Buta Setelah Cabut Gigi

Dokter Gigi di Pariaman Buka Suara di Tengah Tuduhan Malapraktik dalam Kasus Kebutaan Hengki Saputra

"Mencabut gigi bisa menyebabkan kebutaan itu adalah mitos, dalam ilmu kedokteran tidak ada hubungannya," tegasnya.

|
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rezi Azwar
TribunPadang.com/Panji Rahmat
BUTA SETELAH CABUT GIGI- Rini Susilawati dari Asir Dental Care dengan tegas membantah tuduhan malapraktik yang dialamatkan kepadanya oleh pasien Hengki Saputra. Sebelum tindakan, Rini mengaku telah melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kondisi kesehatan pasien dan gigi yang akan dicabut. 

Meskipun penyelidikan dihentikan, pihak kepolisian membuka peluang untuk membuka kembali kasus ini apabila di kemudian hari ditemukan fakta atau bukti baru yang mendukung dugaan malpraktik.

Kasus ini menyoroti pentingnya pemeriksaan menyeluruh dalam kasus-kasus medis yang kompleks, di mana satu insiden mungkin tidak serta-merta menjadi penyebab tunggal dari kondisi yang dialami pasien.

Indikasi malpraktik dalam kasus kebutaan Hengki Saputra (30), warga Koto Tabang, Padang Pariaman, kian menguat setelah pihak sebuah klinik gigi di Kota Pariaman memberikan santunan senilai Rp1 juta.

Santunan tersebut diberikan secara bertahap selama lima bulan, setelah perjuangan gigih sang ibu, Nurhasni, yang terus mendesak pertanggungjawaban pihak klinik.

"Awalnya pihak klinik menolak dan menyebut penyebab lain. Tapi saya terus mendesak sampai akhirnya mereka memberikan santunan," ujar Nurhasni.

Namun, santunan itu jelas tak sebanding dengan penderitaan Hengki yang kini mengalami kebutaan total setelah mencabut gigi bagian atas di klinik tersebut pada akhir 2022 lalu.

Tak puas, Nurhasni menuntut pertanggungjawaban yang lebih dari pihak klinik.

Namun, respons yang diterima justru menyakitkan, pihak klinik memblokir kontak Nurhasni.

Tak tinggal diam, ia kemudian menempuh jalur hukum dengan melaporkan dugaan malpraktik ini ke pihak kepolisian pada awal tahun 2025.

Laporan tersebut sempat diproses hingga ke tahap gelar perkara. Namun, menurut Nurhasni, kejanggalan terjadi saat itu.

Hengki tengah menjalani perawatan di RSUP M. Djamil Padang dan hanya ditemani sang adik, sementara ia sendiri dalam kondisi mental yang terguncang.

"Saya waktu itu memang tidak fokus karena memikirkan kondisi Hengki. Saya diminta keluar ruangan untuk istirahat, lalu setengah jam kemudian disuruh menandatangani selembar kertas yang kosong," kenangnya.

Ia mengira lembaran itu adalah persetujuan agar kasus dilanjutkan.

Baca juga: Harga Cabai Merah di Sijunjung Melonjak, Tembus Rp 40 Ribu Per Kilo

Namun, justru setelah penandatanganan tersebut, proses hukum atas dugaan malpraktik yang dialami anaknya dihentikan.

Meski begitu, Nurhasni belum menyerah. Ia berharap aparat penegak hukum membuka kembali kasus ini.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved