Banjir di Mentawai
Kerusakan Parah Hutan Mentawai, Koalisi Masyarakat Sipil Minta Cabut Izin PBPH di Pulau Sipora
Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), serta Menteri Investasi untuk segera membatalkan izin Persetuj
Penulis: Muhammad Afdal Afrianto | Editor: Rahmadi
TRIBUNPADANG.COM, PADANG – Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), serta Menteri Investasi untuk segera membatalkan izin Persetujuan Komitmen Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) seluas 20.706 hektare di Kepulauan Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai, yang diberikan kepada PT Sumber Permata Sipora (PT SPS).
Salah satu perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar yang juga menjabat sebagai Kepala Departemen Advokasi dan Lingkungan Hidup WALHI Sumbar, Tommy Adam, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak lingkungan dari izin tersebut.
"Apabila rencana PBPH seluas 20.706 hektare ini tetap dilanjutkan, maka akan memperparah kerusakan hutan dan mempercepat laju deforestasi di Mentawai. Kondisi ini bisa memicu bencana ekologis besar seperti banjir bandang," kata Tommy kepada wartawan, Selasa (17/6/2025).
Tommy menambahkan bahwa kondisi hutan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Pulau Sipora saat ini sudah sangat memprihatinkan.
Hal itu terbukti dari banjir dan longsor yang terjadi pada Selasa (10/6/2025) lalu, hingga membuat pemerintah daerah menetapkan status tanggap darurat selama 14 hari.
Baca juga: BREAKING NEWS: Polresta Bukittinggi Didemo! Massa Aksi Desak Usut Tuntas Penimbunan BBM Ilegal
"Jika aktivitas ini dilanjutkan, maka risiko banjir akan semakin parah. Selain itu, akan terjadi krisis air karena hutan sebagai penyangga cadangan air akan hilang akibat pembabatan pohon," jelasnya.
Lebih lanjut, Tommy menilai bahwa izin yang diberikan kepada PT SPS cacat secara prosedural, substansial, dan administratif, serta berpotensi mengancam keselamatan lingkungan dan hak hidup masyarakat adat di Pulau Sipora.
“Izin PT SPS ini harus dibatalkan. Selain membahayakan lingkungan, juga melanggar hak masyarakat adat yang selama ini hidup berdampingan dengan alam,” tegasnya.
Tommy juga mendorong pemerintah pusat dan daerah agar menegakkan amanat Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 juncto UU No. 6 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Soroti Deforestasi Picu Banjir Parah Mentawai, Ratusan Hektare Sejak 2001
“Dalam undang-undang tersebut disebutkan secara jelas bahwa pulau kecil seperti Sipora harus diprioritaskan untuk konservasi, pendidikan, riset, pariwisata berkelanjutan, dan ketahanan pangan lokal. Bukan untuk eksploitasi besar-besaran,” ujarnya.
Selain itu, Koalisi Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar juga meminta Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup Provinsi Sumbar menyatakan bahwa rencana usaha PT SPS tidak layak lingkungan.
Mereka juga mendorong Komisi Penilai AMDAL Pusat untuk tidak menerbitkan persetujuan lingkungan bagi PBPH tersebut.
“Kami menolak dokumen AMDAL PT SPS karena disusun tanpa partisipasi publik, tidak berbasis data primer, penuh kekeliruan teknis, serta mengabaikan aspek penting seperti keanekaragaman hayati, potensi bencana, dampak sosial ekonomi, hingga hak-hak masyarakat adat,” katanya.
Tommy juga menegaskan, masyarakat sipil Sumbar menolak seluruh bentuk penebangan hutan alam di Pulau Sipora. Menurutnya, hal tersebut hanya akan memperparah krisis ekologis dan meningkatkan risiko bencana.
Baca juga: Pantai Air Manis Tetap Buka Usai Pokdarwis Dibekukan, Pemko Padang Ambil Alih Pengelolaan
“Selain itu, eksploitasi ini juga mengancam keberlanjutan mata pencaharian masyarakat adat dan lokal, terutama kelompok marginal seperti perempuan pembudidaya pangan lokal seperti toek,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan,
Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar menduga banjir yang melanda Kepulauan Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai, pada Selasa (10/6/2025) lalu, disebabkan oleh deforestasi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Salah satu perwakilan masyarakat sipil Sumbar yang juga menjabat sebagai Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Hidup WALHI Sumbar, Tommy Adam, menyebut banjir di Kepulauan Sipora disebabkan oleh kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) akibat aktivitas deforestasi.
“Kerusakan DAS ini dipicu oleh deforestasi. Dampaknya, banjir terjadi di Pulau Sipora pekan lalu dan merendam sejumlah desa di wilayah tersebut,” kata Tommy Adam.
Tommy menjelaskan, kerusakan paling parah terjadi di DAS Mapadegat, yang mengalami deforestasi hingga ratusan hektare selama dua dekade terakhir.
Baca juga: Mendata Secara Cepat, Aplikasi Simsalabim PKK Solok Selatan Diangkat Jadi Sistem Satu Data Kabupaten
“DAS Mapadegat merupakan salah satu lokasi terdampak banjir. Berdasarkan catatan kami, kawasan ini mengalami deforestasi seluas 540 hektare sejak tahun 2001 hingga 2024,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM), Rifai Lubis, yang juga tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar, menilai banjir yang terjadi pekan lalu merupakan yang terparah di Pulau Sipora.
“Berdasarkan informasi dari warga setempat, banjir yang terjadi kali ini merupakan yang paling parah yang pernah mereka alami,” ungkap Rifai kepada wartawan.
Rifai mengatakan, pihaknya mendorong pemerintah daerah untuk segera melakukan dialog dengan pemerintah pusat guna mencari solusi jangka panjang untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah.
“Kami menilai, pemerintah daerah sebaiknya segera berdialog dengan pemerintah pusat, agar beban penanganan bencana tidak tambah banyak. Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah mencabut Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di Sipora” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Bupati Kepulauan Mentawai, Rinto Wardana Samaloisa, menetapkan status tanggap darurat bencana banjir dan longsor selama 14 hari, terhitung sejak 11 hingga 24 Juni 2025, di wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Baca juga: Wali Kota Padang Kecewa, Pungli di Pantai Air Manis Dilakukan Oleh Oknum Pokdarwis
Penetapan status tersebut menyusul bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah desa di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Siberut Utara, Sipora Utara, dan Sipora Selatan, pada Selasa (10/6/2025).
“Benar, kami menetapkan masa tanggap darurat selama 14 hari mulai tanggal 11 Juni. Ini berkaitan dengan bencana banjir dan longsor yang terjadi di beberapa wilayah, khususnya Kecamatan Siberut Utara, Sipora Utara, dan Sipora Selatan,” ujar Rinto kepada TribunPadang.com, Minggu (15/6/2025).
Selama masa tanggap darurat, Pemerintah Kabupaten Mentawai mendirikan dapur umum di beberapa lokasi terdampak. Selain itu, warga juga telah menerima bantuan bahan pokok dari pemerintah daerah.
“Situasi masyarakat saat ini sudah mulai membaik. Begitu bencana terjadi, kami langsung bergerak melakukan mitigasi ke lokasi-lokasi terdampak serta mendistribusikan bantuan makanan dan mendirikan dapur umum,” jelasnya.
Rinto menambahkan, distribusi bantuan ke desa-desa terdampak telah dilakukan sejak dua hari lalu dan akan terus berlangsung selama masa tanggap darurat.
Baca juga: Banjir Terjang Tiga Kecamatan di Mentawai, Sebagian Warga Terdampak Telah Terima Bantuan
“Distribusi bantuan sudah dimulai sejak dua hari lalu. Selama masa tanggap darurat ini, kami akan terus mengirimkan bahan pokok agar seluruh warga terdampak bisa terbantu,” tambahnya.
Ia menyebutkan, bencana banjir dan longsor tersebut menyebabkan sekitar 900 kepala keluarga (KK) mengungsi. Meski demikian, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.
“Jumlah pasti warga terdampak masih dalam proses verifikasi, namun data sementara mencatat sekitar 900 KK terdampak. Alhamdulillah, tidak ada korban jiwa,” ujarnya.
Selain penanganan darurat, Pemkab Mentawai juga terus melakukan pembersihan material banjir dan longsor di lokasi terdampak.
“Saat ini proses pembersihan masih terus dilakukan, baik di wilayah yang terdampak banjir maupun longsor,” tegasnya.
Baca juga: UPDATE Banjir Mentawai: 871 KK di Tiga Kecamatan Terdampak, Warga Kembali Beraktivitas Normal
Bupati Rinto juga mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem yang masih mungkin terjadi di wilayah Kepulauan Mentawai.
“Kami mengajak masyarakat agar tetap meningkatkan kewaspadaan, baik yang beraktivitas di darat maupun di laut,” tutupnya.(*)
Ancaman Nyata! Hutan Pulau Sipora Mentawai Terancam Habis, Banjir dan Krisis Air Mengintai Warga |
![]() |
---|
Koalisi Masyarakat Sipil Soroti Deforestasi Picu Banjir Parah Mentawai, Ratusan Hektare Sejak 2001 |
![]() |
---|
Banjir Terjang Tiga Kecamatan di Mentawai, Sebagian Warga Terdampak Telah Terima Bantuan |
![]() |
---|
UPDATE Banjir Mentawai: 871 KK di Tiga Kecamatan Terdampak, Warga Kembali Beraktivitas Normal |
![]() |
---|
Banjir dan Longsor Lumpuhkan Listrik dan Internet di Sipora Selatan Kepulauan Mentawai |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.