TRIBUNPADANG.COM, PADANG – Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) wilayah Sumatera Barat menilai kasus penembakan polisi di Solok Selatan memperburuk catatan perlindungan bagi pejuang lingkungan hidup.
Ketua PBHI Sumbar, Ihsan Riswandi, mengungkapkan bahwa penembakan yang menewaskan Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, AKP Ryanto Ulil Anshar, oleh Kabag Ops Polres Solok Selatan pada Jumat (22/11/2024) diduga terkait dengan penindakan hukum terhadap tambang ilegal.
"Viral-nya pemberitaan soal penembakan yang berujung kematian yang diduga dilakukan oleh Kabag Ops Polres Solok Selatan terhadap Kasat Reskrim Pores Solok Selatan yang sedang melakukan penindakan hukum terhadap pelaku tambang galian C di Solok Selatan hari Jumat 22 November 2024 perlu dicurigai bahwa di tubuh Polri sedang bersemayam pelindung kejahatan lingkungan," kata Ihsan dalam keterangan tertulis, Jumat (22/11/2024).
Dia menilai bahwa penembakan yang diduga dilakukan oleh Kabag Ops Polres Solok Selatan adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia atas hak untuk hidup sebagaimana dilindungi melalui Pasal 28I ayat (1).
Pasal 28A itu berbunyi, " Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". Sementara itu, Pasal 28I ayat (1) menegaskan bahwa hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun", Juga tindakan ini telah melanggar UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Baca juga: Misteri Peluru dalam Kasus Penembakan Polisi di Solok Selatan: 7 Butir Ditemukan di Rumdis Kapolres
"Dengan adanya penembakan dalam kasus ini mengkonfirmasi bahwa kecurigaan-kecurigaan masyarakat terhadap adanya keterlibatan Polisi dalam membekingi aktivitas pertambangan di Sumatera Barat baik legal maupun ilegal, patut diduga keras benar adanya," ujarnya.
Lebih lanjut kata dia, penembakan yang dilakukan oleh oknum polisi terhadap rekannya ini juga menguatkan bahwa kultur kekerasan di tubuh polri juga benar adanya dan sudah menjadi hal lumrah dilakukan.
"Bahkan, patut dicurigai bahwa penembakan tersebut juga atas instruksi dari orang-orang yang telibat dalam praktek-praktek kejahatan lingkungan (pertambangan)," imbuhnya.
Ihsan menyebut, penggunaan senjata api yang tidak sesuai dengan tujuan dan fungsinya yang dilakukan oleh kepolisian (Kabag Ops Polres Solok Selatan) terhadap Kasat Reskrim Polres Solok Selatan adalah bentuk perbuatan yang tidak bertanggung jawab dan menyalahgunakan kekuasaan, apalagi digunakan untuk melemahkan proses penegakan hukum (kejahatan lingkungan).
Lanjut Ihsan, dalam Perkapolri No 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM Dalam Menyelenggarakan Tugas Kepolisian Pasal 47 ayat (1) berbunyi “ Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan.
Ayat (2) “ Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk : a. dalam hal menghadapi keadaan luar biasa, b. membela diri dari ancaman kematian, c. membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat; d. mencegah terjadinya kejahatan berat atau mengancam jiwa orang; e. menahan, mencegah, atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; f. menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.
Baca juga: DPR Desak Kasus Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan Diusut Tuntas, Diduga Terkait Tambang Ilegal
Penggunaan sejata api yang tidak bertanggungjawab ini juga melanggar Pasal 8 Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.
"Penembakan yang dilakukan tidak sesuai prosedur tersebut juga menjadi bukti bahwa selama ini, tidak pernah dilakukan evaluasi yang serius dan atau atau pemberian sanksi yang tegas bagi oknum polisi yang menggunakan senjata api secara berlebihan," ujarnya.
Meskipun, kata Ihsan, pasal 66 UU PPLH dan terbaru MenLHK mengeluarkan regulasi perlindungan pejuang lingkungan (PermenLHK 10 – 2024), tetapi kasus-kasus dilapangan mengkonfirmasi ternyata itu belum cukup kuat menjadi skema perlindungan pejuang lingkungan.
"Salah satu jawabannya, karena pelakunya berada dan menjadi “bagian lain” dari institusi yang mestinya memberikan perlindungan. Pada bagian lainnya, kasus-kasus tambang illegal menjadi “rahasia umum” terhubung ke aktor-aktor kekuasaan, baik eksekutif maupun legislatif. Negara harus segera memperkuat regulasi dan kebijakan konkrit perlindungan bagi setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup," tambahnya.
Baca juga: Kemudahan Memasak Nasi dengan Rice Cooker Philips HD4515, Cek Harga dan Keunggulannya!