Penertiban Pemandian di Lembah Anai

Ninik Mamak Minta Kemenhut Tunda Eksekusi Pemandian Lembah Anai, Tegaskan Berdiri di Tanah Ulayat

Permintaan ini disampaikan menyusul penutupan kawasan pemandian oleh pihak Kementerian Kehutanan dan BKSDA.

Penulis: Muhammad Afdal Afrianto | Editor: Rahmadi
TribunPadang.com/Muhammad Afdal Afrianto
PENERTIBAN LEMBAH ANAI - Perwakilan Ninik Mamak Nagari Singgalang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbar), Yunelson Datuak Tumangguang (60) saat diwawancarai, Rabu (25/6/2025). Yunelson meminta Kementerian Kehutanan bersama BKSDA Sumbar untuk menunda eksekusi Pemandian Alam Damai Wisata yang berada di kawasan TWA Lembah Anai. 

Sebelumnya diberitakan Kementerian Kehutanan bersama BKSDA Sumbar melakukan penertiban terhadap sejumlah aktivitas ilegal di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Lembah Anai, Nagari Singgalang, Kabupaten Tanah Datar.

Penertiban dilakukan di sembilan titik dengan luas total mencapai 12 hektare, yang mencakup area pemandian dan rumah makan di dalam kawasan konservasi tersebut.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Penanganan Pengaduan Kehutanan Kementerian Kehutanan, Yazid Nurhuda, saat ditemui di lokasi, Rabu (25/6/2025).

“Kami melakukan penertiban di sembilan titik sekitar TWA, salah satunya adalah lokasi pemandian dan rumah makan,” ujar Yazid kepada wartawan.

Ia berharap seluruh pihak dapat menghormati keputusan pemerintah untuk menghentikan sementara aktivitas di kawasan konservasi tersebut.

“Mudah-mudahan keputusan ini bisa kita hormati bersama, sambil menunggu proses lebih lanjut,” katanya.

Baca juga: Wali Kota Fadly Amran dan Wadan Lantamal II Padang, Kolonel Laut P Mulyadi Siap Sambut KRI Bima Suci

Yazid menegaskan bahwa langkah penertiban ini merupakan bagian dari upaya menjaga kelestarian kawasan hutan dan mengantisipasi potensi bencana alam.

“Penertiban ini untuk menghentikan aktivitas di kawasan hutan yang tidak memiliki izin. Kawasan ini juga rawan bencana, seperti banjir lahar dingin yang terjadi tahun lalu. Maka dari itu, kami juga ingin mengantisipasi risiko di sepanjang aliran sungai,” jelasnya.

Terkait keberadaan sejumlah sertifikat tanah di sekitar kawasan TWA, Yazid membenarkan adanya dokumen resmi yang telah diterbitkan sejak era pemerintahan Hindia Belanda.

“Menurut keterangan dari ATR/BPN, memang ada sertifikat sah yang diterbitkan pada masa Hindia Belanda, sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan hutan,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan, jika sertifikat terbit lebih dulu dibandingkan dengan penetapan kawasan hutan, maka statusnya bisa berubah menjadi Areal Penggunaan Lain (APL).

“Tapi jika sertifikat berada di dalam kawasan hutan yang sudah ditetapkan, maka tidak diperbolehkan adanya aktivitas tanpa izin,” tegasnya.(*)

Sumber: Tribun Padang
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved