TRIBUNPADANG.COM - Sejumlah jembatan bailey dipasang di berbagai lokasi di Sumatera Barat (Sumbar) untuk bantu akses warga pasca banjir bandang atau galodo menerjang pada Sabtu (11/5/2024).
Sebagaimana diketahui, bencana banjir bandang telah meluluh lantakkan berbagai fasilitas termasuk jembatan untuk akses transportasi.
Jembatan bailey dipasang di sejumlah wilayah terdampak di Kabupaten Agam dan Tanah Datar. Misalnya jembatan bailey dipasang di kawasan Bukik Batabuah, Agam.
Sementara di Kabupaten Tanah Datar jembatan yang dipasang oleh anggota TNI itu dibuat tujuh lokasi. DiantaranJorong Tigo Ninik, Nagari Parambahan, Kecamatan Limo Kaum.
Ternyata jembatan bailey sudah dirancang sejak lama era perang dunia II. Jembatan ini biasa digunakan dalam keadaan darurat perang atau bencana. Lantas bagaimana sejarahnya?
Baca juga: Modifikasi Cuaca Sumbar Pasca Galodo, BNPB Operasikan Satu Pesawat Caravan Sampai 29 Mei
Mengenal Jembatan Bailey
Jembatan ini biasa dibangun terutama pasca-bencana sebagai pengganti jembatan penghubung yang putus.
Dilansir Kompas.com, secara definitif Jembatan Bailey dapat diartikan sebagai jembatan rangka baja ringan berkualitas tinggi.
Jembatan ini mudah untuk dipindahkan atau movable dan umumnya digunakan sebagai jembatan darurat bersifat sederhana.
Struktur Jembatan Bailey mempunyai sistem panjang per panel 3,048 meter, dengan bentang jembatan kelipatan dari panjang setiap panel.
Baca juga: Imbas Banjir Bandang di Tanah Datar 87 Sarana Perdagangan Terdampak, Total Kerugian Rp2 Miliar
Sejarah Ringkas Jembatan Bailey
Dilansir dari dbmtr.jabarprov.go.id, Jembatan Bailley dikembangkan sejak tahun 1940 oleh Sir Donald Bailey untuk keperluan militer.
Bailey merupakan pegawai negeri sipil di Kantor Perang Inggris dengan hobi dan kesehariannya adalah membuat konsep model jembatan.
Dia juga pernah mengusulkan prototipe awal untuk jembatan Bailey sebelum Perang Dunia II pada tahun 1936, sayangnya usulan Donald ditolak.
Tak menyerah sampai di situ, pada tahun 1940, Bailey kemudian kembali membuat proposal asli untuk pembuatan jembatan pada tahun 1940.
Kali ini usahanya berhasil. Pada tanggal 14 Februari 1941, Departemen Pasokan meminta Bailey membuat prototipe skala penuh yang diselesaikan pada 1 Mei 1941.
Baca juga: Relawan Sijunjung Bantu Penanganan Banjir Bandang, PMI Tanah Datar Beri Apresiasi
Pekerjaan pembuatan Jembatan Bailey diselesaikan dengan dukungan khusus dari Ralph Freeman.
Desain jembatan ini telah diuji di Experimental Bridging Establishment (EBE) di Christchurch, Hampshire, Inggris, dengan beberapa bagian dari Braithwaite & Co.
Pengujiannya dilakukan sejak Desember 1940 dan berakhir tahun 1941.
Prototipe pertama diuji tahun 1941. Untuk pengujian awal, jembatan diletakkan di atas lapangan, sekitar 2 kaki (0,61 meter) di atas tanah, lalu beberapa tangki Mark V dipenuhi dengan besi kasar dan ditumpuk satu sama lain.
Prototipe ini digunakan untuk merentang Saluran Mother Siller, yang memotong Marsp Stanpit terdekat, daerah rawa-rawa di pertemuan Sungai Avon dan Sungai Stour (50 ° 43′31 ″ N1 ° 45′44 ″ W).
Baca juga: Jalan Tol Padang-Sicincin Baru 63.5 Persen hingga Mei 2024, Pembebasan Lahan Masih Terkendala
Produksi Massal Juli 1941
Setelah melakukan serangkain tes dan uji coba, Jembatan Biley akhirnya diproduksi secara massal pada Juli 1941.
Ribuan pekerja dan lebih dari 650 perusahaan, termasuk perusahaan bernama Littlewoods, terlibat dalam pembuatan jembatan, dengan produksi akhirnya meningkat menjadi 25.000 panel dalam sebulan.
Setelah pengembangan dan pengujiannya sukses, jembatan tersebut mulai digunakan Korps Insinyur Kerajaan dan pertama kali digunakan di Afrika Utara tahun 1942.
