Citizen Journalism

Totto-Chan dan Jiwa Manusia : Menurut Lacan

Sastra seringkali menjadi cara terbaik kita untuk melihat ke dalam pikiran dan perasaan manusia. Novel Totto-Chan: Si Gadis Kecil di Tepi Jendela kary

Editor: Emil Mahmud
ILUSTRASI: ISTIMEWA
ILUSTRASI COVER NOVEL - Novel Totto-Chan: Si Gadis Kecil di Tepi Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi adalah salah satu contohnya. Ini adalah kisah nyata yang hangat tentang masa kecil Totto-Chan di sekolah Tomoe Gakuen yang istimewa, di Jepang saat Perang Dunia II akan berakhir. 

Penulis : Nayla Shadira Maestria, Mahasiswa Program Studi Sastra Jepang, FIB Universitas Andalas

ILUSTRASI COVER NOVEL -  Novel Totto-Chan: Si Gadis Kecil di Tepi Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi adalah salah satu contohnya. Ini adalah kisah nyata yang hangat tentang masa kecil Totto-Chan di sekolah Tomoe Gakuen yang istimewa, di Jepang saat Perang Dunia II akan berakhir.
ILUSTRASI COVER NOVEL - Novel Totto-Chan: Si Gadis Kecil di Tepi Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi adalah salah satu contohnya. Ini adalah kisah nyata yang hangat tentang masa kecil Totto-Chan di sekolah Tomoe Gakuen yang istimewa, di Jepang saat Perang Dunia II akan berakhir. (ILUSTRASI: ISTIMEWA)

Pendahuluan

Sastra seringkali menjadi cara terbaik kita untuk melihat ke dalam pikiran dan perasaan manusia. Novel Totto-Chan: Si Gadis Kecil di Tepi Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi adalah salah satu contohnya. Ini adalah kisah nyata yang hangat tentang masa kecil Totto-Chan di sekolah Tomoe Gakuen yang istimewa, di Jepang saat Perang Dunia II akan berakhir.

Meski ceritanya tentang seorang anak, novel ini punya banyak lapisan makna tentang bagaimana seseorang menjadi dirinya sendiri. Kita bisa memahami ini lebih dalam memakai teori psikoanalisis Jacques Lacan. Lacan punya ide penting: pikiran bawah sadar kita itu bekerja seperti bahasa. Ini mengubah cara kita melihat diri, keinginan, dan pengalaman buruk.

Esai ini akan membahas bagaimana tokoh-tokoh utama dalam novel Totto-Chan, Kepala Sekolah Kobayashi, guru-guru, dan teman-temannya—menunjukkan konsep-konsep Lacan. Kita akan melihat bagaimana mereka berinteraksi dengan tiga bagian jiwa menurut Lacan: dunia Imaginair (khayalan), Simbolik (aturan dan bahasa), dan Real (kenyataan yang sulit diterima). Kita juga akan membahas ide-ide Lacan lainnya seperti tahap cermin, peran sosok ayah, simbol Falus, keinginan, dan objet petit a (objek yang selalu dicari tapi tak pernah sepenuhnya didapat). Dengan begitu, kita akan melihat bahwa Totto-Chan bukan hanya kisah tentang pendidikan, tapi juga tentang bagaimana kita semua menjadi diri kita, beradaptasi dengan aturan masyarakat, dan menghadapi kenyataan yang kadang menyakitkan.

Apa Itu Psikoanalisis Jacques Lacan? (Penjelasan Sederhana)

Agar lebih mudah memahami Totto-Chan dari sudut pandang Lacan, mari kita pahami dulu ide-ide dasarnya. Jacques Lacan (1901–1981) adalah seorang pemikir penting yang mengembangkan teori Sigmund Freud. Bedanya, Lacan fokus pada peran bahasa dalam pikiran bawah sadar kita. Dia percaya bahwa kita sebagai manusia itu tidak utuh sejak lahir, tapi terbentuk atau "terpecah" seiring kita belajar bahasa dan berinterinteraksi dengan masyarakat (yang dia sebut "Yang Besar Lain").

