Luwak Coffee berada sekitar 12 kilometer dari pusat Kota Bukittinggi.
Lokasinya tempatnya berada sekitar satu kilo meter dari jalan lintas Bukittinggi-Padang Sidempuan.
Akan lebih mudah ketika mengikuti petunjuk arah via Google Maps dengan cara mencari nama 'Rafflesia Luwak Coffee'. (*)