Pengangguran di Sumbar

Budaya Merantau Minangkabau Melemah, Angka Pengangguran Sumbar Naik

Budaya merantau yang selama ini menjadi ciri masyarakat Minangkabau dinilai melemah.

Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rahmadi
SHUTTERSTOCK
PENGANGGURAN DI SUMBAR - Ilustrasi pengangguran. Erian Joni menjelaskan kelompok usia pencari kerja saat ini tidak lagi menjadikan merantau sebagai langkah utama dalam memasuki dunia kerja. 
Ringkasan Berita:
  • Budaya merantau Minangkabau disebut melemah dan berdampak pada naiknya angka pengangguran Sumbar.
  • Banyak lulusan memilih menunggu lowongan di daerah, bukan mencari peluang di luar.
  • Antrean pencari kerja terus bertambah karena mobilitas kerja turun.
  • Lulusan luar daerah yang tinggal di Padang ikut menambah jumlah penganggur.

 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG – Budaya merantau yang selama ini menjadi ciri masyarakat Minangkabau dinilai melemah.

Kondisi itu disebut berpengaruh langsung terhadap kenaikan angka pengangguran di Sumatera Barat.

Sosiolog Universitas Negeri Padang (UNP) Erian Joni menjelaskan kelompok usia pencari kerja saat ini tidak lagi menjadikan merantau sebagai langkah utama dalam memasuki dunia kerja.

Ia menyampaikan banyak pencari kerja memilih menunggu lowongan di Sumbar, baik melalui kanal digital maupun rekrutmen lembaga formal.

Berdasarkan data yang ia miliki dan sejumlah pemberitaan yang ada, Erian Joni menilai ada beberapa penyebab tingginya angka pengangguran terbuka, mulai dari sektor investasi, Pendidikan, lunturnya semangat merantau yang identik dengan masayarakat Minangkabau hingga budaya serta cara pikir generasi saat ini.

Baca juga: Prakiraan Cuaca Sumbar 16 November, Hujan Berpotensi Meluas Siang Hari

“saya melihat ini cukup komplek, multidimensi persoalan. Tidak selalu penggangguran terjadi karena masalah Pendidikan,” ujarnya, Sabtu (15/11/2025).

Ia menerangkan tingginya angka pengangguran terutama tidak lepas dari minimnya lapangan pekerja di Sumbar, geliat investasi yang tidak tumbuh akibat sejumlah faktor mulai dari ekonomi, izin berinvestasi dan persoalan tanah ulayat.

Semua persoalan itu, harus menjadi perhatian pemerintah, karena upaya pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan sejauh ini masih minim.

Di luar itu, penyumbang angka pengganguran terbanyak saat ini merupakan usia kerja yang hanya menempuh jalur Pendidikan hingga tingkat sekolah menengah atas atau kejurruan dengan keterampilan terbatas.

“Kondisi keterampilan yang terbatas ini, juga tidak mendapat fasilitas dari pemerintah untuk meningkatkan kompetensi kemampuan tamatan sekolah menengah atas ini,” ujarnya.

Baca juga: Gubernur Mahyeldi Sambut Peserta Konferensi Wakaf Internasional 2025

Tidak hanya tamatan sekolah menegah atas, perguruan tinggi yang ada di Sumbar juga menjadi penyumbang pengangguran, akibat budaya pilih-pilih kerja dan keinginan untuk cepat menjadi sukses.

Padahal peluang bekerja di luar negeri saat ini sangat besar, hanya saja membutuhkan keterampilan yang signifikan dan kemampuan berbahasa sesuai daerah tujuan.

Bisa dibilang para tamatan SMA dan perguruan tinggi ini tidak siap untuk bersaing atau meningkatkan kemampuan diri secara personal dan faktor lain seperti izin dari orang tua serta mental merantau yang sudah terkikis.

“Hasilnya, angka pengangguran terus bertambah. Usia pencari kerja hari ini lebih memilih menunggu untuk bersaing menjadi Pegawai Negeri Sipil atau bekerja di sektor formal serta BUMN,” ujarnya.

Alhasil banyaknya perguruan tinggi memproduksi calon pekerja tidak sebanding dengan penyerapan tenaga kerja.

Baca juga: Wisman Malaysia Masih Dominasi, Kunjungan Asal Selandia Baru ke Sumbar Melonjak 74,07 Persen

Erian Joni menggarisbawahi bahwa jumlah angka penggangguran dari tamatan perguruan tinggi di Sumbar, sejatinya tidak hanya berasal dari masyarakat Sumbar.

Berdasarkan data yang dimilikinya, status Sumbar khusunya Kota Padang sebagai Kota Pendidikan sejauh ini banyak menarik minat pelajar dari provinsi lain untuk menuntut ilmu di sana, jumlahnya mencapai 30 persen.

Para pelajar dari luar Sumbar ini setelah tamat tidak langsung balik ke kampung halaman mereka masing-masing, tapi turut menambah jumlah angka penggangguran di sumbar dengan mendaftarkan diri sebagai pencari kerja di Dinas Ketenagakerjaan.

Terkikisnya Budaya Merantau

Di samping alasan-alasan yang nyata itu, Erian Joni melihat bahwa budaya merantau masyarakat khususnya usia pencari kerja di Sumbar saat ini terkikis.

Baginya semangat itu, sudah tidak berlaku lagi bagi anak muda sekarang, entah karena kemajuan zaman yang membuat anak muda lebih memilih menunggu lapangan pekerjaan melalui pencarian dan pendaftaran di media social.

Baca juga: Lonjakan Kunjungan Wisman ke Sumbar September 2025 Capai 18,05 Persen, Terbanyak dari Malaysia

Situasi itu membuat usia pencari kerja lebih memilih menunggu pekerjaan dan menambah antrean perkerjaan yang ada di Sumbar.

Padahal selama ini semanagat merantau bagi masyarakat Minangkabau adalah seleksi hidup, menambah pergaulan dan memperbanyak pengalaman untuk menjalani proses kehidupan.

“Inilah salah satu tipikal generasi Z, kebanyakan mereka rapuh, selektif dalam mencari pekerjaan dan ingin sukses secara instan,” ujarnya.

Situasi ini pula yang menurut Erian Joni membuat angka kriminalitas meningkat di sumbar, terutama kejahatan siber, seperti penipuan online, skiming, phising, hackhing hingga cyber stalking.

Bahkan banyak juga usia pencari kerja yang akhirnya mengakhiri hidup karena beragam persoalan terutama masalah pinjaman online, supaya bisa cepat kaya dan sukses.

Menurut Erian Joni cara pikir tersebut merupakan disorientasi yang saat ini berkembang di tengah masyarakat terutama para pencari kerja.(*)


 
 

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved