ODGJ di Padang Pariaman
Keluarga Ungkap Alasan Pasung ODGJ Padang Pariaman, Pasien Ngamuk Sampai Hancurkan Dinding Beton
Fenomena pemasungan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar) belakangan ini mengejutkan publik.
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rahmadi
Ringkasan Berita:
- Keluarga ungkap alasan pemasungan ODGJ di Padang Pariaman.
- Pasien disebut mengamuk hingga hancurkan dinding beton dan perabot rumah.
- Dinsos temukan 26 kasus pemasungan tersebar di 10 kecamatan.
- Korban dirantai dua sampai enam tahun sebelum akhirnya terungkap.
- Enam pasien sudah dirujuk ke panti rehabilitasi.
TRIBUNPADANG.COM, PADANG PARIAMAN — Fenomena pemasungan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar) belakangan ini mengejutkan publik.
Namun, di balik temuan 26 korban ODGJ dirantai yang tersebar di 10 kecamatan, terdapat alasan yang memaksa pihak keluarga mengambil tindakan melanggar hukum tersebut.
Plt Kepala Dinas Sosial P3A Padang Pariaman, Siska, menjelaskan, hasil asesmen Dinsos menemukan bahwa rata-rata korban sudah dipasung oleh keluarganya selama 2 hingga 6 tahun.
Siska, menyebut fenomena ini seperti gunung es. Kasus-kasus ini mulai terungkap satu per satu setelah adanya laporan dari masyarakat yang peduli.
"Mencuatnya kasus ini seperti fenomena gunung es," ujar Siska, Rabu (19/11/2025).
Baca juga: Jadwal Terbaru SIM Keliling di Lima Puluh Kota Kamis, 20 November 2025, Hadir di Pasar Limbanang
Setelah ada laporan, pihaknya langsung gencar melakukan pendataan.
Dari data yang sudah masuk, pihaknya menemukan sebanyak 26 orang ODGJ yang kondisinya dirantai dan dikurung.
Kasus-kasus ini tidak hanya terpusat di satu titik, melainkan menyebar di 10 kecamatan dari 17 kecamatan yang ada di Padang Pariaman.
Ironisnya, Siska menjelaskan bahwa lonjakan temuan ini bukanlah kasus baru.
Hasil peninjauan dan asesmen Dinsos menunjukkan bahwa rata-rata korban sudah dipasung selama 2 hingga 6 tahun.
Baca juga: Perkembangan Pasar Modal Sumbar Sentuh Rekor Baru, Jumlah SID Tembus 238 Ribu Investor
Mengapa hal ini terjadi, Keluarga korban, yang menjadi sumber informasi utama, mengaku melakukan pemasungan karena faktor keterpaksaan.
Mereka menceritakan bahwa pasien-pasien ini memiliki kekuatan di luar batas wajar saat mengamuk mampu menghancurkan perabotan, bahkan merusak dinding beton.
Riwayat kekerasan yang dialami keluarga juga ekstrem, mulai dari upaya menggorok leher pasangan hingga melukai tetangga.
"Menurut pengakuan keluarga, mereka ini rata-rata kuat dan ketika mengamuk, perabotan rumah, bahkan dinding kayu maupun beton dapat dihancurkan," kata Siska.
Pihak keluarga juga mengaku lelah karena sudah bolak-balik berobat ke RSJ selama puluhan tahun, namun pasien selalu kambuh.
Faktor lain yang memperburuk kondisi ini adalah masalah ekonomi.
Baca juga: Jadwal SIM Keliling di Kota Padang Kamis, 20 November 2025: Mulai Pukul 08.30 WIB di Klinik Anisa
Siska mengidentifikasi bahwa sebagian besar pasien adalah warga yang dulunya merantau dan pulang ke kampung halaman sudah dalam kondisi gangguan jiwa.
Menghadapi situasi yang melanggar UU Kesehatan dan Permensos ini, Pemkab Padang Pariaman bergerak cepat.
Siska menegaskan bahwa langkah utama adalah mendata dan memberikan edukasi kepada masyarakat, sembari berkoordinasi dengan Puskesmas (Dinkes) untuk penanganan kesehatan jiwa.
Langkah pamungkasnya adalah rujukan ke panti rehabilitasi.
"Dinsos akan merujuk ke panti rehab. Saat ini, enam orang sudah kami tangani dan sedang direhab di YPJI Padang," jelasnya.
Baca juga: Pemko Bukittinggi Kembali Raih Prestasi Sebagai Kota Informatif dalam Keterbukaan Informasi Publik
Siska menjanjikan, rantai dan pasung para korban akan dilepas saat itu juga, begitu tim dari Yayasan Pelita Jiwa Insani (YPJI) tiba untuk menjemput.
Upaya ini dilakukan melalui asesmen terpadu bersama instansi terkait, dengan harapan fenomena gunung es ini dapat tuntas di Padang Pariaman.(*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.