Pemilu 2029

MK Pisahkan Pemilu dan Pilkada: Alasan Beban Berat Penyelenggara dan Partai Jadi Sorotan Utama

Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil langkah penting dengan memutuskan Pemilu tidak lagi berlangsung serentak mulai tahun 2029.

Penulis: Rahmadisuardi | Editor: Rahmadi
Tribun Jabar
PEMISAHAN PEMILU PILKADA - Ilustrasi Pilkada dan Pemilu. Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil langkah penting dengan memutuskan Pemilu tidak lagi berlangsung serentak mulai tahun 2029. 

TRIBUNPADANG.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil langkah penting dengan memutuskan Pemilu tidak lagi berlangsung serentak mulai tahun 2029.

Putusan ini menyoroti secara langsung alasan utama di balik pemisahan jadwal Pemilu nasional dan Pilkada lokal: beban kerja penyelenggara dan partai politik yang terlalu berat.

Hakim MK dengan tegas menyatakan, penyelenggaraan pemilu serentak menyebabkan tumpukan pekerjaan yang mempengaruhi kualitas.

Dalam putusan yang dibacakan dalam sidang pada Kamis (26/6/2025), hakim mengumumkan pelaksanaan antara Pemilu dan Pilkada harus ada selisih waktu maksimal dua tahun atau 2,5 tahun.

Sehingga, MK menyatakan norma dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang dimaknai:

Baca juga: Tak Punya Rekening Bank Himbara? Jangan Khawatir, BSU 2025 Bisa Cair di Kantor Pos!

 "Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota."

Hakim membeberkan alasan sehingga memutuskan Pemilu mulai tahun 2029 tidak lagi digelar serentak.

Pertama, beban kerja penyelenggara pemilu yang dirasa semakin berat ketika pemilu digelar serentak sehingga turut mempengaruhi kualitas penyelenggaraannya.

Hal ini berkaca dari penyelenggaraan Pemilu 2024 sebelumnya yang digelar secara serentak.

"Pertembungan tahun penyelenggaraan demikian, dalam batas penalaran yang wajar, berakibat terjadinya impitan sejumlah tahapan dalam penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPR, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dengan sejumlah tahapan awal dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota."

Baca juga: Wali Kota Fadly Amran Bersama Keluarga Besar ASN Pemko Padang Ikuti Kegiatan Tabligh Akbar

 "Dengan adanya fakta berimpitan sejumlah tahapan pemilihan umum tersebut, maka tidak bisa dicegah atau dihindari terjadinya tumpukan beban kerja penyelenggara pemilu, yang dalam batas penalaran yang wajar berpengaruh terhadap kualitas penyelenggaraan pemilihan umum," kata hakim anggota, Arief Hidayat, dikutip dari YouTube Mahkamah Konstitusi RI.

Selain berpengaruh terhadap penyelenggaraannya, pemilu serentak juga berdampak terhadap partai politik (parpol) dalam mempersiapkan kadernya untuk berkontestasi.

Pasalnya, parpol seakan dipaksa untuk mempersiapkannya secara instan ribuan kadernya untuk berkompetisi di dalam pemilu serentak, yaitu dari Pileg, Pilkada, hingga Pilpres.

"Akibatnya, partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding keinginan menjaga idealisme dan ideologi partai politik," kata Arief.

Hakim juga menganggap pemilu serentak membuat parpol tidak berdaya sehingga lebih mengedepankan politik praktis seperti memilih calon yang akan berkontestasi hanya berdasarkan popularitasnya saja serta berdasarkan keinginan pemilik modal.

 Sehingga, membuat perekrutan calon-calon yang akan mengisi jabatan publik lewat pemilu hanya bersifat transaksional saja.

Baca juga: Ahli Pastikan Lahan Milik Pemkab, Terdakwa Korupsi Tol Padang-Sicincin Tak Berhak Terima Ganti Rugi

Pemilu Serentak Bikin Jenuh

Tak cuma berdampak ke parpol dan penyelenggaranya, pemilu serentak menurut hakim MK juga berpengaruh terhadap masyarakat atau pemilih.

Hakim menganggap pemilu serentak justru membuat pemilih jenuh karena banyaknya calon yang harus dipilih yaitu dari level DPRD kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD, hingga Presiden dan Wakil Presiden.

"Bahkan, jika ditelusuri pada masalah yang lebih teknis dan detail, kejenuhan tersebut dipicu oleh pengalaman pemilih yang harus mencoblos dan menentukan pilihan di antara banyak calon dalam pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota yang menggunakan model lima kotak," kata hakim Saldi Isra.

Hakim menilai dengan proses semacam itu mempengaruhi kedaulatan pemilih.

Selain itu, digelarnya pemilu serentak juga berdampak kepada kondisi para anggota penyelenggara yang bisa sakit hingga berujung meninggal dunia dengan berkaca pada Pemilu 2019 lalu.

Baca juga: Daftar Tim Lolos 16 Besar Piala Dunia Klub 2025 : Tim Eropa Mendominasi dan Tim Afrika Gagal Total

"Tidak hanya itu, misalnya pasca pemungutan suara di TPS pada Pemilihan Umum 2019, karena soal teknis penghitungan suara yang rumit dan terbatasnya waktu untuk rekapitulasi suara, banyak penyelenggara pemilihan umum menjadi korban, baik yang sakit maupun meninggal dunia," kata Saldi Isra.(*)

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Alasan MK Putuskan Pemilu Mulai 2029 Tak Lagi Serentak: Pemilu 2024 Banyak Masalah, Pemilih Jenuh, 

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved