Kabupaten Sijunjung
Galamai, Kuliner Khas dan Buah Tangan Khas, dari Perkampungan Adat Nagari Sijunjung, Provinsi Sumbar
Selama ini, bagi para wisatawan yang mendatangi suatu tempat wisata, tentu akan mencari buah tangan atau oleh-oleh untuk dibawa pulang.
Penulis: Hafiz Ibnu Marsal | Editor: Emil Mahmud
TRIBUNPADANG.COM, SIJUNJUNG - Selama ini, bagi para wisatawan yang mendatangi suatu tempat wisata, tentu akan mencari buah tangan atau oleh-oleh untuk dibawa pulang.
Perkampungan Adat Nagari Sijunjung, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), menawarkan olahan kuliner khas Nagari Sijunjung berupa galamai.
Seorang masyarakat Perkampungan Adat yang membuat galamai bernama Munizar (60) mengaku rutin membuat galamai sejak tahun 2012 lalu.
"Sebelum diresmikannya Jorong Padang Ranah sebagai perkampungan adat, saya sudah membuat galamai, sebagai oleh-oleh dari Nagari Sijunjung," ujarnya kepada TribunPadang.com.
Ia menjelaskan, bahan dasar dalam membuat Galamai Sijunjung, menggunakan 100 persen beras pulut yang terlebih dahulu dihaluskan dengan cara ditumbuk.
"Beras pulut yang digunakan, ditumbuk langsung, bukan dari beras pulut kemasan yang dijual di pasar," sebut Munizar.
Menurutnya, yang menjadi pembeda Galamai Sijunjung dengan galamai lainnya yaitu cara pembuatan dan kasan dari galamai tersebut.
"Beras pulut yang telah halus tersebut nantinya sebelum dimasukan kedalam tungku, dicampur kan terlebih dahulu dengan gula merah dan sari pati santan," ungkapnya.
Kata Munizar, dengan cara seperti itu proses pembuatan galamai menjadi lebih singkat, sekitar 3 sampai 4 jam.
Selanjutnya, setelah adonan yang telah dicampur terlebih dahulu itu dimasukan ke dalam kuali, maka harus terus diaduk hingga nantinya matang.
Baca juga: Cuaca Sumbar Hari Ini, Sijunjung Dharmasraya dan Solok Selatan Berpotensi Hujan Ringan saat Malam

Baca juga: Tas Jali-Jali, Produk Unggulan Kabupaten Sijunjung, Jadi Mayoritas Mata Pencarian Ibu Rumah Tangga
Selain itu, kemasan yang digunakan masyarakat Perkampungan Adat, berupa daun oandan kering yang dirajut yang dinamain masyarakat setemoat dengan kambuik.
"Kami di sini masih menggunakan kambuik sebagai pembungkus galamai tersebut," sebutnya.
Ia menjelaskan, tujuan menggukan kambuik, agar nantinya minyak dari galamai itu dapat keluar dari sela kambuik tersebut, yang membuat galamai lebih tahan lama.
Selain kemasan yang bereda, dalam pembuatanya masyarakat perkampungan adat masih menggunakan tunggu yang tebuat dari batu yang disusun dengan bahan bakar kayu.
Kata Munizar, untuk pemasarannya, masyarakat Perkampungan Adat masih mengharapkan pesanan dari tamu atau dari para wisatawan.
"Galamai Sijunjung ini belum bisa diproduksi banyak, karena memang belum ada izin usahannya, untuk kedapanya izin usah tersebut akan diurus agar produksi dari galamai perkampungan adat bisa lebih ditingkatkan," bebernya.
Munizar menyebut, untuk satu buah Galamai Sijunjung, dihargai dengan Rp 20 Ribu.(TribunPadang.com/M Hafiz Ibnu Marsal)