Sejarah mencatat bahwa Jembatan Bailey ini terbukti mudah digunakan dan menjadi solusi terutama untuk memenuhi kebutuhan akses jembatan di tengah kondisi mendesak dan darurat.
Kondisi darurat dimaksud seperti dalam keadaan perang militer, dan juga dalam keadaan darurat akibat bencana alam.
Jembatan Bailey ini sangat mudah untuk dirakit. Meski demikian, keamanan dan kualitanya dinilai bagus dan sudah teruji.
Terbukti Jembatan Bailey yang umurnya sudah puluhan tahun sejak era Perang Dunia II tetap eksis dan masih digunakan hingga saat ini terutama pada saat terjadi darurat bencana alam.
Baca juga: Pencarian Korban Banjir Bandang Tanah Datar Terus Dilakukan, Gunakan Hagglunds PMI Sumbar
Mudah Bongkar Pasang
Salah satu keberhasilan dari Jembatan Bailey ini karena kesederhanaan fabrikasi dan perakitan komponen modular, dikombinasikan dengan kemampuan untuk mendirikan dan menggunakan bagian dengan bantuan minimum dari alat berat.
Jembatan Bailey dapat dirakit dan dipasang dalam waktu singkat dan cepat dengan sedikit tenaga manual dan alat yang sederhana (hand tools).
Cara memasangnya pun mudah, hanya menyambungkan semua komponen mulai dari penjepit, baut, dan pengapit.
Selain itu, Jembatan Bailey sangat strategis dalam menunjang atau memulihkan pembangunan di pelosok daerah yang sulit dijangkau dan juga sangat cepat pemasangannya untuk membantu daerah-daerah rawan bencana lama.
Di daerah seperti itu, biasanya jalan alternatif lain tidak ada atau sulit ditempuh, sehingga semua kegiatan akan terganggu bahkan bisa berhenti, sementara untuk membangun jembatan atau jalan baru waktunya sangat lama.
Oleh karena itu, Jembatan Bailey yang pemasangannya kuat, cepat, dan mampu menahan beban lalu lintas cocok diaplikasikan, kendati sifatnya sementara sambil menunggu jembatan atau jalan baru selesai dibangun.
Setelah jalan atau jembatan baru selesai dibangun, maka Jembatan Bailey bisa dibongkar dan digunakan lagi di lokasi lain.
Baca juga: Tulang Manusia Ditemukan di Tanah Datar Diduga Korban Banjir Bandang
Komponen Jembatan Bailey
Jembatan Bailey terdiri atas tiga bagian utama dengan kekuatan yang ditopang panel di samping.
Umumnya panel Jembatan Bailey memiliki panjang 3 meter, tinggi 1,5 meter, persilangan masing-masing berbobot 260 kilogram.
Sementara itu, lantai jembatan terdiri atas sejumlah transom 19-kaki-lebar (5,8 meter) yang berjalan melintasi jembatan, dengan stringer 10-kaki-panjang (3,0 meter) di bagian bawah, membentuk persegi.
Transom diletakkan di chord panel yang lebih rendah, dan klem menyatukannya.
Stringer ditempatkan di atas bingkai struktural yang sudah terpasang, dan papan kayu ditempatkan di atas stringer sebagai landasan.
Daya tahan dan kekuatan jembatan ini juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Jembatan Bailey diklaim mampu menopang kendaraan berat seperti tank baja dan alat perang alutsista yang lainnya.
Baca juga: Kerugian Negara Rp5 Miliar dalam Kasus Korupsi di Disdik Sumbar Pengadaan Alat Praktik Siswa SMK
Kekuatan Jembatan Bailey ini dapat dibuktikan di banyak tempat. Bahkan di Indonesia Jembatan Bailey ini sangat familiar dibangun terutama di tempat-tempat terjadinya bencana alam sebagai pengganti jalur akses penghubung di sautu daerah.
Jembatan Bailey tercatat pertama kali dipasang di 237 Field Company R.E untuk melintasi Sungai Medjerda, Medjez el Bab di Tunisia, pada malam 26 November 1942 dalam tempo teramat singkat.
Di tempat lain, di Leonforte-Sisilia, Jembatan Bailey dibangun oleh Royal Canadian Engineers dalam kondisi baku tembak.
Tercatat pula Jembatan Bailey yang dibangun melintas Sungai Saar, dilakukan saat terjadi perang besar yang melibatkan artileri dan tank.
Ketika pertempuran reda, Jembatan Bailey di atas sungai ini mengalami kerusakan dengan beberapa lubang di panelnya, sehingga mustahil menahan mobilisasi tank dan artileri.
Keberhasilan penggantian komponen tanpa mengubah sedikit pun posisi awal konstruksi, pada kemudian hari menjadi teknik standar yang dilekatkan pada kemampuan khusus Jembatan Bailey.(*)