Ada tiga bagian utama jiwa manusia menurut Lacan :

1.Imaginair (Dunia Khayalan/Citra) : Ini adalah tahap awal hidup kita, di mana kita sangat bergantung pada apa yang kita lihat, pada bayangan atau citra. Ide kuncinya adalah tahap cermin. Ketika bayi (sekitar usia 6-18 bulan) melihat bayangan dirinya di cermin atau pada orang lain (seperti ibu), ia merasa bahwa bayangan itu adalah dirinya yang utuh dan sempurna. Padahal, saat itu tubuh bayi masih belum bisa bergerak dengan baik. Jadi, rasa utuh ini sebenarnya cuma ilusi, bayangan sempurna yang kita jadikan "aku" atau "ego". Di tahap ini, kita banyak berkhayal dan melihat dunia dalam hubungan dua arah (aku dan bayanganku/aku dan orang lain sebagai cerminan diriku). Keinginan kita juga seringkali hanya meniru apa yang diinginkan orang lain.

2.Simbolik (Dunia Aturan dan Bahasa) : Ini adalah tahap di mana kita mulai masuk ke dunia bahasa, aturan, hukum, dan kebudayaan. Ini seperti kita diajari bicara dan diberi nama. Transisi ke tahap ini disebut "kastrasi simbolik." Ini bukan pemotongan fisik, tapi lebih pada penerimaan bahwa kita tidak bisa selalu bersama ibu (atau sosok pengasuh awal) dan harus mengikuti aturan masyarakat. Di sini, peran "Nama-Sang-Ayah" sangat penting. Ini bukan cuma ayah kandung, tapi bisa juga aturan, hukum, atau otoritas yang memisahkan kita dari khayalan awal. Dengan masuknya ke Simbolik, muncullah simbol "Falus." Ini bukan organ tubuh, tapi simbol kekuasaan, perbedaan, dan keinginan yang selalu ada tapi tak pernah sepenuhnya tercapai. Keinginan kita dalam tahap ini tidak pernah bisa benar-benar terpenuhi, karena selalu dihubungkan dengan kata-kata dan simbol lain. Kita jadi diatur oleh "rantai kata-kata" yang terus menggeser makna, sehingga makna sebenarnya selalu tertunda.

3.Real (Kenyataan yang Sulit Diterima) : Ini adalah bagian yang paling sulit dijelaskan. Real adalah kenyataan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata atau dibayangkan. Ini adalah inti dari trauma, kekosongan, dan hal-hal yang tidak bisa masuk ke dalam dunia bahasa (Simbolik) atau khayalan (Imaginair). Real sering muncul sebagai celah, ketiadaan, atau pengalaman yang begitu menakutkan sehingga kita tidak bisa melupakannya. Meskipun tidak bisa kita pahami sepenuhnya, Real terus "mengganggu" pikiran kita, muncul sebagai rasa cemas atau gejala yang tidak bisa dijelaskan. Keinginan kita selalu mencari "objet petit a" — yaitu objek yang menyebabkan keinginan. Tapi objek ini sebenarnya adalah sesuatu yang hilang dan tidak akan pernah benar-benar kita temukan. Ini adalah kekosongan yang terus mendorong kita untuk mencari dan menginginkan sesuatu.
Dengan pemahaman sederhana ini, kita bisa melihat bagaimana karakter dalam novel Totto-Chan berinteraksi dengan dunia mereka, membentuk diri, dan menghadapi kenyataan.

Pembahasan : Karakter dalam "Totto-Chan" Melalui Kacamata Lacan

Novel Totto-Chan menghadirkan berbagai karakter yang hidup, dan setiap interaksi mereka dengan Totto-Chan dapat kita lihat sebagai bagian dari proses jiwa yang membentuk dirinya.

1.Totto-Chan : Dari Dunia Khayalan ke Aturan yang Menyenangkan (dan Pukulan Kenyataan)

Pada awalnya, Totto-Chan adalah cerminan dari tahap Imaginair yang kuat. Ia adalah anak yang sering membuat guru lama kesal. Gurunya mengeluh, "Putri Nyonya mengganggu seluruh kelas. Silakan memindahkannya ke sekolah lain!" Tingkah lakunya—seperti berulang kali "membuka dan menutup penutup meja" hingga delapan belas kali—menunjukkan bagaimana ia terlalu asyik dengan apa yang ia lihat dan sentuh, seolah meja itu adalah perpanjangan dari dirinya yang bisa ia kendalikan sepenuhnya. Ini adalah ciri khas Imaginair: tubuhnya masih terasa "terpecah-pecah" dan ia mencoba menyatukannya melalui tindakan fisik yang berulang.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved